Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidyaa Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berani Berbagi Berani Bahagia

12 April 2019   12:49 Diperbarui: 12 April 2019   19:36 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup hanya sekali, sesudah itu mati. Jika selama hidup kita enggan berbagi kepada sesama, setelah mati nama kita tidak meninggalkan jejak berarti. Hidup yang hanya sekali itu akhirnya sia-sia. Tidak heran jika pepatah mengingatkan kita: gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama.

Apakah kita ingin mati sia-sia sehingga tidak seorang pun mengenang nama kita walau hanya sekali? Saya tidak mau seperti itu. Meskipun saya bukan orang kaya yang punya banyak harta, bukan berarti saya tidak bisa berbagi kepada sesama. Banyak hal yang dapat saya sumbangkan, bagikan, atau berikan kepada orang.

Berbagi kebaikan tidak harus menunggu kaya. Tidak percaya? Baiklah. Izinkan saya ceritakan pengalaman saya berbagi kebaikan sesuai dengan kemampuan saya. Tidak, saya tidak berniat pamer atau berhasrat membanggakan diri. Saya hanya ingin bercerita. Itu saja. Siapa tahu cerita saya dapat memantik hasrat atau menyulut gairah pembaca untuk berbagi kebaikan kepada sesama.

Bisakah orang yang tidak kaya berbagi kebaikan? Ya, bisa. Jikalau tidak punya harta, kita bisa berbagi tenaga. Apabila tenaga kita tidak memungkinkan, misalnya sekadar ikut bergotong royong memperbaiki jalan atau membersihkan selokan, kita bisa menyumbangkan pikiran. Bahkan doa kebaikan saja sudah termasuk ke dalam usaha berbagi. Sederhananya begitu.

Belajar Berbagi dari Hal yang Sederhana

Saya sendiri tahu kapasitas saya sebagai manusia. Ada sekat daya, ada batas kemampuan. Namun, hal itu tidak mengurangi sedikit pun gairah saya untuk berbagi. Ada saja yang saya lakukan demi membantu orang lain. Bisa teman yang sudah sering bersama-sama, bisa orang lain yang sama sekali belum pernah bersua.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Pertama, berbagi ilmu. Sebagai seorang yang pernah belajar di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, setidaknya saya punya bekal soal tulis-menulis. Inilah yang paling gemar saya lakukan. Lewat sebuah lembaga nirlaba, Katahati Production, saya merangsang banyak kalangan untuk menulis dengan baik. Secara finansial, jelas tidak menguntungkan. Akan tetapi, tidak semua hal mesti kita ukur dari kacamata uang. Saya selalu merasa bahagia dan bersyukur acap melihat ada peserta Kelas Menulis atau Tantangan Menulis yang berhasil melahirkan karya.

Kedua, berbagi harta. Sebagai seorang pekerja dengan gaji tidak seberapa, setidaknya saya punya penghasilan bulanan. Saya selalu menyisihkan 2,5% dari gaji saya sebagai zakat atau sedekah. Kadang saya serahkan kepada orang di sekitar saya, kadang kepada anak yatim piatu. Pendek kata, kepada siapa saja yang saya taksir membutuhkan. Sesekali pula saya memenangi lomba menulis dengan hadiah berupa uang. Pasti ada jatah bagi fakir miskin di dalam hadiah itu. Jumlahnya mungkin tidak seberapa, tetapi hati saya bahagia.

Ketiga, berbagi buku. Sebagai pembaca yang rajin membeli buku, setidaknya saya punya beberapa koleksi buku yang dapat saya sumbangkan kepada khalayak. Saya percaya, buku adalah pintu masuk segala ilmu. Dengan begitu, berbagi buku berarti berbagi kebaikan. Beberapa buku yang layak baca dan masih dalam kondisi bagus saya kirimkan ke jaringan perpustakaan bergerak di seantero Nusantara. Malah beberapa kali saya sengaja membeli buku untuk saya bagikan dalam bentuk hadiah Tantangan Menulis. Saya berharap, buku yang saya bagikan itu berjodoh dengan pembaca. Kemudian, pembaca menemukan faedah dari buku tersebut. Tidak dapat saya mungkiri, saya merasa bahagia karenanya.

Keempat, berbagi semangat. Sebagai makhluk sosial yang berteman dan berjaringan, setidaknya saya punya ide atau gagasan ketika ada sejawat yang melontarkan keluh kesahnya kepada saya. Jika sejawat itu tidak meminta saran, biasanya saya mengikhlaskan diri menjadi pendengar yang baik. Sejawat saya tenang karena keluh kesahnya didengarkan, saya senang karena ikut meringankan beban batin teman. Jikalau teman saya meminta secuil saran, saya akan tuturkan dengan sepenuh cinta. Saya percaya, saran tulus yang bermula dari hati akan meresap ke dalam hati pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun