Ternyata defisit masih menjadi hantu. Pada 2016, Pemerintah harus menambal lubang defisit sebesar Rp9,7 triliun. BPJS Kesehatan mesti "disuntik dana" sebesar Rp6,8 triliun. Utang BPJS Kesehatan meningkat pada 2017 menjadi Rp9,8 triliun. Pasak lagi-lagi lebih besar daripada tiang. Iuran premi dari 187,982 juta jiwa peserta sebesar Rp74,07 triliun tidak bisa menutupi klaim pembayaran biaya kesehatan sebesar Rp84,45 triliun. Â
Sampai kapan tradisi tambal sulam ini berlangsung? Jawabannya sederhana: sampai yang ditambal dan disulam sudah tangguh dan sanggup tegak sendiri. Hanya saja, kita tidak tahu kapan masa itu tiba. Mungkin cepat mungkin lambat.
Kepada Siapa Kita Berbagi?
Fondasi gotong royong bernama sanubari. Makanannya disebut tulus. Barangkali ada yang bertanya-tanya di dalam hati soal siapa yang akan menerima manfaat BPJS Kesehatan jika, ini amsal saja, kita ternyata tidak pernah sakit.Â
Di situlah pentingnya kehadiran "si tulus" dalam sanubari kita. Bukan apa-apa. Jika Si Tulus ada, kita tidak akan bertanya-tanya. Toh kalau bukan saudara seiman, pasti saudara sebangsa.
Supaya lebih gereget, mari kita tekuri data BPJS Kesehatan.Â
Setelah itu, peserta BPJS Kesehatan PBI dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mencapai 16,96 juta (9,59) persen. Artinya, pembayaran biaya pengobatan disauk dari "dompet daerah" atau APBD. Jadi total peserta BPJS Kesehatan penerima bantuan iuran (APBN dan APBD) mencapai 108,99 juta peserta atau lebih dari 61,67 persen.
Adapun peserta penerima upah (PPU) BPJS Kesehatan hanya mencapai 67,75 juta atau 38,33 persen. Jumlah tersebut terdiri atas pegawai negeri sipil (PNS dan TNI Polri), karyawan swasta, pejabat negara, perusahaan BUMN dan BUMD. Sejak berdiri hingga saat ini tunggakan iuran BPJS Kesehatan mencapai Rp 3,4 triliun. Posisi terakhir tunggakan senilai Rp 1,7 triliun.
Dengan demikian, kita sudah bisa menemukan penyebab kambuhnya "penyakit defisit", seperti dilansir katadata. Pertama, banyaknya klaim yang dibayar dari dompet negara dan dompet daerah. Kedua, banyaknya peserta berbayar yang menunggak iuran. Apabila kita ingin melihat penyakit defisit BPJS Kesehatan sembuh, mari bergotong royong menyembuhkannya.
Ambil contoh begini. Jika tetangga kita yang hendak melangsungkan pesta pernikahan ternyata kekurangan dana, kita bisa memilih tiga tindakan, yakni (1) datang kepadanya dan mengatakan 'makanya pesta seadanya saja, kalau tidak mampu jangan memaksa diri'; (2) datang ke tetangga lain dan mulai mengumbar nyinyir dengan 'begitulah kalau mau dikata'; atau (3) mengetuk nurani untuk membantu meringankan beban tetangga dengan bergotong royong.