Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidyaa Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anatomi Berahi di Hari Puisi

18 November 2018   11:02 Diperbarui: 18 November 2018   22:50 1137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dada saya berdebar. Selalu begini jika hendak tampil membaca puisi atau bermain teater.

Mendekati pukul satu siang, Arco Transept (kolega saya di Katahati Production) muncul bersama rekan-rekannya dari Palembang. Mereka juga bakal beraksi di panggung merayakan puisi, tetapi jadwal kami berbeda. Saya hari ini, Arco tampil besok malam.

Empat jam kami bertukar kelakar di kantin. Gelas kopi dan teh sudah kosong. Botol air dalam kemasan juga sudah kosong. Kami sepakat menuju panggung. Ternyata arena pertunjukan sudah ramai. Orang-orang sudah berdatangan. Meja registrasi, yang dijaga dua perempuan paruh baya, sudah dipenuhi para penyair yang sedang mendaftar.

Kehangatan dan kegembiraan terpancar di wajah-wajah peserta. Panitia-panitia juga semringah. Sungguh menyenangkan masih ada yang berkenan menggelar acara seperti ini di tengah riuh Ibu Kota. Kursi-kursi sudah tertata rapi. Panggung sudah menanti.

Belum beberapa menit saya duduk di kursi, Agus Grave sudah wara-wiri di panggung. Pewara ini agak kocak dan kelakarnya mencairkan suasana. Tenda besar dan lapang menghalangi kulit saya dari sengat matahari. Acara sudah dimulai. Dada saya mulai agak tenang, meski masih berdebar-debar.

Terjawab sudah mengapa acara telat digelar. Menurut Ketua Panitia Pelaksana, Asrizal Nur, tadi malam ada Kenduri Cinta-nya Emha Ainun Najib yang berlangsung hingga Subuh. Setelah acara itu bubar barulah panitia berjibaku membangun panggung dan tenda.

Satu per satu peserta unjuk gigi membaca puisi. Ada yang melantangkan puisi karya penyair tenar, ada pula yang membacakan puisi karangan sendiri. Tua dan muda, laki-laki dan perempuan. Mereka begitu khidmat merayakan puisi.

Hingga tibalah giliran saya. Pewara agak terkejut ketika saya mengatakan penampilan saya berbeda dengan peserta lain. Saya tidak naik ke panggung. Saya membacakan puisi saya di depan panggung, tepat di depan para pemirsa.

Anatomi Berahi

[1]

Tidak. Tidak. Memang ada yang menggetarkan telingaku, tetapi bukan geletar suaramu. Memang ada yang menggetarkan hidungku, tetapi bukan aroma tubuhmu. Memang ada yang menggetarkan bibirku, tetapi bukan desah napasmu. Memang ada yang menggetarkan mataku, tetapi bukan lirik hasratmu. Memang ada yang menggetarkan dadaku, tetapi bukan sembur gairahmu. Memang ada yang menggetarkan telingaku, hidungku, bibirku, mataku, dadaku, dan telingaku, tetapi bukan kamu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun