Mohon tunggu...
Amellia Putri
Amellia Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - public relations major, university state of jakarta

Mahasiswa aktif universitas negeri jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

SARA Menjadi Penyelimut Ancaman Integrasi Bangsa

23 Desember 2021   23:21 Diperbarui: 23 Desember 2021   23:32 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fakta kemajemukkan masyarakat di Indonesia dapat dilihat dari ke-bhineka tunggal ikaan Indonesia, dari banyaknya suku, agama, dan ras yang ada. Menurut UU No.6 tahun 1996, Indonesia memiliki kurang lebih 17.508 pulau, dan dilansir dari portal Indonesia.go.id, Indonesia sendiri memiliki lebih dari 300 kelompok etnik, tepatnya terdapat 1.340 suku bangsa di Tanah Air.

SARA dapat disebut deskriminasi yang merajuk pada sikap tak adil terhadap individu tertentu. Diskriminasi ini terjadi karena kecenderungan manusia membeda-bedakan orang lain karena karakteristik suku, agama, ras, dan antar golongan, aliran politik, dan lain lain.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syarif Hidayat memberikan keterangan resmi pada 7 Agustus 2018 yang menyebutkan bahwa jika dilihat dari grass root, permasalahan tentang isu SARA sebenarnya tidak ada, dikarenakan masyarakat Indonesia sendiri memiliki sikap toleransi dan pengertian. Tetapi, letak permasalahannya ada pada isu SARA yang digoreng dan dimanipulasi oleh elite politik.

Penggunaan isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) saat ini digunakan sebagai alat pendukung dalam mendapatkan simpati pendukung dalam mendulang suara.

ISU SARA

Dilansir dalam narasinewsroom, penggunaan isu SARA sudah menyelimuti kehidupan masyarakat Indonesia sejak Orde Lama, hal tersebut dapat dilihat dari;

Setiono, "Tionghoa Dalam Pusaran Politik", 2008. Saat orde lama tahun 1959, pemerintah membuat peraturan yang melarang hak dagang warga negara China di Pedesaan, dan menyebabkan 136 ribu warga keturunan China kabur dari Indonesia.

Jemma Purdey, "Anti-Chinese Violence in Indonesia, 1996-1999", 2006. Menyebutkan bahwa saat orde baru, isu SARA semakin menonjol yang dapat dilihat dari sentimen masyarakat anti China yang meningkat, yang menyebabkan terjadinya kerusuhan di Glodok pada 1998.

Tahun 2017, isu SARA ini dijadikan bisnis oleh sindikat SARACEN. SARACEN ini menjual jasa penyebaran kebencian atau Hate Speech yang bernuansa SARA dengan tarif puluhan juta rupiah.

Pada tahun 2018, Sari roti diboikot netizen karena dituding mensponsori aksi 212,

Pada tahun 2020, air mineral aqua di boikot lantaran Emmanuel Macron, Presiden Prancis, dituding melecehkan islam karena membiarkan adanya publikasi ulang karikatur Nabi Muhammad.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun