Dan satu lagi yang teringat darinya, dekapnya yang hangat. Tak pernah lagi kutemui sebuah rasa dekap yang sama hangatnya seperti beliau. Selalu ada dekap ketika aku ingin memulai atau mendapatkan sesuatu . Selalu ada Kalimat pemanis dari beliau untuk bekal semangat di perjalanan hari-hariku. Dan itu tak pernah absen. Kala itu, Bahagiaku sesederhana itu dalam mangkukku, yang rasanya tak habis meski kusuap dengan terus. Hingga pada masanya, rindu menjadi seperti hembusan angin yang mengibas semua ingatan. Dan lagi-lagi merindui sosoknya merupakan bahagia yang kuciptakan bersama celoteh-celoteh kecil dalam benak.
Dan... Mimpi dalam nyenyakku, merupakan jalan pintas merasakan semuanya seakan nyata. Obat bagi semua penawar rindu yang terasa. Beliau mendekapku, menatap dan tersenyum kepadaku, tak jarang beliau datang dan bicara ngalor-ngidul cerita ini dan itu seolah tak ada batas. Iya, beliau sama sepertiku yang hobi berceloteh dengan riangnya.
Meski beberapa waktu setelahnya waktu sudah menegur untuk 'sudah' dan kembali aku kedalam hidup yang nyata. Namun, setidaknya Tuhan selalu punya cara untuk mengobati semua rindu hambanya. Dan yakini bahwa suatu kehilangan bukan dari segala akhir yang membatasi seseorang terus memupuk kebahagiaan.
Dan kembali lagi, sejatinya pemilik bahagia adalah teruntuk bagi mereka yang bisa menerima dengan pemahaman yang indah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H