Chapter VI
Entah kebodohan apa yang aku lakukan, sehingga aku tidak sengaja menghilangkan atau lupa? Menaruh salah satu gelang, properti foto untuk hari ini. Selesai pemotretan, gelang itu aku taruh di bangku studio. Aku dan mas Erwin sama-sama mencari gelang tersebut. Gelang bermodel charm bertema etnik, keluaran salah satu desainer perhiasan lokal. Masalah nya, gelang itu eksklusif baruu saja launching di acara Jakarta Fashion Week dan belum di produksi secara massal!.Â
"Aduuh mas , gimana yaaaa ini???", tanya ku panik.
" Tenang -tenang.... yuk kita cari lagi...", ujar mas Erwin menenangkan ku.
Selama 30 menit, aku dan mas Erwin menyisir studio kembali , siapa tau ada gelang itu terjatuh. Gelang tersebut secara vip di pinjamkan langsung oleh sang desainer kepadaku dan belum ada replika nya sama sekali.Â
"Hmmm....itu gelang uda lu copot belum dari tangan model....?", tanya mas Erwin.Â
"Eh... iya, kayak nya belum deh...", Jawabku mencoba kembali mengingat kronologis kejadian. Bisa jadi gelang itu kebawa model. Aku di bantu mas Erwin untuk menelepon model. Ternyata benar , gelang itu terbawa oleh model. Syukurlaaaah.....Â
"Tenang ya... gw bantu kalo ada apa - apa...", sahut mas Erwin menenangkan ku karena aku sudah nyaris histeris ingin menangis.Â
"Makasih mas uda nenangin aku yang ceroboh ini....", sahutku.Â
"Berbuat kesalahan itu biasa , Manda. Yang penting tenang paripurna", canda mas Erwin padaku. Tetap saja aku panik. Terlebih itu barang orang lain. Selama sepekan ini Diana pergi bertugas meliput gelaran Fashion Week Jakarta. Jadi aku dan Albert yang stay di kantor.Â
Kerjaan demi kerjaan datang bertubi-tubi. Sampai lupa rasa nya jadwal jogging pagi ku bareng Albert di GBK. Kepalaku rasa nya berat. Sudah berapa hari ini aku telat tidur malam. Si gadis introvert sudah beralih ke ekstrovert. Suka hang out malam, tanpa miras ya!. Tapi tenang , sampai rumah gak pernah lewat dari jam 12 malam. Bagaimana dengan orang tua ku?. Mereka 1 smester ini tinggal sementara di rumah kedua kami di Bandung. Karena nungguin adik bungsu yang sedang kuliah di ITB Bandung. Hhh.....kangen masakan emak. Berat rasa nya jauh dari orang tua. Pernah satu waktu aku merengek ingin nginep di Bandung, tapi apa daya??.Â
Pekerjaan ku dan jam tidur yang kurang, membuat hari Sabtu Minggu ku tidak bisa bergerak kemana-mana saking capek nya. Belum lagi harus masak. Semoga hanya pusing aja , sesegera mungkin aku meminum paracetamol untuk meredakan pusing. Jam menunjukkan pukul setengah 4.Â
Tiba-tiba masuk chat di WhatsApp.Â
Hei, Manda Chung, sore gw jemput ya...?. Lo ada jaket?. Aku gatau ini nomor siapa.Â
ya, sorry ini siapa ya...?
Masa ga tau?. Â Salam, gw Dave Gorhl.
Btw, gw gak masuk lobby. Jadi gw nunggu di parkiran motor. Nanti gw wa kalau udah sampe.
Ya ampun...kok ? Tiba - tiba. Oo sekarang ssuda minggu ke --4. Ternyata Dave sudah di Jakarta lagi. Aku langsung menyimpan no WhatsApp David.
Cowok ini selalu datang tiba-tiba. Tapi bagaimana aku bisa mengontrol perasaan ini. Hmmm... saat ini Aku sedang chit chat bareng Agnes saat ini. Dia sedang menunggu di jemput. Kami mengobrol seputar pekerjaan. Sampai pada moment ketika ia bercerita tentang trip ke Batu Karas (lagi).Â
"Gw jujur baru kali ini nemu tempat surfing selain di Bali, dan itu deket ya, di Batu Karas", deket Pangandaran. Waktu itu gw liat si Dave main surfing ituu keren bangeeet", ucap Agnes genit.Â
"Terus lo bilang apa ?", tanya ku pada Agnes.Â
"Gw bilang, keren banget sih kamu Dave, ajariin...., haha...gw bilang gitu, bodo amat!", ucap Agnes sambil tertawa lepas.Â
Oh-iya, tadi Dave nanya aku ada jaket apa enggak. Kebetulan hari ini aku memakai jaket kulit imitasi oversize dan Jeans model wide leg high waist Zara. Aku padankan dengan Louboutin heel. Untung aku meninggalkan sepatu Superga di kantor. Jaket ini merupakan pemberian Diana dan Albert. Karena ini merupakan basic item atau modal dasar untuk terlihat stylish.
Â
Tidak lupa kaus dalaman garis - garis ala pelaut. Jam sudah menunjukkan pukul hampir 5 sore Aku masi mengobrol seru dengan Agnes. Hari ini lebih lenggang pekerjaanku. Bahkan sudah tidak ada pekerjaan lagi.Â
Gw uda di parkiran motor. Dave Grohl.Â
Sebuah pesan WhatsApp masuk. Aku melirik jam tangan Swatch-ku. Oh sudah pukul 5. Agnes sudah pulang terlebih dahulu. Setelah absen pulang, aku bergegas menuju parkiran motor. Aku menata poni rambutku. Dior Rouge? Sudah ku oles sebelum turun ke lobby.Â
Di tempat parkir motor aku mencari di mana Dave. Kemudian dari jauh aku melihat seorang pria melambaikan tangan padaku. Jantung ku berdegup tidak karuan. Duh, mau kemana lagi ya kita? . Aku bahkan sudah lupa dengan pusing di kepalaku.Â
"Royal Enfield"....!!! Pekikku.Â
"Gilaaa... ", ucapku lagi. David membuka helm nya dan turun dari motor.Â
"Kenapa , Manda?. Mirip motor mantan lo ya..."?, ledek Dave.Â
"Oo gak -gak mas, cuma waktu kuliah tu aku pernah gambar motor ini, motor temenku. Dan menurut gw motor keren banget, sumpah...", ujar ku lagi.Â
"Ohya? Wah.. berarti  beruntung lo Manda apa gw yang beruntung?. Cadas...jaket nyaaaa, btw, kita mau ke Puncak ya", ajak Dave.Â
"Puncak mas?, ga salah?", tanyaku seraya memakai helm.Â
"Iya puncak. Gapapa kan?. Apa gw minta ijin mamah dulu?", ledek Dave.Â
"Haha....gausah mas, nyokap bokap lagi tinggal di Bandung", jawabku.Â
Belum banyak mengobrol, kapan dia pulang. Ah sudahlah- aku ingin menikmati waktu bersama dengan nya, mungkin aku menjadi orang yang pertama?. Tapi kenapa harus jauh-jauh ke Puncak.Â
"Manda, pegangan ke jaket gw, jangan pegangan belakang, gw bukan Gojek", ucap David sedikit berteriak. Perjalanan dari Jakarta Selatan menuju Puncak di hari biasa mungkin tidak macet. Selama perjalanan aku merasa overthingking, bukan nya menikmati perjalanan. Jadi banyak mikir kemana-mana. Maksud ku. Dengan tiba-tiba Dave datang ke dalam hidup ku. Lebih dari yang aku perkirakan. Apa jangan-jangan dia hanya memanfaatkan ku saja dengan situasi dimana dia di tolak Diana?.Â
Dari jarak sedekat ini, aku bisa mencium wangi cologne nya. Dia wangi dan rapih. Sepatu masih setia dengan Vans sneakers slip on. Untung aku tidak lupa menyemprotkan parfum D-Honest, parfum karya Dave. Semoga saja aku tidak berkata yang tidak --tidak lagi.Â
Waktu terus berjalan dan kami sudah hampir sampai di tujuan. Kami sampai di lokasi cafe yang berada di sekitar hutan Pinus. Di kelilingi pohon pinus. Pohon pinus adalah salah satu pohon kesukaanku. Fisik nya yang tinggi menjulang, dan, sejuk.
Cafe ini bernama Pasir Angin Pas. Lokasi nya di Megamendung - Bogor.Â
Aku membuka helm. Breathtaking scene. Setelah lelah dengan pekerjaan keseharian, entah si cowok jejak petualang ini selalu sukses membuat kejutan. Kemudian kami berjalan di jalan setapak yang di sekeliling nya terdapat pohon pinus yang menjulang tinggi. Beruntung outfit ku tidak salah kostum. Udara nya di sini sejuk dan dingin. Setelah itu kami duduk, memesan kopi dan makan malam.
"Gw tau kafe ini gara - gara temen gw pendaki gunung, waktu itu gw sama temen-temen pecinta alam naik ke gunung Gede. Latihan kita sebelum naik ke Rinjani, biasanya gw suka ke sini kalo lagi mumet, Nda", ujar nya pelan.Â
"Mas, kapan balik?", tanya ku singkat.Â
" lusa, gw balik. Gw off dulu 3 hari ini sebelum garap kerjaan baru", ujar nya.Â
"Btw, jadi lo ajak gw ke sini karena mumet?", tanya ku lagi.Â
"Gak juga, cuma lagi butuh temen cerita aja. Manda... kamu itu netral dan orang yang gak banyak ngomong. Maka nya gw nyaman. Lo gak banyak interupsi omongan. Tapi pendengar yang baik. Dan gw juga gak bisa deket-deket lagi sama Diana , karena yah lo pasti uda tau beritanya, kan?", ucap nya panjang lebar. Ia mulai membuka diri nya, tanpa perlu aku bertanya banyak.Â
"Hmm iya gw udah denger, jadi malem waktu kita ngopi di Kitsune, gw liat mata kamu itu berkaca-kaca, jadi itu, kamu lagi sedih?", tanyaku lagi.
"Cowok itu bisa sedih 2 hal. Ada 2 wanita yang bikin cowok itu nangis. Ibu dan cewek", ucap nya lagi sembari membuka jaket nya. Penampilan nya mengingatkan ku akan Dave Grohl. Jadi dia meng-indentifikasi-kan diri nya sebagai Dave Grohl.Â
"gw sedih iya, setelah 1 tahun nih, tapi yaudah lah, inti nya, udah clear, btw, kenapa gw ajak lo ke sini, jauh-jauh dari Jakarta. Karena pasti orang - orang tau gw kemana, ngapain, orang-orang di Jakarta tau gw semua, kemarin aja pas di Kitsune, ada aja yang tau , dadah-dadah..." kata nya dengan nada bercanda.Â
"Ya Dave kan artis, pasti semua orang tau laah... termasuk Manda. Tapi ini tempat kan romantis banget, pemandangan gunung, sejuk, tenang, Â ga mau pulang. Sampe lupa besok hari kerja...", ujar ku sambil menatap ke arah gunung Gede.Â
"Gw lagi libur nih 3 hari ini, karena capek banget, kemarin kaki gw kram, dan gw mau manfaatin waktu libur pendek ini sekalian , kalau gw mau kasih tau soal -- parfum gw, masih lo pake ?", Â David melemparkan pertanyaan kepadaku.Â
"masih, wangi nya nyaman banget, aku memang suka parfum laki-laki karena lebih kalem, apa ya bikin tenang ...", puji ku. David memperhatikan seksama perkataanku.Â
"Oo gitu... gw seneng kalo parfum gw dapet rekomen yang bagus. Ohya, jadi sebetulnya kenapa gw bawa lo ke sini, untuk diskusi lebih private, karena gw mau minta tolong kamu nih, Manda. Parfum gw ini mau launching dan gw butuh model untuk iklan ni parfum. Dari sekian talent scout, gw rasa lo lebih cocok. Karena, Manda itu cewek tomboi yang cocok dengan karakter unisex dari parfum ini. Pembawaan kamu yang gak banyak ngomong, cenderung lempeng dan ga genit", kata nya lagi.Â
" gw jadi model? Serius nih mas...."?. Tanya ku lagi.Â
"Iya, lo lagi banyak kerjaan gak.? Bisa kita tentuin aja waktu untuk foto nya...?". Tanya dia lagi, seakan-akan tawaran nya sudah aku setujui.
" tapi mas, emang gapapa gitu kalo gw jadi model tapi Diana gak tau...", tukas ku.Â
"Diana gak ada hubungan nya , kenapa kamu mikirin dia? Dan emang harus minta ijin dari dia?", tanya Dave sedikit dengan nada tinggi. Tidak lama pesanan kopi dan makanan kami datang.Â
Pelayan menaruh pesanan kami dan sepertinya pelayan itu tau siapa David. Ia bertanya, apakah David adalah host acara travelling yang ada di televisi. Aku tertawa melihat tindakan yang tidak terduga.Â
" makasih mas, ini pacar mas?", tanya pelayan tadi kepada Dave. David tertawa renyah. Langit mulai gelap. Suasana semakin 'mencekam dan romantis', suasana yang memaksa ku tidak ingin lepas dari kebersamaan ini. Kenyamanan ini. Aku tidak bisa mengungkapkan apa-apa. Dan memang tidak bisa ngomong apa-apa.Â
Suasana ini membius ku ingin duduk lebih lama. Kan, Diana sudah pernah bilang.Â
"Jangan pernah jatuh cinta sama rekan kerja, karena ketika sudah terjadi. Taruhannya profesionalitas dan integritas. Bagaimana jika hubungan mu kandas dengan orang itu. Dan sementara pekerjaan mu masih banyak yang harus di selesain...", kata - kata Diana tergiang olehku.Â
Entah apa maksud David dekat dengan ku dan mencariku. Membawaku pergi seperti ini. Apakah aku harus mempertanyakan apa maksud kebersamaan ini sedini mungkin?.Â
"Gw ga mau pulang , bisa nggak kita di sini aja...", sahutku termenung.Â
Aku mendengar suara tawa David. Ia mulai menyesap kopi nya.Â
"Ya .. gw mau jadi model parfum D-Honest. Jadi kapan mau foto...?", jawab ku menjawab pertanyaan David.Â
"Thank you Manda, soal honor tenang, profesional kok, bukan teman tapi mesra....", canda David centil.
Ucapan yang mengingatkan ku dengan ucapan Diana dengan si mas politikus muda ganteng yang grogi.Â
"Tapi bener , gw bingung mau cari talent tapi ga mau dari agency, sebenernya uda minta tolong sama kenalan gw yang orang agency, cuma gw mikir lagi.. gw agak males kerja sama bareng model",  kata David seraya mulai memakan - Chicken Gordon Bleu nya.Â
"Model kan lebih pro ketimbang gw, mas. Lagian model kan cantik, bukan nya lo demen mas kerja sama bareng model, kaya Agnes..", cibir ku.Â
"Agnes? Agnes yang mana? Kok tau...?", Dave melemparkan pertanyaan kepadaku.Â
"Agnes yang ada di acara Trip To Batu Karas", jawabku.Â
"oooo.... si Jisoo", ujar nya berusaha mengingat kembali.
"Kenapa dia?, ohya dia sempet ada yang nawarin ke gw , cuma, gak ah.. ga sesuai sama konsep gw", ujar nya lagi.Â
"Agnes itu cantik tapi centil, parfum gw gak centil, maskulin, cocok sama cewek tomboi tapi stylish - dan itu ada di Manda", Â kata nya.Â
Jauh - jauh kami ke Mega Mendung - Bogor untuk deal bisnis pertamaku menjadi model iklan. David bilang, iklan ini akan terbit hanya di sosial media.Â
"Jadi gw uda mikirin ini iklan akan tampil di sosial media , jadi lo tenang aja. Lo ga bakal muncul di majalah dan poster, tayang hanya di IG gw dan IG khusus label parfum nya", papar nya.Â
"Makasih ya David, udah ajak jalan-jalan sampe sini, gw suka banget pohon Pinus. Gw tu agak nerd, introvert, ga bisa kayak cewek - cewek lain...", kata ku sambil menatap mug cappucino ku yang mulai dingin.Â
"Loh, jangan insecure gitu dong. Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan masing - masing. Gw nyaman sama lo, karena Manda itu gak banyak ngomong. Asik, ga manipulatif. Jujur ya, gw agak males sama mayoritas cewek yang manja, suka ngerengek" gitu, duh ilfill deh - walaupun dia cantik, ogah gw... ", tukas David.Â
"Cewek sekarang ini udah harus mandiri, jaman sekarang beda sama jaman kita kecil dulu, dimana tuntutan hidup berat. Maka nya gw kerja sana sini, buat apa? Buat nyokap. Nyokap gw single parent. Gw anak tunggal. Sekarang gw lagi ngumpulin duit buat beli rumah nyokap", papar David panjang lebar.Â
"Ooh.. gitu, ya emang sih bener mas. Saat ini orang tua gw malah jauh. Gw tinggal sendiri di rumah. Mereka tinggal di rumah kita yang lain di Bandung. Karena adek bungsu gw lagi kuliah di Bandung", aku mulai membuka diriku. Karena aku mulai merasa nyaman.Â
"Gw ngerasa kesepian, walaupun temen kerja asik, cuma mereka kan gak kita bawa pulang, gw kadang kangen masakan emak, cuma kata emak gw nasehatin, gw harus bisa mandiri - apalagi gw uda kerja. Kayak nya manja dikit ga di anggep gitu...", lanjut ku. Entah kenapa tiba-tiba saja air mata-ku jatuh menetes.Â
Aku kan anak introvert, di rumah aku lebih nyaman cerita ke ibu. Sedangkan ayah lebih nyaman untuk diskusi. Cuma memang di tinggal mereka jauh, berat. Aku harus menerima keputusan mereka , bahwa mereka harus menjaga si bungsu, adikku laki-laki. Ayah dan ibu masih takut karena adikku belum sepenuh nya bisa di tinggal. Menjaga nya lebih baik ketimbang melepas nya tinggal sendirian di sana.
David menyeka air mataku. Aku juga melihat mata nya berkaca - kaca.Â
"Parah, kita jadi nangis sama-sama gini. Gw kalo inget motivasi gw kerja karena nyokap , suka sedih...", ujar David.Â
"Maka nya kadang gw kalau mau punya pacar jadi mikir, nanti nyokap gw jadi gak prioritas. Cuma , Diana kemaren emang gw lepas kendali. Ingin memiliki. Tapi gw tau sih bakal di tolak. Tapi gw mau coba aja, tapi yaudah lah, sahut David lagi.Â
"Emang gak ada perempuan idaman lain selain Diana"?, tanyaku sambil menyeka air mataku. Ia tersenyum memandang ke arah gunung.Â
"Ada. Tapi terlalu cepat menilai. Saat ini gw mau fokus kerja. Tapi, gw nyaman sama Manda-Chung. Dan gw kalau udah nyaman sama orang , gw ga mau jauh-jauh, jujur aja ya...", kata nya sambil menatap mataku.
Pohon pinus ini menjadi saksi bahwa, aku tersipu malu. Langit mulai gelap. Bintang terlihat jelas di atas langit. Sebelum kita pulang. Aku harus mengatakan sesuatu.Â
"Gw merasa nyaman, dan gak mau jauh - jauh, mungkin gw beruntung, pada akhirnya ada orang yang senasib sama gw dan care, makasih banyak...", kata ku menahan mata ku agar tidak menatap wajah David. Kemudian ia meraih tanganku.Â
"Sama - sama makasih juga neng Manda uda mau nangis bareng abang hari ini, quality time banget ini hari, kerjaan kita bahas lagi lusa ya. Yuk neng, uda malem, kita pulang....", canda nya.Â
Berat rasa nya mau pulang. Ga mau pulang. Aku pulang menuju kesendirian. Aku harus banyak bersabar. Rindu rasa nya dengan ibu, ayah dan adik. Setelah deal pekerjaan baru di akhiri dengan sesi curhat. Bagaimana aku mendeskripsikan perasaan ini?. Nyaman , tenang dan cinta?. Entah belum sampai di tahap itu. Sayang?. Sayang itu seperti apa?. Cinta itu bahkan seperti apa?.Â
Amanda gak pernah pacaran seumur - umur. Kuliah deket banyak sama temen-temen cowok model Foo Fighter. Ada yang deket , tapi gak jadian. Karena banyak ngumpul sama temen cowok, jadi mati rasa. Mati rasa karena gak tau seperti apa perhatian sama cowok itu kayak gimana, gimana cowok nembak kita atau suka sama kita?. Ada yang nembak tapi Manda ga ngerti itu nembak?. Bener - bener mati rasa. Begitu sampai rumah, jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Bagaikan Cinderella. Sampai rumah aku pun tidak sanggup ngapa-ngapain lagi.Â
Gak kebayang jadi model kayak apa ya...? Terus siapa yang akan men-direct Manda?. Sebetulnya, batin ku masih mempertanyakan semua ini. Kenapa tadi David agak marah ketika aku mengkhawatirkan pendapat Diana jika ia tahu aku menerima tawaran sebagai model parfum D- Honest, milik nya.Â
"Diana gak ada hubungan nya,
 kenapa kamu mikirin dia? Dan emang harus minta ijin dari dia?"..
Ada apa ya ? Kenapa nada bicara agak tinggi. Apa hubungan mereka baik - baik saja?. Apa yang terjadi semalam, adalah babak baru dalam kisah romansa ku dengan seorang pria.Â
Pertanyaan nya, apakah ini fatamorgana perasaan ku saja?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H