"Aku sebenernya bukan orang yang suka belanja baju mbak Dee, karena saat ini aku lagi nabung serius untuk masa depan", kata ku. Maksud ku, saat ini ada prioritas utama dalam hidup ku selama lajang. Menabung untuk memiliki rumah. Gajiku lumayan oke. Bahkan setiap bulan aku berhasil mensisihkan uang sebesar 2juta untuk menabung. Memang pakaian kerja ku sangat lah sederhana. Tidak ada label stuff seperti teman - teman kantor ku yang sudah menghamba sejati menjadi budak fashion di kantor ini.Â
Minimaaaal ya punya tas kerja keluaran Michael Kors, Coach adalah merek -merek 'standart'. Menurutku itu prioritas nomor dua.Â
"Kamu keliatan gak serius, Manda. Minimal lu tu punya Chanel Boy di tahun ke 5 ini. Anggep lah itu target pencapaian kamu secara finansial. Itu puun jika kamu bukan tulang punggung keluarga. Kenapa Chanel Boy? Itu investasi. Kamu mau pake celana jeans belel, di pundak kamu ada Chanel boy - Ori - kamu akan terlihat fantastis!, " sambung Albert.Â
Apa iya... sungguh keterlaluan nya diriku ini. Albert dan Diana mengambil langkah cepat. Karena lusa, adalah pekerjaan pemotretan perdana ku setelah 5 tahun aku bekerja. Menurut mereka, pekerjaan perdana ini memerlukan penampilan baru. Terlebih, Diana yang kerap melakukan semua pekerjaan utama. Kemudian, aku sebagai asisten, harus tampil memukau layaknya Diana dalam melakukan pekerjaannya. Karena aku dan Diana berdiri dalam satu divisi yang sama, styling.Â
Kemudian, aku melakukan pengamatan secara gerilya mengenai anak magang yang di ceritakan oleh Albert. Dan memang betul. Anak magang yang bekerja di bagian desain grafis , tak sedikit berbeda dengan Emily dalam film The Devils Wear Prada versi remaja. Maksudku, yah secara visual dia memang lebih chic dari pada aku. Ternyata benar apa yang di katakan Amanda. Jangan sampai penampilan ku dengan anak magang berbanding terbalik.Â
Manda, memang kamu menyedihkan. Sore itu, my dynamic duo, membawaku ke Zara. Untuk melihat visual merchandise butik tersebut. Visual merchandise adalah semacam kegiatan memadu-madan kan pakaian dan menyusun barang -barang sebuah produk fashion dan lainnya untuk menghasilkan tampilan visual menarik perhatian konsumen untuk membeli produk tersebut. Cara ini efektif dalam styling treatment. Biasanya penata gaya memerlukan beberapa referensi dan inspirasi ide dalam pekerjaan menata gaya mereka. Inspirasi ini di tuang dalam sebuah mood board.Â
Visual merchandise Zara cukup membantu visual ku condong ke arah seperti apa. Kejutannya, Diana dan Albert , membelikan beberapa potong baju yang mendasar, seperti blazer warna hitam, dress panjang hitam berpotongan sederhana, celana panjang warna khaki dan tas slempang kecil warna hitam yang sederhana. Selain itu , mereka juga membawaku ke salon untuk mengubah gaya rambut ku yang lempeng bin membosankan ini , agar di tata sesuai dengan kebutuhanku.
"Bikin dia kayak Andrea Sachs, bawah rambut di rapihin dan bikin poni rata , gw mau jatuh nya si poni persis di atas alis", pinta Albert kepada kapster salon. Setelah selesai rambutku di tata. Aku melihat bayanganku di cermin. Ya tuhan, ini adalah Amanda babak baru. Aku harus siap menerima perubahan ini. Selamat tinggal zona nyaman. Tidak terasa air mata menetes dan mengalir hangat di pipiku. Apakah aku siap?. HARUS SIAP!.Â
"Makasih guys kalian udah baiiiik banget, gw ga ngira gw dapet kejutan sebanyak ini dari kalian, sampe beliin baju segala ...", ujarku terisak.Â
"Udah cukup nangis nya ? , kerjaan perdana lusa dan tampilan kamu mau gini-gini aja? Beb, kamu udah liat kan gaya anak magang?", tanya Diana menyadarkanku.Â
"Zara mah baju tidur kita, baju main kita daster ya cin..", canda Albert. Aku memeluk erat mereka berdua.Â