Beberapa tahun lalu, terjadi konflik di lingkungan kami tinggal antara warga dan pengurus lingkungan. Konflik memanas ketika pengurus lingkungan nekat main tebang pohon di salah satu rumah warga, yang, naas nya si pemilik pohon gak ada di rumah.
Pengurus lingkungan itu bilang sudah ijin kalau pohon di rumah tersebut akan di tebang, namun tetangga sebelah rumah nya sudah mewanti wanti agar menunggu yang punya rumah pulang dulu. Namun, si pengurus lingkungan entah mungkin punya 'surat perintah' untuk tebang saja , gausah yang punya rumah pulang dan di tebang lah si pohon. Tidak lama yang punya pohon marah marah dan protes di WhatsApp grup warga mengenai kekesalannya. Intinya ia kesal karena si pengurus lingkungan sama sekali tidak minta ijin langsung kepada nya untuk menebang pohon rambutan yang sudah lama ia tunggu berbuah.
Bagaimana perasaan anda, ketika pohon depan rumah anda yang sudah anda tunggu berbuah atau berbunga tiba tiba gundul ketika anda sampai rumah? tanpa ada ijin dan pemberitahuan sebelumnya? emosi? jelas.Â
Jelas hal ini membuat kegaduhan antara warga dan pengurus lingkungan. Ternyata si oknum pengurus lingkungan beraksi lagi di rumah yang lain. Entah mungkin ia punya 'surat sakti' dalam menjalankan tugas tebang pohon tanpa etika yang santun. Nah, aksi kedua, sudah terjadi kegaduhan dan adu jotos antara yang punya rumah dan si pengurus lingkungan. Naas nya mereka tinggal bersebrangan. Pengurus lingkungan ini masih muda yang di harapkan bersikap sopan kepada tetangga nya yang lebih tua. Aksi ribut ini akhirnya di lerai oleh bapak tetangga yang lebih tua.Â
Setelah heboh pemberitaan adu jotos di lingkungan warga. Ternyata si oknum pengurus lingkungan tersebut pindah tempat tinggal dan menjual rumah nya dengan cepat.Â
Kesimpulan yang penulis simpulkan secara pribadi, berarti yang bersangkutan bermasalah dengan norma kesopanan. Itu baru satu cerita. Cerita yang lain, ada seorang warga, ibu yang di kenal di lingkungan kami karena aksi jamu tamu. Model ajakannya seperti ini ; " ayo ibu ibu di rumah ada pisang goreng baru matang, ada ketan goreng juga, yuk cuss mampir"! selidik punya selidik, ibu ini sering di tinggal suami berlayar , kadang gak hanya sebulan tapi bisa berbulan bulan, mungkin si  ibu kesepian? ah tapi kan dia punya anak.Â
Inti cerita, karena sang ibu rutin melakukan 'aksi sosial' ke tetangga, alhasil tetangga respect sangat ke ibu tersebut. Kita panggil saja dia 'warga spesial'. Lucu nya, pernah dalam satu insiden yang di ceritakan oleh tetangga dekat saya, ketika itu ada undangan perkawinan anak tetangga di RT kami. Kemudian si warga spesial ini bermaksud mencari teman yang mau datang ke resepsi. Usut punya usut , si warga spesial ini mengajak suami orang lain tanpa di dampingi istri si suami. Lah kemana istri nya?. Ternyata si warga spesial ini awal nya mengajak sang istri tapi istri nya gak bisa, eh, suami nya bisa, lah??? Ampun dah, si warga spesial ini ternyata di labrak sama si istri suami tersebut sampe kapok sok sok an ajak bapak bapak lagi. Tepok jidat gak sih??
Maksud nya si ibuk berniat guyub nawar nawarin tetangga untuk nebeng ke resepsi dengan mobil nya, niat nya sih baik tapi bukan seperti itu niat guyup ke tetangga , toh? hingga hari ini si warga spesial ini dan si istri di atas gak bertegur sapa. Gara gara guyub kebablasan!. Baru baru ini ada arisan ibuk ibuk RT kami, sebetul nya lokasi nya di rumah orang lain. Tapi karena si warga spesial yang memasak untuk konsumsi hidangan arisan , jadi arisan pindah lokasi ke rumah nya.Â
"arisan di rumah saya ya, boleh ajak ajak anak, ajak suami juga boleh"! ternyata dia beraksi lagi.
Sungguh jika seorang istri yang di tinggal suami berlayar apakah boleh hukum nya dalam Islam mengajak suami orang lain ? walaupun suami orang lain tersebut ada istrinya. Aaaaaah...... gak usah bawa bawa agama, hanya Tuhan yang berhak menilai kita baik atau benar. Yang penting guyub toh? betul? tapi tetangga sudah pasti memaklumi aksi si ibu. Sebetulnya saya tinggal di lingkungan yang sehat apa enggak ya?
Saya baru tinggal di sini sekitar 10 tahun. Yang saya rasakan di sini sangat terasa sekali 'gap' dan jurang antara orang yang berada dan yang tidak. Di sini, mayoritas adalah pasangan muda yang masih tinggi daya saingnya. Di sini tidak ada sosok yang di tua kan, maka nya kalo ada semboyan guyub - guyub an di RT saya, saya hanya anggap omong kosong. Saya saja bahkan ikutan posyandu di cluster lain karena ketika posyandu di sini, selalu di komentarin anak saya soal berat badan. Bukannya gak bisa bercanda ya, ibu mana yang suka anak nya di banding bandingkan dengan anak orang lain?? Â saya jadi berfikir, ooh jadi untuk di terima di lingkungan ini harus tahan di cibir gitu yah? lebih baik saya berkarya saja di rumah karena lebih berfaedah.Â