Mohon tunggu...
Amelia Revivee
Amelia Revivee Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta

new writer

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TPST Piyungan Mengalami Peningkatan Volume Sampah, Bagaimana Solusinya?

27 Juni 2023   22:10 Diperbarui: 27 Juni 2023   22:33 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi Penulis


Yogyakarta, PNJ 9 - TPST Piyungan merupakan TPA regional Daerah Istimewa Yogyakarta yang menggunakan metode sanitary landfill untuk mengelola sampah rumah tangga dari berbagai kabupaten dan kota. Peningkatan volume sampah yang signifikan mengakibatkan pihak TPST Piyungan sulit melakukan pengelolaan terhadap sampah rumah tangga yang masuk. Untuk membantu pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, maka masyarakat juga harus mengambil peran dalam pengelolaan sampah. 

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2013, Sampah rumah tangga sendiri merupakan sampah sisa yang berasal dari kegiatan sehari-hari manusia dari rumah tangga. Semua sampah yang dikelola atau dihasilkan dari rumah tangga dapat disebut sebagai sampah rumah tangga, terkecuali tinja dan sampah spesifik seperti sampah B3, sampah akibat bencana dan lain sebagainya.

Peraturan tersebut juga menyebutkan bahwa Tempat Pengolahan Sampah Terpadu atau TPST merupakan tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, pengelolaan, pendauran ulang, dan pemrosesan akhir dari sampah. Salah satu contoh TPST yang ada di Yogyakarta adalah TPST Piyungan sebagai TPA Regional dimana sampah yang biasanya masuk ke TPST Piyungan berasal dari sampah rumah tangga. Sampah ini dibawa dari Kota atau Kabupaten Yogyakarta meliputi daerah Sleman dan Bantul, dan Yogyakarta melalui truk sampah milik pemerintah dan jasa pick-up sampah yang langsung diambil dari rumah-rumah.

Sumber: Staff Administrasi TPST Piyungan
Sumber: Staff Administrasi TPST Piyungan

Pada bulan Mei, angka volume sampah yang dibawa oleh truk dan jasa pick up sampah untuk dikelola oleh TPST Piyungan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan volume sampah yang masuk ke TPST Piyungan dikarenakan TPA kabupaten/kota masing-masing wilayah tidak melakukan pengolahan sampah rumah tangga. Hal ini menyebabkan TPST Piyungan mengalami kesulitan untuk mengelola sampah rumah tangga dari kabupaten/kota.

Tanggapan Kantor Pengelola TPST Piyungan

Marwan selaku staff pengelola TPST Piyungan bagian Administrasi menyatakan bahwa seharusnya sampah yang masuk merupakan sampah residu atau tidak dapat dimanfaatkan lagi, TPA kabupaten/kota seharusnya melakukan pemilahan sebelum dipindahkan ke TPST Piyungan agar proses pengelolaan di TPST Piyungan menjadi lebih mudah.  Namun hal ini masih sering diabaikan sehingga mengakibatkan semua sampah langsung diangkut menuju ke TPST Piyungan. 

Oleh karena itu, volume sampah yang masuk cenderung sama bahkan mengalami peningkatan. Untuk mencegah terjadinya peningkatan volume sampah yang melebihi kapasitas, pihak TPST Piyungan melakukan teknik pengelolaan penumpukan sampah Sanitary Landfill. Sanitary Landfill merupakan metode pengelolaan sampah dengan cara menimbun sampah dengan tumpukan tanah. 

“Di TPA Piyungan melakukan pengelolaan sanitary landfill, jadi sampah tidak dibiarkan terbuka begitu. Itu metode kita seperti itu. Jadi, ada penutupan tiap hari. Jadi, sampah yang masuk hari ini nanti langsung kita tutup terus sampah besok langsung kita tutup. Teorinya seperti itu ya,” ujar Marwan (26/6/2023).

Namun pengelola TPST Piyungan masih mengalami kesulitan untuk melakukan sanitary landfill dikarenakan pihak TPST Piyungan membutuhkan dua tempat pembongkaran. Adanya lahan yang tidak memungkinkan, menyebabkan pengelola memutuskan untuk melakukan penataan terlebih dahulu. Penataan tersebut dimulai dengan melakukan terasering yang kemudian akan dilapisi dengan geomembran. Geomembran merupakan lapisan yang kedap air sehingga limbah dari sampah rumah tangga yang dibuang tidak akan mencemari tanah. Pada hal ini, maka tingkat pencemaran tanah akan berkurang. 

Syarat dari penggunaan metode sanitary landfill adalah melarang adanya pemulung dan ternak di area TPST. Hal ini disebabkan karena keberadaan mereka dapat mengganggu aktivitas pengelolaan sampah oleh TPST Piyungan. Aktivitas yang dilakukan oleh para pemulung menyebabkan kawasan TPST Piyungan menjadi tidak tertata. Selain itu, adanya peternakan di daerah pengelolaan sampah dapat mengancam kesehatan hewan ternak dan hewan tersebut tidak bisa dikonsumsi karena sudah tercemar oleh sampah. Kebanyakan pemulung yang melakukan pemilahan sampah di TPST Piyungan sebenarnya bukan merupakan masyarakat sekitar, namun berasal dari luar daerah, yaitu Purwodadi dan Gunung Kidul. 

Pemulung Mengurangi Volume Sampah Rumah Tangga di TPST Piyungan

Melihat tidak adanya pemilahan sampah di TPST Piyungan, maka para pengepul dan pemulung melakukan pemilahan secara mandiri dan hasilnya akan dijual untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, memulung sampah dijadikan sebagai mata pencaharian bagi mereka. Maryono, selaku ketua komunitas pemulung yang sudah bekerja selama 28 tahun mengatakan bahwa adanya pemulung sebenarnya membantu mengurangi peningkatan sampah yang masuk ke TPST Piyungan. 

“Justru yang memilah dari temen-temen komunitas pemulung kami, yang mengais mulung, nanti dikumpulkan, setelah dikumpulkan nanti dipilah-pilah. Dengan jumlah pemulung kurang lebih 400 orang, nah itu memilah-milah. Secara nggak langsung pemulung berperan sekali untuk mengurangi debit sampah yang ada di TPST Piyungan,” ujar Maryono (26/6/2023)

Solusi dari Pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY

DLH-K DIY selaku pihak pemerintah yang menaungi TPST Piyungan menyatakan pengelolaan sampah perlu dilakukan oleh pihak kota/kabupaten dengan menggunakan berbagai metode untuk mengurangi volume sampah di TPST Piyungan sebagai pembuangan terakhir. Pengelolaan ini diatur di dalam Peraturan Daerah Provinsi DIY No. 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Rumah Tangga. Hal ini disampaikan oleh Veronica selaku Seksi Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah P3 Dinas Lingkungan Hidup.

“Iya, jadi pemerintah kabupaten/kota harus menekan sampah yang dibuang ke TPA Piyungan seminimal mungkin, makanya kota ada gerakan zero sampah anorganik. Biar yang masuk ke sana cuma organik. Jadi cepat terurai, TPA-nya nggak menumpuk,” ujar Veronica, (23/6/2023).

“Selain itu, ada TPS3R sebagai tempat pengolahan sampah dengan sistem 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Nah, di TPS3R, akan terjadi banyak proses untuk pengurangan sampah yang masuk ke TPA. Misalnya, yang jelas pertama, pemilahan, kayak bank sampah yang masih bernilai, jadi dipisahkan untuk dijual. Yang kedua, pengolahan sampah organik untuk dijadikan kompos, maggot, atau juga eco enzim. Di Peraturan Gubernur DIY tahun 2021 kami bikin kajian tentang TPS3R ada 64 TPS3R”, sambungnya.

Veronica menegaskan bahwa seluruh penghasil sampah masyarakat memiliki kewajiban untuk mengelola sampah yang dihasilkan oleh masing-masing individu, sehingga Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DIY sering melakukan sosialisasi dengan penekanan pada “Ayo Kelola Sampahmu Sendiri” supaya dapat mengurangi volume sampah rumah tangga. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun