Tirakatan merupakan bentuk permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar ritual tradisi Siraman Gong Mbah Pradah dapat berjalan dengan lancar tanpa suatu halangan apapun dan diihindari hal-hal yang tidak diinginkan. Malam tirakatan dimulai dengan istighosah, khotmil quran, dan tahlil (Devi et al. 2021).
- Penguburan kepala kambing di Desa Dadapan
Penguburan ini dilakukan tepat di hari pelaksanaan ritual tradisi Siraman Gong Mbah Pradah, dengan bunga tujuh rupa yang sudah dironce serta tujuh buah gentong yang sudah diisi dengan air dari sumur yang bersumber di sanggar Gong Mbah Pradah. Air yang ada di gentong inilah nantinya akan dipakai untuk memandikan dan mensucikan Gong Mbah Pradah. Setelah semua selesai, tepat pukul 06.00 WIB acara dilaksanakan yang diawali dengan penguburan sesajen berupa kepala kambing beserta jeroannya (bagian dalam kambing), sesajian, serta bunga-bunga seperti bunga mawar, bunga kenaga, dan lain-lain (Devi et al. 2021).
- Prosesi siraman
Prosesi ini dilaksanakan pada pukul 07.00 WIB dimulai dengan tokoh budaya setempat membacakan sejarah singkat tentang tradisi Siraman Gong Mbah Pradah, kemudian semua panitia siraman naik ke panggung pemandian untuk melaksanakannya (Devi et al. 2021).
- Tahap penutup
Tahap ini merupakan penyempurna dari ritual tradisi Siraman Gong Mbah Pradah. Maksudnya adalah penutupan acara pusaka dengan dipukulnya Gong Mbah Pradah sebanyak tujuh kali. Hal tersebut menunjukkan keidentikan tradisi di Jawa yaitu angka tujuh yang artinya pitulungan, dengan membaca "suwantenipun sae nopo awon?" yang artinya "suaranya bagus atau jelek?". Setelah dipukul, kemudian ditutup dengan kain mori itu menunjukkan bahwa orang yang sudah dibersihkan, dimandikan, dibedaki, jangan dikotori lagi dengan hal-hal yang tidak baik (Devi et al. 2021)
Makna Tradisi Siraman Gong Mbah Pradah di Lodoyo Kabupaten Blitar
      Siraman Gong Mbah Pradah dianggap mempunyai kekuatan tersendiri yang mampu menolong masyarakat Lodoyo agar terhindar dari marabahaya yang dapat mengancam kemakmuran masyarakat (Ilaina et al. 2018).
Tradisi Siraman Gong Mbah Pradah yang bertepatan dengan Maulud Nabi Muhammad SAW memiliki perbedaan dengan daerah lain. Perbedaan itu dilihat dengan adanya ritual penyucian Gong Mbah Pradah yang menjadi warisan dari para leluhur dan dilestarikan hingga kini (Ilaina et al. 2018).Â
Masyarakat Lodoyo mempercayai bahwa jika ritual tersebut tidak dilaksanakan, maka akan berdampak pada masyarakat disana. Dengan itu harus tetap dilaksanakan ritual tersebut yang harapannya akan datang kesejahteraan seperti Nabi Muhammad SAW yang membawa kesejahteraan bagi umat islam di seluruh dunia. Selain itu, dengan mempercayai tradisi Siraman Gong Mbah Pradah akan melindungi masyarakat sekitar dari malapetaka yang dapat mengancam ketentraman Desa Lodoyo, seperti kekeringan, kemiskinan, dan lain-lain (Ilaina et al. 2018).
Sumber Rujukan:
Soekanto, Soerjono. 1990. "Sosiologi Suatu Pengantar". Jakarta: Rajawali Pers.
Ilaina, Sari, Halimatussadiah, Juni 2018. Â Dalam jurnal "Makna dan Relevansi Simbolik Siraman Gong Kyai Pradah Lodaya dengan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Desa Lodaya Blitar". Â Vol. 12 No. 01.