Mohon tunggu...
Amelia Nurfadhillah
Amelia Nurfadhillah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Amelia Nurfadhillah 18 y.o Libra

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel | Broke and Lost

5 Maret 2020   22:11 Diperbarui: 5 Maret 2020   22:25 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustration (dokpri)

17 tahun sudah aku hidup di dunia ini. Hidup dengan segala suka duka. Dengan segala mutiara kehidupan. Aku adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Adik lelaki ku sekarang menginjak kelas 6 SD dan adik perempuan ku sekarang menginjak kelas 3 SD. 

Saat ini aku telah duduk di bangku kelas 3 SMA, dimana sebentar lagi aku akan menempuh Ujian Nasional. Semua anak yang akan menempuh ujian nasional itu haruslah mendapatkan support orang-orang terdekatnya. Seperti dukungan dari keluarga. Bukan hanya ucapan semangat, tetapi kondisi tempat tinggal keluarga yang sangat berpengaruh menurutku. 

Sejatinya semua orang di dunia ini tidak menginginkan pertikaian dalam keluarga nya. Walaupun itu permasalahan dari orangtuanya. Semua orang ingin bahagia dalam keluarganya. 

Tetapi Tuhan menghadirkan percikan-percikan permasalahan untuk menguji bagaimana cara hambanya menyelesaikan nya. Apakah dengan kepala dingin atau dengan kepala panas? Semua tergantung cara para manusia menyikapi hal tersebut.

***

Aku masih ingat kejadian itu, kejadian yang Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri. Pagi itu, Ibuku memerintahkan Aku untuk membuang sampah yang ada di dapur ke tempat pembuangan. Plastik sampah itu sudah Ku ikat, dan Aku sudah siap melangkahkan kaki untuk membuang nya.

Entah bagaimana awalnya, disitu Aku melihat kejadian hebat di depan mataku. Kejadian itu terjadi saat Aku sudah keluar dari dapur membawa kantong sampah, ya, pertikaian diantara orangtuaku. Aku yang saat itu belum bisa berbuat apa-apa, hanya bisa menangis. 

Dan kantong sampah itu Aku simpan kembali ke dapur, lalu Aku berlari ke kamarku yang berada di lantai atas. Ku tutup pintu kamarku dan Akupun bersandar di pintu itu. Aku menangis dan terus saja menangis.

"Sebenarnya apa yang terjadi??" Ucapku lirih nyaris tak terdengar diiringi air mata yang mulai mengalir membasahi pipiku.

Aku terus saja menangis sesenggukan. Aku takut apa yang terjadi selanjutnya. Sementara pertikaian tersebut terus saja berlangsung. Aku semakin ketakutan.

'Ya Allah, tolong lah hamba-Mu ini', lirihku.

Aku terus saja berdoa agar semuanya segera terhenti. Hingga beberapa saat kemudian Aku mendengar suara pintu gerbang terbuka dan kembali tertutup diiringi dengan deru kencang motor.

'Ya Allah, apa yang sebenarnya terjadi?', lirihku kembali. 

Air mataku sudah berhenti menetes, tapi pikiranku tak bisa teralih dari kejadian itu. Kejadian yang membuatku takut keluar dari kamarku, yang membuatku takut menemui orang banyak. 

Aku pun memutuskan beranjak ke kasur. Aku mencoba menenangkan pikiran ku yang kalut akan kesedihan. Aku berdialog dengan diriku sendiri. 

'Apa yang harus kulakukan sekarang? Aku takut. Aku takut kejadian yang sama akan terulang kembali. Hikss,  Aku takut mereka berpisah. Aku takut. Aku takut, hikss. Tolong Aku, Aku sangat takut. Hikss..' 

Aku terus saja berdialog sendiri. Hingga tak terasa mataku mulai tertutup dan aku pun terlelap dalam tangis.

Aku senang sekali, akhir-akhir ini mereka kembali berdamai. Rasanya Aku ingin mengumumkan kepada Dunia bahwa Aku sangat senang sekali.

***

Sekarang Aku duduk di bangku kelas 3 SMA. Sebentar lagi, Aku akan menempuh ujian yang lebih besar.

Beberapa hari belakangan ini, Aku disibukan dengan setumpuk tugas-tugas dari hampir semua mata pelajaran. Katanya sih sebagai syarat untuk kelulusan. 

Huftt...

Lelah sekali rasanya hari ini. Tugas-tugas sekolahku sepertinya terus bertambah setiap harinya. Apalagi di semester terakhir ini. Rutinitasku akhir-akhir ini hanya menulis tugas, tugas, tugas dan tugas. Tidak di rumah maupun sekolah. Arghh... Rasanya Aku ingin berteriak saat itu juga.

Selepas bel pulang berbunyi, Aku memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Bersama dengan Si Hitam yang selalu menemaniku bepergian lebih cepat ketimbang menggunakan transportasi umum. 

"Guys... aku pulang duluan ya. Mau lanjut kerjain portofolio", ucapku kepada sahabat-sahabatku yang saat itu masih berada di kelas.

"Oh, iya Dila. Hati-hati ya!" ucap sahabatku.

Aku hanya membalasnya dengan isyarat yang mengatakan 'oke' kepada mereka. Di perjalanan pulang, Aku sudah membayangkan apa saja yang akan Aku lakukan sesampainya di rumah. 

Setelah memarkirkan kendaraan Ku di garasi, Aku bergegas untuk segera masuk. Saat hendak memasuki pintu, Adikku dan sepupuku juga akan masuk ke rumah. Oh ya, sepupuku ini bernama Maya dan adikku bernama Firda. Usia adikku Firda 2 tahun lebih muda dari Maya.

Selesaiku kembali menutup pintu, Mereka sudah pergi menuju lantai 2. Sementara Aku masih ingin berdiam terlebih dahulu di ruang Keluarga sambil menyaksikan siaran TV saat itu. Selang 10 menit, adik dan sepupuku sudah kembali ke lantai bawah dan Mereka langsung saja pergi ke luar rumah.

"Firda, mau kemana kamu?" ucapku sambil sedikit berteriak dari dalam rumah.

"Aku mau main di rumah nya Maya, Kak" ucapnya tak kalah kencang. Dan mereka berlari menuju rumah Maya.

'huh dasar... ganti dulu baju deh'

Setelah berganti baju, Aku kembali turun ke lantai bawah untuk mengisi perutku yang keroncongan. Dan juga menghabiskan waktu untuk beristirahat sejenak sambil menonton siaran TV. Setelah jam 6 sore, Ibuku menyuruh Ku untuk memanggil Firda di rumah Maya.

Tok..tok. tok..

"Bibi?" panggilku di balik pintu. Tak lama Bibi Ku pun membukakan pintu dan keluar.

"Bi, ada Firda?" lanjutku.

"Lohh,, Bibi  kira Firda sama Maya juga ada disana. Soalnya disini juga gak ada." Jawab Bibiku mulai cemas, apalagi adzan Maghrib sebentar lagi akan berkumandang. "Bibi coba cari dulu ya" lanjutnya.

"Yaudah Bi, Aku juga mau bilang dulu" ucapku. Aku pun kembali lagi ke rumah dan segera memberitahu orangtuaku.

"Bu, ga ada di rumah Maya" ucapku setelah memasuki  pintu rumah.

Ibu Ku menghentikan aktivitas nya, "Loh, bukannya tadi ke rumah Maya." 

"Kenapa?" Tanya Ayahku yang baru saja keluar dari kamar.

"Ayah cari dulu ih, Ibu khawatir" ucap Ibuku.

"Ya udah, ayo cari sekarang. Pasti gakan jauh" ucap Ayahku.

"Nanti aku nyusul cari Firda nya" ucapku sedikit teriak .

"Iya, jangan lama-lama!" ucap Ibuku saat hendak keluar rumah.

***

Sekarang adzan Maghrib sudah mulai bersahutan. Tapi Firda dan Maya belum ditemukan juga. Orang-orang disekitar juga mulai bergerombol membantu. Namun sebagian melaksanakan sholat berjamaah terlebih dahulu.

Setelah sholat berjamaah di masjid selesai, tetanggaku yang kelas 6 SD memberitahu kepada kami. 

"Kak Amel, tadi aku liat pas lagi sholat ada yang lewat pakai baju warna kuning. Itu seperti Maya. Aku liat mereka lari keluar dari gang masjid." jelas Ridho.

"Ayo Do, temenin Aku cari. Siapa tahu masih deket" ajak Ku.

Saat sedang mencari, Aku teringat bahwa sekarang adalah malam jumat. Malam yang cukup sakral. Pikiran Ku sudah tidak tenang mengingat malam ini. Aku takut adik Ku tidak ditemukan. Aku cemas sekali.

'Ya Allah, bantulah kami. Berikanlah kami petunjuk Ya Allah' doaku di sepanjang jalan.

***

Setelah Aku berkeliling mengitari masjid, Aku memutuskan untuk kembali ke rumah. Dipekarangan rumah, Aku sudah melihat banyak orang berkumpul.

"Ceu, senah aya budak nu peungit nya? (Mba, katanya ada anak yang hilang ya?)" Ucap salah satu warga.

"Muhun saurna mah ceu (Iya katanya Mba)" jawab warga yg lainnya.

Aku mencoba kembali menerobos kerumunan warga yang berkumpul di depan rumahku. Di teras rumah, Aku sudah melihat Maya berada di pelukan Mama nya.

Saat itu juga aku hampiri Maya. Dia nampak murung di pelukan Mama nya. 

"Maya geulis, atos eeut teu acan? (Maya cantik sudah minum belum?)" Ucap Tante Lia.

Maya hanya menjawab dengan gelengan. Akupun berinisiatif mengambilkan minum di rumah.

'Kok rasanya di dalam rumah panas banget ya? Ah bodoamat lah, yang penting Aku ambil minum dulu deh' ujarku dalam hati.

Saat Aku berada di ruang tengah, Aku melihat Ibu dan adikku Firda yang dalam pelukannya sedang menangis. Tapi rasa panas itu semakin menjadi-jadi. Aku tak kuat berlama-lama.

Akupun mempercepat langkah Ku menuju Dapur dan segera menyambar gelas yang ada di meja makan dan mengisinya dengan air minum.

Saat Aku keluarga dari dapur, Aku melihat buyut Ku menghampiri Firda dan Ibuku yang sedang duduk di kursi.

"Firda teu kunanaon? (Firda enggak apa-apa?)" Tanya Buyut Ku.

"Ieu mah aya nu nyumpurkeun, ieu mah aya nu nyumputkeun! (Ini ada yang menyembunyikan)!" Ucap Buyut Ku dan kulihat matanya memerah dan menelototi Adikku.

Aku segera keluar untuk memberikan minum itu kepada Maya. Tapi aku masih bisa mendengar apa yang Buyut Ku katakan.

"Sia nu nyumputkeun! Dasar Jawa Maneh! (Kamu yang menyembunyikan nya! Dasar Jawa kamu!)" 

" Istighfar Ema, istighfar. ( Istighfar Buyut, istighfar)." Ucap Kakek Ku.

Saat itu juga anak bungsu dari Buyut Ku masuk ke dalam rumah. Dan yang aku dengar anak bungsu nya pun kemasukan. Aku bergegas keluar rumah menemui Maya.

Saat Aku sudah berada diluar, Aku segera memberikan Maya minum dan beberapa orang laki-laki berhamburan masuk ke rumah Ku untuk membantu Buyut dan anak bungsu nya yang kemasukan 'mereka' yang tak kasat mata.

Aku sungguh cemas sekali. Karena pintu rumah ditutup oleh beberapa orang agar tidak terlalu banyak yang masuk.

'Ya Allah ada apa lagi ini?' lirih Ku dalam cemas.

***

Setelah semua situasi kembali normal, Aku sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Awalnya Firda dan Maya bermain air di bak kamar mandi rumah Maya. Dan mereka ketahuan oleh Kakak Maya yang kelelahan selepas pulang dari sekolah. Mungkin karena tersulut emosi, Kakak Maya memarahi adiknya hingga adiknya itu ketakutan dan tidak mau kembali ke rumah. 

Maya yang Ku tahu adalah anak yang jika sudah begini ya harus diikuti begini. Bisa dibilang, dia adalah anak yang manja.

Mereka pergi sejak jam 4 sore, dan ditemukan jam 7.30 malam. Mereka ditemukan di sebuah gang buntu yang minim pencahayaan. Katanya saat Ayahku akan memasuki gang itu, Ia merasa seperti ada yang mencegah nya masuk. Namun Ayahku menepiskan perasaan tersebut dan memasuki gang itu dengan di temani oleh tetanggaku itu. 

Ya, mereka ditemukan. Adikku ditemukan sedang menghadap ke arah gang dan Maya menyerong ke pinggir seperti sedang mendengarkan seseorang berbicara. Ayahku melihat disana seperti ada bayangan hitam besar di samping Maya. 

Ayahku segera mengambil mereka dan bergegas membawa mereka keluar dan pulang menuju rumah.

***

Maya mengatakan bahwa saat mereka pergi, ada 2 bayangan hitam besar yang mengikuti mereka hingga tiba di depan rumahku, salah satu bayangan tersebut diam dan yang satunya lagi ikut masuk ke rumahku. 

Bayangan hitam itu bergelayun di pundak Ibuku. Lalu saat buyut Ku datang, bayangan itu pindah ke Buyut Ku. Pada saat anak bungsu nya datang, bayangan hitam itu kembali pindah ke anak bungsu nya itu.

***

"Firda, maaf. Ibu sama Ayah udah ngebiarin kalian, terutama kamu Firda. Ibu sama Ayah sekali lagi minta maaf" ucap Ibuku berlinang air mata.

"Iya, Ayah sama Ibu janji gak akan mengulang kesalahan yang sama" ucap Ayahku.

Aku, adik-adikku, Ibuku, dan Ayahku saling memeluk. Kami tak mau kejadian yang sama akan terulang kembali.

Terimakasih Ibu, Terimakasih Ayah...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun