Mohon tunggu...
Amelia Meidyawati
Amelia Meidyawati Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswi Magister Akuntansi Dosen Prof. Dr. Apollo M.Si.Ak. NIM 55520120009 AMELIA MEIDYAWATI Universitas Mercubuana Jakarta

Penggemar Perpajakan yang selalu antusias menyelami ilmu baru... Mahasiswi Magister Akuntansi Dosen Prof. Dr. Apollo M.Si.Ak. NIM 55520120009 AMELIA MEIDYAWATI Universitas Mercubuana Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Asas Keadilan Pada Tarif Pajak UMKM TB1 Pajak Kontemporer

9 Oktober 2021   20:54 Diperbarui: 10 Oktober 2021   01:24 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Atau sebaliknya, akan terjadi ketidakadilan jika beban pajak yang ditanggung berbeda oleh wajib pajak yang memiliki tingkat penghasilan yang sama. Agak bias sebenarnya jika melihat keadilan yang ideal dalam system perpajakan, karena manfaat langsung yang dirasakan tidak terlalu dirasakan oleh indra masyarakat.

Banyaknya pembuatan peraturan baru dan atau pembaharuan peraturan perpajakan, dinilai sebagai pembatasan yang terlalu banyak dalam satu lingkup bahasan. 

Adanya isu penguntungan salah satu kelompok pembayar pajak menjadi boomerang tersendiri dalam menjunjung prinsip keadilan tersebut. Satu paket peraturan belum tentu dapat mengantisipasi semua risiko untuk mengurangi ketidakadilan tersebut

Indonesia merupakan salah satu negara, dimana pendapatan terbesarnya bersumber dari penerimaan pajak. Untuk meningkatkan kontribusi penerimaan negara yang berasal dari sektor pajak, pemerintah berusaha membantu dengan melahirkan pph final tersebut. 

Hal ini selaras dengan jumlah UMKM yang ada di Indonesia sebesar 98,8% dari total unit usaha; tenaga kerja UMKM sebesar 96,99% dari total tanaga kerja; dan produk domestik bruto sebesar 60,3% dari PDB (https://www.depkop.go.id).

Implementasi PP 23 Tahun 2018 membawa angin segar kepada pelaku usaha di tengah kondisi ekonomi yang masih lemah, dengan harapan mereka tidak terlalu terbebani dengan jumlah pajak yang cukup tinggi. 

Selanjutnya UMKM diharapkan mampu menjalankan dan meningkatkan kualitas usaha melalui sisa penghasilan yang diperoleh dari pengurangan beban pajak. Namun perlu diingat, saat ini cukup banyak UMKM yang tumbang diterjang topan pandemic.

Dipertengahan bulan September lalu, merebak isu bahwa pemerintah akan menaikkan kembali PPh UMKM menjadi 1% tahun depan. Hal ini tentu menjadi polemic tersendiri bagi UMKM yang terdampak pandemic. Pemerintah dinilai membebani UMKM jika memang benar tarif tersebut akan naik. Hal ini tentu tidak memikirkan azas keadilan bagi UMKM yang ingin bangkit kembali dari terpaan badai yang mereka alami.

Selang 1 bulan semenjak isu tersebut berhembus, terdapat isu terkait Rancangan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang mengatur beberapa aturan baru berkaitan dengan perpajakan. 

Topik ini meramai berawal dari disahkannya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dalam Sidang Paripurna pada Kamis(7/10/2021), dan disusul dengan konferensi pers oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada hari Kamis(7/10/2021).

Pemerintah bakal membebaskan pajak penghasilan (PPh) untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) perseorangan dengan penghasilan dibawah Rp500juta pertahun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun