Semakin berkembangnya era teknologi dan informasi, berita yang berasal dari berbagai belahan dunia menjadi sangat mudah diakses. Masyarakat kini juga bisa memproduksi informasi mereka sendiri dan menyebarkannya kepada khalayak luas. Hal ini lah yang menyebabkan semakin tingginya jumlah hoaks yang beredar di tengah masyarakat, terutama yang berkaitan dengan politik dan kesehatan.
Menurut survei Katadata Insight Center (KIC) yang bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta SiBerkreasi, setidaknya 30% sampai hampir 60% orang Indonesia terpapar hoaks saat mengakses dan berkomunikasi melalui dunia maya.
Sementara hanya 21% sampai 36% saja yang mampu mengenali hoaks. Kebanyakan hoaks yang ditemukan terkait isu politik, kesehatan dan agama. Direktur Riset Katadata Insight Center, Mulya Amri mengatakan selain kemampuan mengenali hoaks masih rendah, tingkat literasi digital orang Indonesia juga masih belum cukup tinggi.
Sebelum pandemi muncul, hoaks paling banyak ditemukan di ranah kesehatan. Terutama di masa pandemi saat ini, hoaks sangat mudah tersebar dan dipercaya oleh masyarakat luas.
Hal tersebut tak hanya bisa menimbulkan perpecahan dan menyebarkan ketakutan kepada masyarakat, namun juga bisa mempersulit koordinasi antara pemerintah dan masyarakat untuk memerangi pandemi agar berakhir. Masyarakat jadi abai terhadap protokol kesehatan, menulari penyakit ke orang-orang sekitarnya, dan menambah jumlah kematian akibat pandemi Covid-19.
Berangkat dari permasalahan tersebut, sekelompok mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro, melakukan sosialisasi upaya tangkal hoaks sebagai program KKN mereka. Karena terhalang PPKM, KKN yang dilakukan harus dilaksanakan secara online.
Mereka pun memutar otak untuk menjalankan sosialisasi ini dengan efektif dan tetap menarik bagi masyarakat. Oleh sebab itu, timbulah rencana untuk membuat sosialisasi dalam bentuk video kreatif.
“Idenya bagus dan semoga nantinya di lapangan bisa dipraktekan oleh masyarakat sini,” kata Jiyanto sebagai Ketua RT 06, RW 03, Kelurahan Jatingaleh.
Edukasi mengenai hoaks sudah sering dilakukan, namun tidak semua orang memiliki waktu untuk mengecek sumber dan kredibilitas sebuah pemberitaan. Karenanya, sekelompok mahasiswa ini mencoba untuk mensosialisasikan chatbot whatsapp Kalimasada dari MAFINDO sebagai upaya tangkal hoaks.
Chatbot yang dikembangkan oleh MAFINDO (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia) ini merupakan pendeteksi hoaks yang dikembangkan oleh anak bangsa dengan cara mengirim pesan melalui Whatsapp.
Video dengan durasi kurang lebih 4 menit tersebut dikerjakan oleh 8 orang mahasiswa. Masing-masing memiliki jobdesk yang berbeda sesuai keahlian dan latar belakangnya masing-masing. Amelia Nur sebagai konseptor, Gayatri sebagai penulis naskah, Mimi sebagai talent, Naomi sebagai pengatur Audio, Averina sebagai videografer, Aurisa sebagai presenter, serta Albert Rivai sebagai editor video.
Video tersebut berbentuk sketsa yang menggambarkan bagaimana hoax bisa tersebar, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai chatbot Kalimasada dari MAFINDO. Untuk penyebarannya, video tersebut disebar melalui grup Whatsapp RT dan RW di kelurahan Jatingaleh, beserta sosial media seperti Youtube dan Instagram.
“Respon dari masyarakat cukup baik, karena sekarang kan gencar-gencarnya hoax, jadi banyak respon positif dari masyarakat untuk video tersebut,” pendapat Rina selaku Ketua PKK RT 06, RW 07, Kelurahan Jatingaleh, mengenai program tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H