Mohon tunggu...
Amelia DwiFironika
Amelia DwiFironika Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Hobi memasak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jalan Menuju Jas Putih

25 November 2024   13:22 Diperbarui: 10 Desember 2024   21:51 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di rumah, setelah menyantap makan malam sederhana yang penuh kehangatan, Devano duduk bersama orangtuanya di ruang tamu. Ruangan itu terasa begitu nyaman, dengan cahaya lampu temaram yang memberi kesan kedamaian. Mereka berbincang santai tentang masa lalu, masa kini, dan rencana masa depan. Devano mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada orangtuanya atas segala pengorbanan dan cinta yang telah mereka berikan, yang membuatnya sampai pada titik ini.

“Kalian adalah pahlawan sejati dalam hidupku,” kata Devano dengan suara yang penuh haru, menahan air mata yang hampir tumpah. “Tanpa kalian, aku tidak akan pernah bisa mencapai semua ini. Aku tahu ini tidak mudah bagi kalian, dan aku sangat berterima kasih atas segala hal yang telah kalian lakukan untukku.”

Raka dan Gendis tersenyum bahagia mendengar kata-kata Devano. Mata mereka berbinar, penuh kebanggaan, saat melihat anak mereka tumbuh menjadi seseorang yang tidak hanya sukses di bidangnya, tetapi juga menyadari betapa pentingnya keluarga dan pengorbanan orang tua. Mereka tahu bahwa semua usaha dan pengorbanan mereka selama ini tidak sia-sia. Mereka berhasil membesarkan anak-anak mereka dengan baik, dan sekarang mereka bisa melihat hasil dari kerja keras mereka.

Mengingat kembali awal-awal masa perkuliahannya, Devano merasa seolah baru kemarin ia meninggalkan desa untuk melanjutkan pendidikan di kota besar. Ia merasakan betapa sulitnya beradaptasi dengan kehidupan yang jauh lebih cepat dan sibuk dibandingkan kehidupan di desa. Namun, ada satu hal yang selalu membantunya tetap bertahan—pesan ibunya. "Tetap tegar, Nak. Jangan pernah menyerah, karena di balik setiap kesulitan pasti ada jalan keluar."

Di tengah kesibukan kuliah, Devano juga bekerja paruh waktu untuk membantu biaya hidup dan kuliahnya. Ia menjadi guru les bagi anak-anak sekolah yang membutuhkan bantuan belajar. Meskipun lelah, ia merasa sangat puas karena bisa membantu mereka, sekaligus belajar banyak tentang kesabaran dan ketekunan. Setiap kali ia merasa ingin menyerah, ia teringat pada wajah-wajah anak-anak itu yang tersenyum bangga setiap kali mereka berhasil memahami pelajaran. Itu memberinya semangat untuk terus maju.

Sekarang, semua pelajaran yang ia dapatkan selama masa kuliah ia terapkan dalam pekerjaannya sebagai dokter. Ia tidak hanya memberikan pengobatan, tetapi juga perhatian yang mendalam pada setiap pasiennya. Devano selalu berusaha untuk memahami mereka, tidak hanya dari segi fisik, tetapi juga dari segi emosional. Ia tahu bahwa setiap orang memiliki cerita, dan terkadang yang mereka butuhkan bukan hanya obat, tetapi juga seseorang yang mau mendengarkan mereka. Setiap senyuman pasien yang sembuh menjadi penghargaan terbesar baginya.

Selain itu, Devano juga aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan masyarakat di desanya. Ia tidak hanya bekerja di puskesmas, tetapi juga terlibat dalam banyak kegiatan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup warga desa. Ia membantu mengorganisir acara-acara sosial, memberikan seminar tentang pentingnya kesehatan, dan bahkan mendampingi anak-anak dalam kegiatan ekstrakurikuler. Devano percaya bahwa kesehatan tidak hanya terbatas di dalam puskesmas, tetapi juga ada di luar puskesmas—di dalam kehidupan sehari-hari, di dalam keluarga, dan dalam hubungan antarwarga desa.

Lama kelamaan, Devano melihat perubahan yang signifikan di desanya. Anak-anak desa semakin semangat belajar dan meraih prestasi, orangtua semakin menyadari pentingnya pendidikan untuk masa depan anak-anak mereka, dan masyarakat semakin sadar akan pentingnya menjaga kesehatan tubuh dan pikiran. Satu demi satu, penyakit yang dahulu sulit diatasi kini bisa dikendalikan dengan pengetahuan dan kesadaran yang lebih baik. Warga desa pun semakin terbuka untuk berkolaborasi dalam program-program kesehatan yang diinisiasi oleh Devano.

Kini, setelah delapan tahun mengabdi di desanya, Devano merasa bangga dan bahagia melihat hasil dari kerja kerasnya. Ia tidak hanya melihat sebuah desa yang lebih sehat secara fisik, tetapi juga masyarakat yang semakin peduli terhadap kesejahteraan satu sama lain. Warga desa yang dahulu terbelakang dalam hal pendidikan dan kesehatan kini semakin percaya diri untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.

Pada suatu sore, saat Devano duduk di depan puskesmas, seorang ibu yang telah lama menjadi pasiennya mendekat. "Dokter, terima kasih. Anak saya kini sudah sehat dan bisa kembali bersekolah. Kami semua merasa diberkati dengan adanya Anda di desa ini," kata ibu itu dengan mata berkaca-kaca. Kata-kata itu membuat hati Devano semakin mantap dalam tekadnya.

Devano tersenyum, mengangguk dengan tulus. "Terima kasih, Ibu. Semua ini berkat kerja keras kita bersama. Saya hanya ingin setiap orang di sini bisa merasakan apa yang saya rasakan—kehidupan yang penuh harapan dan kesempatan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun