Mohon tunggu...
Afifatul Amelia
Afifatul Amelia Mohon Tunggu... Wiraswasta - Siapapun bisa jadi Apapun 🌹

Siapapun bisa jadi Apapun

Selanjutnya

Tutup

Money

Anda Tahu, Sifat yang Berlebihan Itu Tidak Baik Loh!

15 Februari 2019   19:02 Diperbarui: 15 Februari 2019   19:04 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dalam kehidupan modern dewasa ini, fenomena sosial dari kehidupan yang konsumtif dan berkemewahan telah menjadi tren baru di kalangan orang-orang yang kaya secara material dan finansial, tetapi miskin secara spiritual. Bahkan terjadi perlombaan kemewahan yang diperlihatkan secara terbuka sehingga wajah kesenjangan ekonomi itu terasa menyakitkan, terutama bagi orang-orang yang berpenghasilan rendah dan termiskinkan.

Dalam perkembangannya, sikap HEDONISME (pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia) dalam kehidupan masyarakat modern semakin tak terkendalikan, semuanya berusaha mengejar kekayaan, uang dan kekuasaan untuk memuaskan sikap hedonismenya dalam hidup. 

Hedonisme yang bertumpu pada faham hawa untuk bersenang-senang secara fisik saja, untuk memuaskan nafsunya belaka, sebenarnya didorong oleh penguasaan dan pe musatan kekayaan pada kelompok-kelompok tertentu yang cenderung untuk pamer dan memamerkan kelebihannya itu.

Hedonisme masyarakat juga telah mendorong kegiatan ekonomi dan bisnis baru yang mendorong lahirnya perusahan dan industri barang-barang mewah yang mencengangkan banyak orang dan tidak mungkin terjangkau oleh kehidupan orang-orang miskin. Akibatnya, sikap materialisme yang memandang uang adalah segala-galanya dan jadi alat pemuas hawa nafsu yang paling efektif menjadi Tuhan baru,  menjadi tujuan hidupnya, diperebutkan mati-matian dan dipertuhankan di mana-mana.

Sekularisme yang memandang hidup ini hanya di dunia dan bertujuan untuk mendapatkan kesenangan di dunia saja telah menjerumuskan banyak anak muda yang hanya mencari dan mengejar kesenangan yang hanya sesaat, seperti narkoba dan free sex yang pada akhimya menyeret mereka pada kesengsaraan hidup oleh penyakit pergaulan bebas serta frustrasi menghadapi tantangan kehidupan yang makin keras.

Semuanya berasal dari kehidupan yang bermewah-mewahan dan  berlomba dalam kemewahan, bahkan bermewah-mewahan juga terjadi dalam kehidupan keberagamaan.

Aspek konsumsi dalam ekonomi Islam dikembangkan dalam konsep kesederhanaan, keseimbangan dan tidak melampaui batas. Konsep kesederhanan antara yang satu dengan yang lainnya mungkin berbeda ukuran, tetapi apapun perbedaan ukuran itu, bukan berarti menghilangkan substansi kesederhanaan itu sendiri yaitu tidak berlebihan sehingga menciptakan kemubaziran.

[Qur'an surat al-Isra'  17:26-27] :  Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada tuhannya.

Islam adalah agama yang memiliki keunikan tersendiri dalam hal syari'ah, sangat komprehensif dan universal. Komprehensif berarti merangkum seluruh aspek kehidupan baik ritual maupun sosial. Universal berarti dapat diterapkan setiap waktu dan tempat.

Konsumsi pada hakekatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan. Konsumsi meliputi keperluan, kesenangan dan kemewahan. Kesenangan atau keindahan diperbolehkan asal tidak berlebihan, yaitu tidak melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan tidak pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur'an surat al-A'raf ayat 31 yang artinya:

 Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

Maksud dari arti ayat diatas adalah manusia dianjurkan untuk memakai pakaian yang indah setiap akan mengerjakan sembahyang atau thawaf keliling kabah atau ibadat-ibadat yang lainnya, dan yang dimaksud berlebih-lebihan ialah, jangan melampau batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.

Perlu dipahami bahwa, konsumen muslim tidak akan melakukan permintaan terhadap barang sama banyak dengan pendapatan, sehingga pendapatan habis. Karena mereka mempunyai kebutuhan jangka pendek (dunia) dan kebutuhan jangka panjang (akhirat). Hal ini berarti bahwa, permintaan harus dihentikan setelah kebutuhan dunia terpenuhi, karena ada kebutuhan akhirat yang harus dibayarkan, yaitu zakat. 

Dalam ilmu ekonomi konvensional, konsumsi agregat terdiri dari konsumsi barang kebutuhan dasar dan konsumsi barang mewah, dan yang dapat mempengaruhi konsumsi adalah tingkat harga dan pendapatan. 

Dalam Islam tingkat harga saja tidak cukup untuk mengurangi konsumsi barang mewah, tetapi dibutuhkan faktor moral dan sosial, di antaranya adalah kewajiban membayar zakat. 

Ajaran Islam sebenarnya bertujuan untuk mengingatkan umat manusia agar membelanjkan harta sesuai kemampuannya. Pengeluaran tidak seharusnya melebihi pendapatan dan juga tidak menekan pengeluaran terlalu rendah sehingga mengarah pada kebakhilan. Manusia sebaiknya bersifat moderat dalam pengeluaran sehingga tidak mengurangi sirkulasi kekayaan dan juga tidak melemahkan kekuatan ekonomi masyarakat akibat pemborosan.

Perilaku konsumen mempelajari bagaimana manusia memi lih diantara berbagai pilihan yang dihadapinya. Sesungguhnya pembagian Allah SWT atas rezeki hamba-Nya telah ditentukan batasan, kadar dan jenisnya. Allah SWT mengetahui kemampuan seorang hamba dalam membelanjakan dan mentasarufkan rezeki yang telah diberikan tanpa adanya sikap melampaui batas dan tindak keborosan. Selain itu, perbuatan untuk memanfaatkan atau mengkonsumsi barang-barang yang baik itu sendiri dianggap sebagai suatu kebaikan, sebab kenikmatan yang diciptakan Allah SWT kepada manusia adalah ketaatan kepada-Nya.

Perilaku konsumen adalah tingkah laku dari konsumen, di mana mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli, menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka. Fokus dari perilaku konsumen adalah bagaimana individu membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya mereka yang telah tersedia untuk mengkonsumsi suatu barang. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:

Dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya ia berkata, Nabi SAW bersabsa: ( makan dan minumlah, bersedekahlah serta berpakaianlah dengan tidak berlebihan dan tidak sombong).HR.Nasai.

Konsumsi pada dasarnya dibangun atas dua hal yaitu kebutuhan (hajat) dan kegunaan / kepuasaan (manfaat). Karena secara rasional, seseorang tidak akan pernah mengkonsumsi suatu barang manakala dia tidak membutuhkannya sekaligus mendapatkan manfaat darinya. Dalam perspektif ekonomi Islam, dua unsur ini mempunyai kaitan yang sangat erat (interdependensi) dengan konsumsi itu sendiri. Sebab ketika konsumsi dalam Islam diartikan sebagai penggunaan terhadap komoditas yang baik dan jauh dari sesuatu yang diharamkan, maka sudah barang tentu motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan aktifitas konsumsi juga harus sesuai dengan prinsip konsumsi itu sendiri. Maksudnya karakteristik dari kebutuhan dasn manfaat secara tegas juga diatur dalam ekonomi islam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun