Penutupan TikTok Shop yang dilakukan oleh pemerintah indonesia pada bulan Oktober lalu merujuk pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023, dengan alasan terkait dwifungsi yang dimiliki oleh TikTok. Dengan dihadirkannya TikTok Shop sebagai platform jual beli di dalam aplikasi media sosial, tentu berdampak pada pembentukan social commerce yang dilarang oleh pemerintah. Selain itu, penutupan ini juga didasarkan pada dugaan predatory pricing pada aktivitas ekonomi TikTok Shop. Predatory pricing adalah tindakan menetapkan harga terendah untuk menjual produk atau layanan. Harga tersebut seringkali di bawah biaya produksi (Afifatus et al, 2023). Tujuan dilakukannya predatory pricing adalah untuk bersaing sekaligus mengeliminasi kompetitor bisnis yang ada di pasar. Pengamat ekonomi digital Ignatius Untung Surapati menilai praktik predatory pricing yang dilakukan TikTok Shop adalah salah (Zakia et al, 2023). Dugaan adanya predatory pricing juga diperkuat dengan adanya promosi, diskon, maupun flash sale yang sering dilakukan oleh TikTok dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga produksi. Adanya predatory pricing yang terus berkelanjutan dan tidak terkendali akan menimbulkan adanya monopoli dan dominasi dalam pasar yang akan berakibat pada persaingan yang tidak sehat.
Keberadaan TikTok Shop dan e-commerce lain yang menggunakan predatory pricing dalam aktivitas ekonominya akan menciptakan ketidakseimbangan ekosistem dalam perekonomian, selain itu juga dapat mematikan UMKM yang ada. Menurut Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sebagaimana dikutip dalam (Zakia et al, 2023) menyatakan bahwa banyak perusahaan asing, terutama perusahaan China, yang menggunakan kecerdasan buatan untuk meneliti harga di pasar dalam negeri. Mereka kemudian meneliti sistem produksi dan bahan bakunya, lalu menjualnya dan menjualnya dengan harga yang jauh lebih murah. Mereka menggunakan kecerdasan buatan, mereka pergi ke Tanah Abang, meneliti dan mempelajari barang-barang yang dijual, seperti produk-produk di Tanah Abang yang khusus menjual fashion, ketika dipertimbangkan untuk dijual akan dipertanyakan. Keterlibatan pemerintah sangat diperlukan untuk mengawasi adanya praktik predatory pricing dengan mengendalikan diskon ataupun flash sale yang dilakukan oleh e-commerce.
Seperti yang dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, apabila TikTok Shop terus melakukan predatory pricing dan pemerintah tidak bertindak apa apa, maka akan mematikan UMKM Indonesia dan menghambat pertumbuhan ekonomi serta memungkinkan terjadinya monopoli perdagangan. Adanya perang harga yang diakibatkan oleh predatory pricing ini di satu sisi sangat menguntungkan konsumen karena mereka dapat mendapatkan produk dengan harga yang murah serta praktis karena melalui online dibandingkan dengan harus pergi ke toko offline yang memiliki harga jauh lebih mahal. Fenomena ini akan mengakibatkan penurunan harga yang juga dilakukan oleh pelaku usaha lain untuk bersaing di pasar yang akhirnya menyebabkan ketidakseimbangan harga di pasar. Apabila kompetitor tidak dapat bersaing lagi, maka sangat mungkin terjadinya monopoli perdagangan dan dominasi satu pihak di pasar. Sebagai salah satu penopang ekonomi Indonesia, runtuhnya UMKM akan sangat berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi negara serta aktivitas ekonomi internasional Indonesia.
Apa yang Harus Dilakukan?
Disinilah peran pemerintah sangat diperlukan untuk menjaga kestabilan perekonomian Indonesia dari predatory pricing, dan juga terkait ekonomi digital. Terkait kasus TikTok Shop yang ditutup sejak bulan Oktober lalu, pemerintah memberikan masa uji coba TikTok Shop yang melakukan kerjasama dengan Tokopedia hingga bulan April 2024. Selain itu, untuk menyiapkan perekonomian digital Indonesia di masa depan, pemerintah dan para pemangku kekuasaan perlu untuk menetapkan regulasi yang jelas terkait e-commerce dan aktivitasnya. Tidak hanya peran dari pemerintah, seluruh elemen masyarakat juga harus turut andil dalam memerangi predatory pricing dan mencegah ketidakstabilan ekonomi dengan menumbuhkan rasa cinta dan mulai menggunakan produk dalam negeri karena mayoritas produk yang dijual dalam e-commerce terutama TikTok Shop merupakan barang impor. Hal ini tentunya akan berdampak pada tidak bertumbuhnya UMKM Indonesia.
Indonesia dapat bersaing dan memperbaiki pertumbuhan ekonomi di era digital saat ini dengan mulai adanya regulasi yang sistematis dan jelas terkait e-commerce dan aktivitas didalamnya. Selain itu juga persiapan sumber daya untuk bersaing di era yang serba digital perlu untuk dilakukan, dan yang tak kalah penting adalah penanaman rasa cinta tanah air dengan ajakan, sosialisasi, dan aksi nyata yang dilakukan semua pihak untuk menggunakan produk-produk dalam negeri. Apabila pemerintah dan masyarakat bersama sama melakukan perannya untuk mempertahankan perekonomian Indonesia di era digital, maka akan berpengaruh pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Mari bersama-sama membangun ekonomi Indonesia, cintailah produk-produk dalam negeri!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H