“Yakin papa pakai baju ini?”
Di usianya yang 12, Tasya sangat paham penampilan papanya itu tidak umum dan tidak pula biasa.
“Hahaha... ya yakinlah. Nanti ada kejutan buat kamu. Makanya hari ini kita mengundang banyak orang untuk hadir di pesta ulang tahun kamu.”
“Oh ya? Makasih ya Papa, Mama.” Dipeluknya erat-erat tubuh kedua orang tuanya. Mardi terlihat terharu melihat anaknya bahagia. Pun demikian Helena. Kelopak matanya seketika bening, basah air mata.
Sekian lama mereka larut dalam haru, dan kemudian memutuskan berjalan beriring menuju pintu. Di luar, ratusan orang yang tadinya riuh bercengkrama seketika hening. Mereka terpaku tidak hanya oleh gaun mewah dikenakan Helena dan putrinya, tetapi juga oleh penampilan Mardi yang tak sebiasanya.
“Ayo sambut teman-temanmu Nak,” kata Mardi.
Tasya segera berlari ke kerumanan bocah-bocah undangan pesta ulang tahunnya. Sementara Mardi dan Helena segera saja menuju meja di bawah tenda yang juga dipenuhi undangan. Meja untuk tamu itu sesak bahkan nyaris tak menyisakan ruang halaman rumah Mardi yang luas layaknya istana.
***
Memiliki rumah megah dengan halaman luas, menjadikan Mardi digelari orang kaya di kampungnya. Kekayaannya itu ia peroleh setelah menikahi Helena, anak juragan besi rongsokan yang sudah menggeluti usaha itu hampir separoh hidup.
Sebelum menikah, Mardi yang tadinya berbadan kekar adalah salah satu pekerja di gudang penampungan besi bekas milik ayah Helena. Pembawaannya yang humoris dan mudah bergaul mampu memikat hati Si Bos sekaligus Helena yang merupakan anak semata wayangnya.
Si Bos tidak marah ketika tahu anak gadisnya dipacari Mardi. Ia menganggap Mardi adalah duplikasinya semasa muda.