Mohon tunggu...
ambuga lamawuran
ambuga lamawuran Mohon Tunggu... Jurnalis - Pengarang

Menulis novel Rumah Lipatan, novel Ilalang Tanah Gersang dan antologi cerpen Perzinahan di Rumah Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis Sekali Jadi, Percobaan "Bunuh Diri" Paling Keren

26 Mei 2019   11:07 Diperbarui: 26 Mei 2019   11:11 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan Kopong Bunga Lamawuran

Beberapa orang yang pernah saya jumpai kadang mengeluhkan satu persoalan yang selalu mereka hadapi sewaktu menulis.

Kalimat pembuka, kata mereka. Proses memulai sebuah tulisan dan memilih kalimat pembuka adalah kesulitan maha dahsyat yang, kadang, membuat mereka harus melepaskan alat tulis semenit setelah mereka memegangnya. Dengan pernyataan ini, para pembaca yang baik hati, biarlah kita bertanya pada diri kita sendiri: sekejam itukah sang 'kalimat pembuka'?

Baru-baru ini saya berjumpa seorang perempuan dan ia mengeluhkan hal serupa. Katanya dia sudah membaca banyak buku dan telah berusaha sekuat tenaga untuk menulis. Namun selalu saja ada persoalan, dan jarang sekali dia bisa merampungkan sebuah tulisan.

"Saya sudah membaca banyak buku," katanya bersemangat.

"Lalu apa persoalannya?"

"Saya telah belajar menulis opini, tapi jarang sekali bisa merampungkan tulisan itu."

Oh ya?

Mulailah ia bercerita dengan penuh semangat. Jika disuruh untuk menjelaskan sesuatu, dia dengan lancar air mengalir akan menjelaskan hal itu. Tapi untuk menuliskan hal itu, dia kewalahan. Dia telah berupaya merampungkan tulisan itu sekali duduk, dan sampai hari perjumpaan kami itu, dia merasa telah menyerah.

Lagi-lagi, pernyataan ini mengingatkan saya pada Master novelis kita, Pramoedya. Sebelum membukukan Tetralogi Pulau Buru, dia menghidupkan kisah itu dengan menceritakan kisah itu kepada para tahanan. Saya kira ada kesamaan dengan perempuan ini (mudah-mudahan).

"Apa yang mesti saya lakukan?" tanyanya.

"Anda harus mencoba menulis lagi!" Harusnya saya menjawab begitu. Tapi tentu tidak sampai hati, karena kegagalan menulisnya ini yang membuatnya harus bertanya kepada orang lain.

Jika saya seorang guru, saya boleh menyuruhnya membaca secara mendalam Komposisi-nya Goris Keraf. Dia bisa mendapatkan banyak hal dalam buku itu tentang bagaimana menulis yang baik. Atau bisa juga dengan membaca buku referensi yang berisi kiat-kiat menulis. Itu mungkin membuatnya merasa lebih baik dan boleh lelap saat tidur.

Persoalannya menjadi berbeda, jika kemudian dia datang dan mengaduhkan hal itu ke seseorang yang tidak terlalu banyak mendalami teori-teori menulis. Begitulah. Saya mencoba menjaga pikiran untuk tidak terjebak dengan teori menulis sewaktu menulis. Percayalah. 

Menulis sambil membayangkan teori menulis akan lebih banyak mendatangkan frustasi ketimbang puas hati. Teori menulis dan menulis adalah dua hal yang berbeda, yang mesti Anda pisahkan sewaktu memulai sebuah tulisan.

Membicarakan perkara menulis pun merupakan sebuah momen yang jarang menimpah kehidupan saya. Momen yang cukup berkesan, adalah ketika berbincang dengan seorang wartawan yang sudah beberapa kali mendapatkan penghargaan dalam bidang menulis. 

Pada saat itulah saya mengerti, seorang yang alur berpikirnya sudah bagus, maksudnya dia boleh menceritakan sebuah persoalan dengan lancar, akan menghasilkan tulisan lebih baik dari kebanyakan orang.

Jika banyak yang bingung dengan cara menulis (walau alur berpikirnya bagus), maka yang perlu ditingkatkan adalah bagaimana metode dalam menulis. 

Satu hal yang bisa disarankan, adalah menulislah sebuah topik, dengan membayangkan anda sedang membicarakan topik itu di depan seseorang. Dengan cara ini, saya kira kita akan dipermudah dalam proses penulisan, karena pada dasarnya kita sudah memiliki kemampuan untuk bercerita.

Seperti yang dikeluhkan perempuan itu, bahwa dia tidak bisa menghasilkan sebuah tulisan, hal inipun jika dicoba dengan metode lain, saya yakin pasti berhasil.

Tidak ada tulisan (ini saya sepenuhnya yakin) yang ditulis sekali duduk (dengan mengandalkan satu tahapan) langsung jadi. Maka kita boleh menulis dengan dua tahap (tidak perlu diribetkan dengan menyuguhkan banyak tahap), yaitu, tahap pertama menulis dengan perasaan, dan tahap berikutnya menulis dengan logika/pikiran.

Jika ingin menulis sebuah opini ataupun jenis tulisan lain, menulislah apa adanya seperti yang dirasakan. Setelah semua hal yang dirasakan mengenai topik itu dituliskan, lanjutkan dengan tahap kedua, yaitu menulis dengan logika/pikiran. Inilah tahap sunting atau pengeditan.

Kita bisa mengambil jeda beberapa jam atau hari sebelum mengedit tulisan itu. Banyak kegunaan. Karena saat jeda itu, bisa saja ada inspirasi baru yang muncul, dan bisa digunakan untuk memperindah tulisan. 

Jika kita memaksa diri menghasilkan tulisan dalam satu tahap, dan memohon pada Tuhan agar tulisan itu kelar sebelum tahap pengeditan, ini adalah percobaan 'bunuh diri' paling keren bagi seorang penulis.

Dalam tahap sunting, jangan menyesal tulisan kita akan dihapus pada banyak bagian. Jika dalam pengeditan itu sebagian besar tulisan kita diubah, pasrahlah dan segera ubah. Saya percaya jika kita mengikuti sistem kerja menulis seperti ini, sebuah tulisan bisa kita hasilkan tanpa menghadapi kendala yang berarti.

Yang bermasalah, apabila kita ingin menulis sebuah novel, dan referensi bacaan kita adalah koran. Menulis sebuah opini tapi referensi bacaan kita adalah cerita pendek. Kita akan mengalami kendala serius jika kita terus-menerus memelihara kebiasaan ini.

Jika ingin menulis puisi, referensi bacaan yang diharapkan adalah buku kumpulan puisi. Jika ingin menulis novel, sangat disarankan untuk membaca sebanyak mungkin karya novel. Juga, jika ingin menulis opini, sering-seringlah membaca opini. Hal ini tidak berarti bahwa bacaan lain kita tinggalkan. Kita harus membaca semua jenis buku -- resep masak sekalipun -- tapi dengan tujuan yang jelas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun