Dalam kasus guru Honorer di Flotim, harus ada sebuah sistem pengupahan yang bisa memampukan mereka untuk bisa memiliki daya beli sebuah buku. Dalam hal ini, salah satu caranya bisa dengan menaikan upah mereka yang selama ini masih di bawah standar minimal.Â
Tentu saja hal ini tidak dengan begitu saja membuat para guru Honorer bisa  menjadi pembaca apalagi penulis yang baik (banyak faktor yang berperan dalam membentuk seorang guru menjadi pembaca dan penulis yang baik), namun sistem pengupahan harus bisa memastikan sekaligus memampukan mereka untuk bisa membeli sebuah buku.
Sistem pengupahan ini tentu saja berkaitan dengan kebijakan Pemerintah Daerah (dalam hal ini Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Flores Timur) dalam mengajukan anggaran yang sesuai tingkat kebutuhan guru honorer. Tentu saja dengan berpatokan pada besarnya Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Flotim (APBD) dalam setahun.Â
Harus ada sebuah analisis yang pasti mengenai tingkat kebutuhan para guru honorer, dan analisis itu juga harus bisa memasukan daya beli buku para guru honorer dalam sebuah kurun waktu tertentu. Sebagai missal, dalam satu tahun APBD Flotim sebesar 1,2 triliun.
Dari besarnya anggaran ini, jika 20 % dikhususkan untuk bidang pendidikan dan kesehatan, maka ada sekitar 240 miliar untuk bidang ini. Dan jika dalam kabupaten Flores Timur ada sekitar 1000 guru honorer yang digaji dengan Rp. 1.250.000 perbulan, maka pemerintah akan menganggarkan sekitar 15 miliar untuk upah guru Honorer dalam setahun anggaran, dan masih tersisa 225 miliar  untuk kebutuhan lainnya dalam bidang ini.Â
Bahwa memang ada sistem pengupahan berdasarkan sistem guru kontrak daerah dan dari uang komite, namun jika ada analisis yang pasti dan dalam dari Dinas PPO Flotim untuk mencari jalan keluar dari masalah ini, terbuka kemungkinan masalah pengupahan yang dikeluhkan dari tahun ke tahun ini pasti sudah bisa teratasi.Â
Penaikan upah guru honorer ini tentu saja tidak semata-mata karena daya beli buku, namun demi peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat (Guru honorer).Â
Dan terkait daya beli buku yang dimasukan dalam anggaran, harus dilandasi dengan alasan logis. Bahwa buku, sudah menjadi kebutuhan pokok dalam era sekarang.
Bayangkan saja misalnya seorang guru Honorer digaji dengan Rp. 500.000,00 sebulan. Dengan upah sekecil itu, kecil kemungkinan dia akan menyisihkan uang untuk membeli sebuah buku atau berlangganan koran untuk menambah wawasannya. Â
Upah sekecil ini akan membuat seorang guru honorer kebingungan. Apalagi dengan jauhnya atau belum tersedianya tokoh buku, membeli buku pastilah menempati urutan kesekian dalam rencana pengeluaran dan pembelanjaannya.
Salah satu masalah yang dihadapi selama ini adalah kurangnya rasa empati (dalam hal ini adalah Kadis PPO Flotim) terhadap nasib guru honorer. Akan sangat membingungkan, bahwa dari APBD Flotim yang besar setiap tahun, persoalan rendahnya upah guru honorer ini tetap bertahan dan terus dikeluhkan dari tahun ke tahun. Ada dua kemungkinan terhadap bertahannya realitas pengupahan yang buruk ini.Â