Mohon tunggu...
Ambrosius Harto
Ambrosius Harto Mohon Tunggu... -

Jadi wartawan sejak akhir 2003. Sebelumnya sempat menganggur setengah tahun selepas lulus dari Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Awalnya ingin jadi gitaris death metal bahkan pastor tetapi ganti haluan sebab memilih kewartawanan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Dream Theater

22 April 2012   14:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:17 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Lama sekali tidak menulis di blog ini. OK dicoba lagi.

Lagu Bridges In The Sky dari album A Dramatic Turn of Events mengawali  konser Dream Theater 'A Dramatic Tour of Events - World Tour 2012' di Mata Elang International Stadium, Pantai Karnaval Ancol, Jakarta, Sabtu (21/4). Inilah konser perdana tetapi boleh jadi yang terakhir dari supergrup rock progesif Dream Theater di Indonesia. Rasanya, tidak berlebihan apabila saya menyatakan konser itu ditunggu-tunggu para pecinta musik Dream Theater; grup yang saat didirikan pada 1985 bernama awal Majesty oleh gitaris John Peter Petrucci (lahir 1967), basis John Ro Myung (lahir 1967), dan drumer Michael Stephen Portnoy (lahir 1967) saat masih berstatus mahasiswa Berklee College of Music, Boston, Massachusetts, Amerika Serikat.

Mengapa saya berani mengklaim konser yang menurut rencana dimulai pukul 19.30 tetapi mundur menjadi 21.30 itu ditunggu-tunggu? Saya rasa, kurun lima tahun ini, isu Dream Theater akan menggelar konser di Indonesia, khususnya Jakarta, cukup gencar dibicarakan di kalangan pecinta grup. Hampir setiap tahun jika ada grup besar akan konser di Indonesia, terselenting pula pertanyaan apakah Dream Theater yang telah menghasilkan setidaknya 11 album studio, 5 album live (konser), 1 album kompilasi (kumpulan lagu yang dianggap lebih baik), 2 album extended play (gabungan beberapa single tetapi belum berkarakter penuh sebagai album studi0), 18 single, 7 album video, 11 video musik, dan 20 bootleg (hasil rekaman yang tidak dirilis resmi oleh perusahaan rekaman), juga akan konser?

Nah, rasa amat penasaran, kangen, dan dahaga, akhirnya terpuaskan pada Sabtu (21/4) malam di Mata Elang International Stadium. Dengan melantunkan 17 lagu, Dream Theater yang tampil dengan drumer baru yakni Michael Mangini (lahir 1963) berhasil memukai sekitar 10.000 penggemar.

Antusiasme pecinta Dream Theater di Indonesia pun tidak bisa dipandang sebelah mata. Kalau boleh saya mengatakannya luar biasa. Mengapa demikian? Ini beberapa alasannya.

Beberapa bulan sebelum konser dimulai, tiket promosi yang dijual dengan harga satu per empat harga tiket festival sudah ludes. Saya dan beberapa teman semasa sekolah termasuk yang terlambat tahu dan tidak mendapat tiket dengan harga yang sedikit di bawah setengah juta rupiah itu. Bagi pegawai muda yang berpenghasilan lumayan sekaligus penggila rock, membayar setengah juta rupiah cukup pantas untuk menonton Dream Theater.

Namun, apa daya, satu bulan sebelum konser, tiket promosi habis. Tiket termurah pun tiga kali lipat harga tiket promosi yang sedikit di bawah setengah juta rupiah itu. Apa daya, uang yang sudah dikumpulkan tidak cukup. Menabung pun dipergiat dengan harapan masih ada tiket yang dijual di loket lokasi konser dan bisa didapat dengan harga normal yang bikin tepuk jidat itu.

Pada Maret 2012 di Bandung dan Surabaya digelar konser Tribute to Dream Theater oleh musisi lokal.

Di hari konser, penonton bahkan sudah berdatangan beberapa jam sebelum pergelaran dimulai.Ada yang rela masuk gedung konser tidak lama setelah gerbang dibuka pada pukul 19.00. Padahal, konser baru dimulai pukul 21.00. Namun, bagi penonton, menunggu dua jam demi Dream Theater bukan masalah. Hmm, muncul pertanyaan usil, kalau nunggu pelayanan publik lebih dari dua jam mau tidak ya mereka?

Juga, ada yang menarik. Banyak di antara mereka yang saya perkirakan berusia di atas 40 tahun alias tidak muda lagi. Beberapa dari mereka pun tidak keberatan dipanggil om dan tante karena memang tidak ingin disebut muda lagi. Namun, biarpun usia tidak muda lagi, kecintaan terhadap musik rock progresif belum luntur.

Penonton pun tidak cuma dari Jakarta dan kota-kota besar di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Ada yang dari Sumatera, Kalimantan, bahkan Sulawesi.

Energi penonton masih luar biasa saat bersama-sama menikmati lagu-lagu yang ciamik seperti A Fortune In Lies (When Dream and Day Unite), Surrounded dan Pull Me Under (Images and Words), 6:00 (Awake), Spirit Carries On (Metropolis Pt 2: Scenes from A Memory), The Test That Stumped All dan War Inside My Head (Six Degrees of Inner Turbulence), The Root of All Evil (Octavarium), On The Back of Angels, Outcry, dan Beneath The Surface (A Dramatic Turn of Events).

Energi penonton pun saya rasa masih cukup untuk meminta lebih ketika konser ditutup dengan lagu Pull Me Under. Pertanyaannya, akankah Dream Theater kembali menggelar konser di Indonesia? Semoga saja demikian.

Selesai konser di Indonesia, Dream Theater bertolak ke Jepang untuk menggelar pertunjukan di tiga kota. Di Negeri Sakura itu, nyaris setiap tahun Dream Theater menggelar konser. Apa yang membuat supergrup itu bersemangat ke Jepang? Apakah ada perbedaan mencolok antara penggemar di Jepang dan di Indonesia? Atau ada masalah lain semisal honor atau situasi politik, sosial, dan keamanan?

Yang secara pribadi saya rasakan, konser Dream Theater itu begitu luar biasa. Biarpun grup ini sudah bergonta-ganti personel. Yang terakhir, saat ditinggalkan oleh Mike Portnoy, drumer yang kharismatik itu, warna musik Dream Theater seakan stabil.

Mike Mangini, drumer dengan pukulan cepat dan pengajar bertaraf internasional, tentu tidak canggung menggantikan Mike Portnoy. Mike Mangini amat berpengalaman bermain bersama musisi kelas dunia dari aliran rock dan metal antara lain guru gitar Steve Vai, supergrup rock Extreme, dan grup thrash metal Annihilator.

Selain itu, keyboardist Jordan Charles Rudes (lahir 1956) juga masih amat memukau. Lelaki ini memang cocok menggantikan Kevin Moore (lahir 1967) dan Derek Sherinian (lahir 1966) , dua keyboardist sebelumnya.

Dalam jumpa pers, John Petrucci, sang gitaris, mengatakan, menikmati perjalanan 25 tahun bersama DreamTheater. Konsistensi bermain dalam aliran rock progesif, dinilainya sebagai upaya agar grup ini berada di jalur yang benar. Lagipula, skil amat tinggi para musisinya menjadikan Dream Theater lebih cocok untuk bertahan di jalur rock progresif. Mungkin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun