BAB I PENDAHULUANÂ
Â
A. Latar Belakang Masalah
Era globalisasi menuntut persaingan tinggi tanpa terkecuali bagi seluruh manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah mulai mengarah ke penjuru dunia, termasuk Indonesia. Kemajuan teknologi dan informasi berkembang sangat pesat, dan menuntut dunia pendidikan untuk melakukan perubahan. Sistem pembelajaran yang diselenggarakan secara online ditawarkan secara besar-besaran dan terbuka. Guru bukan lagi menjadi satu-satunya sumber belajar, karena murid sekarang sangat lincah dalam mencari dan menemukan sumber informasi.
Fenomena lain abad 21 mengharuskan seseorang berdaya kreativitas tinggi bagi negara berkembang untuk tumbuh. Sehingga seorang guru perlu mengorientasikan pembelajaran untuk menghasilkan murid yang berdaya kreativitas tinggi. Hal ini akan cepat tercapai manakala proses pembelajaran murid aktif mengkontruksi pengalaman belajar dan berlatih berpikir kritis. Tentu saja hal tersebut sesuai dengan karakteristik generasi milenial yang menyukai kebebasan dalam belajar.
Namun, kenyataan selama ini guru masih berfokus pada orientasi penguasaan pengetahuan kognitif yang lebih mementingkan hafalan materi. Guru jarang sekali mengawali pembelajaran dengan permasalahan. Pengajaran yang dilakukan selama ini lebih banyak memberikan ceramah, pemberian contoh soal, dan latihan soal. Latihan soal yang diberikan guru hanya menggunakan sajian soal dari buku yang kurang memberikan ruang kreativitas murid dalam memecahkan masalah. Dengan demikian, proses berpikir murid seperti 4C (Creativity, Communication, Collaboration, dan Critical Thinking) masih dalam level C1 (mengingat), (C2) memahami, dan C3 (aplikasi) belum berorientasi pada kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS).
Permasalahan terjadi ketika murid menemukan soal KPK dan FPB bentuk soal cerita. Guru yang selama ini tidak menerapkan konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari sehingga membuat murid kesulitan mengerjakan soal pemecahan masalah. Murid hanya mampu mengerjakan soal bentuk pemahaman, yang langsung meminta anak mencari KPK dan FPB.
Untuk menghadapi era Revolusi Industri 4.0, perlu kiranya membekali murid  keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills). Guru harus merubah paradigma yang tidak hanya berfokus kepada konten namun berfokus pula pada pengembangan kreatifitas dan keterampilan belajar mandiri. Salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada HOTS dan disarankan dalam implementasi Kurikulum Merdeka adalah Model Problem Based Learning (PBL). Model Problem based learning merupakan suatu model pembelajaran, yang mana murid mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri (Suprihatiningrum, 2014: 228).Â
Setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning dan metode Team Quiz serta pendekatan saintifik penulis menemukan bahwa proses dan hasil belajar murid meningkat. Lebih bagus dibandingkan pembelajaran sebelumnya. Praktik pembelajaran Pendekatan Saintifik, Model Problem Based Learning dan Metode Team Quiz yang berhasil baik ini, maka disimpulkan sebagai sebuah  pembelajaran berorientasi HOTS melalui Pendekatan Saintifik, Model Problem Based Learning dan Metode Team Quiz.
B. Tujuan dan Sasaran       Â
Tujuan pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk mendeskripsikan kegiatan pembelajaran dalam menerapkannya berorientasi higher order thiking skills (HOTS) dengan model pembelajaran problem based learning pada mata pelajaran matematika materi KPK dan FPB.
Sasaran pelaksanaan adalah siswa kelas V semester 1 SD PG Komering sebanyak 24 orang pada tahun ajaran2022/2023.
BAB II PEMBAHASAN
Berikut data frekuensi hasil belajar murid pada mata pelajaran matematika materi KPK dan FPB dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).
Data Frekuensi Hasil Belajar Murid Kelas Lima
SD PG KomeringÂ
Interval Nilai
Frekuensi
20—29
1
30—39
2
40—49
2
50—59
1
60—69
1
70—79
4
80—89
4
90—100
9
Jumlah
24 murid
Data frekuensi hasil belajar murid diperoleh dari asesmen formatif di tahap siklus II dengan jumlah murid sebanyak 24 dengan data nilai yaitu 20, 35, 35, 40, 40, 55, 60, 70,70, 70, 70, 80, 80, 85, 85, 90, 90, 95,95, 100, 100, 100,100, dan 100. Dari hasil data tersebut diketahui bahwa  nilai minimal pada tahap siklus II adalah 20 sedangkan nilai maksimalnya adalah 100.
Berdasarkan analisis hasil belajar murid dapat diketahui nilai rata-rata adalah 73,54. Murid yang mendapat nilai di atas KKTP yaitu 70,8% sebanyak 17 murid sedangkan yang mendapat nilai di bawah KKTP sebanyak 7 murid dengan persentase  29,2%. Nilai tertinggi adalah 100 dan nilai terendahnya adalah 20. Data pada tabel (terlampir) menunjukan  bahwa hasil belajar murid sudah mengalami perbaikan dengan menggunakan model pembelajaran inovatif yaitu Problem Based Learning (PBL) dengan menggabungkan metode Team Quiz yang dibantu dengan media pembelajaran audio visual dan kartu soal.
Model pembelajaranan inovatif yang digunakan guru mampu meningkatkan hasil belajar murid dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan KPK dan FPB. Murid lebih memahami materi KPK dan FPB dengan melalui tahapan pembelajaran yang sesuai dengan model pembelajaran PBL, yaitu 1) orientasi masalah, 2) mengrganisasi murid untuk belajar, 3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, 4) mengembangkan hasil, dan 5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Tujuan model pembelajaran PBL ini  yaitu meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif murid, memotivasi murid untuk belajar, dan mengembangkan hubungan interpersonal dalam belajar kelompok. Dengan demikian, model pembelajaran PBL ini sesuai dengan materi pembelajaran KPK dan FPB yang memberikan peningkatan murid dalam berpikir kritis seperti menyelesaikan masalah yang berkaitan KPK dan FPB dalam kehidupan sehari-hari dengan tepat.
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil yang diuraikan diatas, dapat di simpulkan bahwa:
Model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan kemapuan berpikir tingkat tinggi pada siswa kelas V (Lima) pada materi KPK dan FPB sehingga layak dijadikan pembelajaran berorientasi HOTS .
Dengan penyusunan Modul Ajar secara sistematis dan cermat, pembelajaran matematika dengan model pembelajaran PBL yang dilaksanakan tidak sekadar berorientasi HOTS, tetapi juga mengintegrasikan PPK, literasi, aspek saintifik, dan dimensi pengetahuan.
Â
B. Saran
Berdasarkan hasil  pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan metode Team Quiz, berikut ini disampaikan saran yang relevan yaitu sebagai berikut.
1. Guru tidak harus mengajar dengan mengacu pada buku murid dan buku guru tetapi harus berani membuat inovasi mengembangkan pembelajaran berorientasi HOTS agar anak terbiasa berpikir kritis.
2. Murid diharapkan menerapkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sehingga tidak hanya dapat mengingat saja tapi juga dapat menguasi secara mendalam karena kalau mengingat saja akan mudah lupa.
3. Sekolah terutama kepala sekolah dapat mendorong guru untuk mengembangkan kompetensinya untuk meningkatkan proses pembelajaran di kelas. Sekolah juga hendaknya dapat menyediakan media belajar yang dapat menunjang kegiatan belajar yang maksimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H