Mohon tunggu...
Ambar Pratiwi
Ambar Pratiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

suka film.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mata Uang Kerajaan Islam hanya Pakai Logam? Yuk, Kenali Sejarah dan Bentuk Beberapa Uang Logam yang Ada di Museum Sri Baduga!

13 November 2023   01:52 Diperbarui: 13 November 2023   01:53 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjelasan Tentang Mata Uang Kerajaan Islam di Museum Sri Baduga

Museum Sri Baduga

Museum Sri Baduga yang terletak di Bandung, Jawa Barat, memiliki banyak sekali koleksi yang menambah pengetahuan kita dalam bidang sejarah dan macam-macam budaya yang ada di Indonesia. Museum ini dibangun pada tahun 1974 dan kemudian diresmikan sebagai Museum Provinsi Jawa Barat di tanggal 5 Juni 1980 oleh Dauf Yusuf, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada saat itu.

Tempat berharga ini memiliki lebih dari 6000 koleksi, dibangun untuk mengumpulkan dan mengamankan warisan alam serta budaya, dokumentasi, serta mengenalkan kepada masyarakat Indonesia terkait dengan kesenian, sejarah, dan berbagai ilmu yang ditunjukkan oleh museum ini sendiri. Koleksi  yang ada di Museum Sri Baduga juga tidak semata-mata dikumpulkan menjadi satu kategori, melainkan diklasifikasikan menjadi 10 bagian, yaitu: Biologika dan Geologika, Arkeologi, Sejarah, Etnografika, Filologika, Numismatika dan Heraldika, Keramologika, dan Seni Rupa. Mata uang pada masa Kerajaan Islam yang  akan kita bahas masuk ke dalam Numismatika, yaitu ilmu yang mempelajari tentang mata uang.

Tentang Kerajaan Islam

Sebelum masuk ke informasi dan sejarah tentang Mata Uang di Zaman Kerajaan Islam, mari kita kenali dulu tentang Kerajaan Islam tempo dulu.

Masa Kerajaan Islam  adalah masa berkembangnya agama Islam di Indonesia dan munculnya  kerajaan bercorak Islam di berbagai daerah, yang dimulai pada abad ke-13 hingga abad ke-19. Pada umumnya, Kesultanan-Kesultanan Islam di Indonesia terletak tidak  jauh dari pelabuhan, yang memungkinkan penduduknya berhubungan dengan pedagang asing, terutama dari Timur Tengah.

 Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Samudra Pasai di wilayah Aceh yang berdiri pada akhir abad ke 13. Kemudian muncullah kerajaan Islam lainnya seperti Aceh Darusalam, Palembang, Jambi, Banten, Cirebon, Demak, Surakarta, Sumenep, Banjarmasin, Pontianak, Gowa, Buton dan Ternate-Tidore. Beberapa Kerajaan Islam akhirnya berada  di bawah kekuasaan kolonial Belanda dan Inggris.

Mata Uang Derham

Pada masa Islam tersebut, beredarlah mata uang yang bercirikan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia yang bertuliskan nama-nama penguasa yang lajib disebut Sulthan dan tahun Hijrah dalam tulisan Arab atau Jawi (Arab-Melayu). Di kerajaan Samudra Pasai dan Aceh Darussalam, mata uang yang dibuat dengan emas disebut dengan "Derham", di mana mata uang ini terdapat di kerajaan Samudra Pasai dan Aceh Darussalam pada abad ke-16. Di atasnya tertera tulisan Arab "Salah-addin 'ali Malik Az-Zahir." Koin yang berbahan dasar emas ini, saat itu dijadikan alat pembayaran, lalu dikenalkan oleh orang-orang Kerajaan kepada bandar perdagangan di Nusantara, seperti bandar Malaka. Terdapat di kerajaan Samudra Pasai dan Aceh Darussalam pada abad ke-16. Di atasnya tertera tulisan Arab "Salah-addin 'ali Malik Az-Zahir."

Uang Logam Sumenep

Sementara itu, di Jawa berdiri kerajaan-kerajaan Islam seperti Banten, Cirebon, Yogyakarta, Surakarta, dan Madura. Kerajaan Sumenep di Madura mengedarkan mata uang yang berasal dari uang-uang asing yang kemudian diberi cap bertuliskan Arab berbunyi "sumanap"  sebagai tanda pengesahan. Ada juga uang kerajaan Sumenep yang berasal dari uang Spanyol, disebut dengan "real batu"  karena bentuknya yang tidak beraturan. Awalnya, uang ini hanya beredar di Meksiko, namun kemudian beredar juga di Filipina. Di negeri asalnya, uang ini bernilai 8 Reales. Adanya uang ini menunjukkan bahwa Kerajaan Sumenep berperan aktif dalam kegiatan perdagangan dunia.

Uang Logam Keuh

Koin Keuh berasal dari Kerajaan Aceh. Koin keuh ini dibuat dengan bahan dasar timah. John Davis, yang merupakan kapten kapal Belanda, dipimpin oleh Cornelis de Houtman datang ke kerajaan Aceh saat yang saat itu dipimpin oleh Sulthan Alaudin Riayatsyalal-Mukammil, di mana ia menjabat pada tahun 1568-1604 dan menyatakan bahwa ada dua jenis mata uang utama yang beredar di Kerajaan Aceh pada masa itu, yakni mata uang yang terbuat dari emas dan berbentuk seperti uang receh. Di Inggris, beberapa mata uang yang terbuat dari timah saat itu disebut "cashes". Nemun, dengan perbedaan budaya yang ada, masyarakat Aceh pada waktu itu menyebutnya Keuh.

Uang Logam di Sulawesi

Di wilayah Sulawesi, yaitu Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, berdiri kerajaan Gowa dan Butan. Di Kerajaan Gowa pernah beredar mata uang yang terbuat dari emas yang disebut dengan "jinggara" yang salah satunya dikeluarkan atas nama Sultan Hasanuddin, Raja Gowa yang memerintah pada tahun 1653-1669. Selain itu beredar juga uang yang terbuat dari campuran emas, timah dan tembaga, disebut dengan kupa.

Uniknya lagi, Kerajaan Buton di Sulawesi Tenggara mengedarkan sejenis uang berbahan dasar kapas yang disebut kampua atau bida. Konon uang kapas ini dibuat atau ditenun oleh para putri istana di bawah pengawasan Ketua Menteri. Setiap tahun polanya dibuat berbeda untuk mencegah pemalsuan. Siapapun yang berani meniru atau memalsukan uang Kampua terancam hukuman mati. Uang ini sendiri beredar di Sulawesi Selatan dan Maluku hingga akhir abad ke-19.

Pada dasarnya, masih cukup banyak uang logam dan juga mata uang yang digunakan di Zaman Kerjaan Islam. Namun, dari sejarah-sejarah mata uang ini, kita dapat mendapatkan ilmu baru perihal adanya perkembangan dari satu budaya ke budaya lain. Di mana apabila melihat dari banyaknya perbedaan mata uang sesuai dengan zamannya, menunjukkan bahwa perkembangan, ciri khas, dan perbedaan budaya sangatlah menarik untuk dipelajari.

Di Museum Sri Baduga sendiri, mereka memajang koin-koin kuno peninggalan Kerajaan Islam yang dapat pengunjung perhatikan setiap sisinya dan membaca sejarah serta jenis-jenisnya. Hal ini sangat apik sekali untuk melestarikan, menjaga, dan mengenalkan budaya serta sejarah dari leluhur-leluhur kita.

Referensi:

Trigangga, dkk. (2023). Mata Uang sebagai Sumber Sejarah Indonesia. Museum Nasional, 14-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun