Resiko Modifikasi dan Simbolis Budaya
”Mungkin aku ingin bentuk sekian, jadi sebagai pengrajin tetep melayani konsumen, bentuk apapun sesuai dengan konsumen kita harus melayani dengan keadaan apakah itu bisa dan apakah itu tidak bisa,” ujar pak Agung. Dengan adanya terlalu banyak modifikasi dapat mengakibatkan menghilangnya nilai simbolis. Namun, mereka tetap berusaha memenuhi permintaan konsumen tanpa menghilangkan esensi budaya Solo. Meskipun ada permintaan untuk bentuk-bentuk tertentu, pengrajin tetap berpegang pada pakem tradisional untuk menjaga keaslian budaya.
Proses Pembuatan dan Pengiriman
”Untuk kelas menengah, bisa memakan waktu sekitar satu jam, sedangkan untuk kelas atas, seperti untuk dalang dan pejabat, bisa memakan waktu hingga dua jam,” Pak Agung menjelaskan bahwa proses pembuatan blangkon bervariasi tergantung pada kelasnya. Pengiriman blangkon tidak hanya terbatas di Solo, tetapi juga telah mencapai Bali, Jember, Surabaya, Malang, dan berbagai kota besar lainnya di Indonesia. Sekitar 40% blangkon di 34 provinsi di Indonesia berasal dari Solo, menunjukkan masih tingginya permintaan akan produk tradisional ini.
Kesimpulan
Anak muda memang menghadapi arus modernisasi yang kuat, namun bukan berarti mereka sepenuhnya meninggalkan budaya tradisional. Pengrajin blangkon di Solo menunjukkan bahwa masih ada permintaan dan minat dari berbagai kalangan, termasuk anak muda. Sebagai penerus budaya, penting bagi generasi muda untuk terus menjaga dan melestarikan warisan ini di tengah perkembangan zaman.
Penulis: Amazia Rachel Nugroho. Program Studi Film dan Televisi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H