Bahkan setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990 Amerika Serikat keluar sebagai pemenang tunggal dan menjadi penguasa mutlak dalam tatanan dunia baru.  Jadi jika ide Negara Israel dapat diwujudkan dengan  mudah itu karena ia hanya proyek kecil dalam tatanan global yang dikuasai Sekutu yang menjadi sponsor utama ide tersebut.
Ketika Trump mengeluarkan deklarasinya, posisi Amerika Serikat jutsru sedang terbalik. Semua proyek global Amerika Serikat kandas di tengah jalan. Salah satunya adalah invasi ke Irak tahun 2003. Bahkan disana Presiden Bush junior dilempari sandal oleh warga Irak, dan pelakunya baru saja keluar penjara beberapa bulan sebelumnya. Dubes Amerika Serikat bahkan terbunuh dalam konflik bersenjata di Lybia beberapa tahun lalu.
Sentimen Anti Amerika terus menjalar ke seluruh dunia. Itu membuat Amerika makin kesepian. Dan rasanya tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa komposisi suara dalam voting pada Sidang Umum PBB yang menyatakan menolak Deklarasi Trump itu adalah bukti terbesar bagaimana negara super power  ini terus terisolasi, paling tidak secara moral.Â
Sekarang "aura pemenang perang" itu sudah sirna. Dan keruntuhan imperium-imperium besar dalam sejarah selalu dimulai dari fakta ini: bahwa "jika kekuatanmu tak lagi menakutkan musuhmu, maka kekalahanmu mulai merayap dan menggerogoti kebesaranmu, kamu akan akan kalah walaupun kamu menduga bahwa kamu masih yang terkuat".
Kedua, munculnya kekuatan global baru, yaitu China dan Rusia. Dalam struktur kekuatan global jika diukur dengan parameter ekonomi, militer dan teknologi, Amerika Serikat dan Eropa ada di kasta pertama dan kedua. Sekarang di kasta kedua ada China yang sebentar lagi bisa menggeser Amerika di kasta pertama. Sementara Rusia ada di kasta ketiga yang turun dari kasta kedua.
Di paruh kedua abad lalu porsi ekonomi Amerika dan Eropa pernah mencapai angka 80% dari total ekonomi dunia, Â dimana Amerika sendiri mengambil porsi 40%. Sekarang angka itu menciut menjadi sekitar 40% Â dimana porsi Amerika sendiri tinggal sekitar 20%. Kue besar itu kini beralih ke Asia Pasifik yang sekarang menguasai sekitar 35% ekonomi dunia.
Ini menjelaskan mengapa Amerika dan Eropa makin tidak kuat memikul beban dari proyek Negara Israel. Dulu Israel punya keunggulan sebagai alat kontrol Sekutu di kawasan, tapi kini secara perlahan ia berbalik menjadi beban ekonomi bagi Eropa dan Amerika.
Di bawah Putin, Rusia kini kembali menjadi pemain global sejak tahun 2010 lalu. Walaupun lebih kecil secara ekonomi karena hanya berada di urutan ke 10 untuk GDP (Nominal) dan urutan ketujuh untuk GDP (PPP) dalam  G20,  tapi warisan nuklirnya yang lebih banyak dari Amerika memberinya posisi tawar yang sangat kuat.
Dari tiga spot konflik global paling  panas saat ini, Rusia menjadi pemain kunci di dua tempat, yaitu Ukraina dan Timur Tengah. Wibawa militer Amerika hancur total setelah gagal dalam invasi Irak tahun 2003. Dan ini yang menjelaskan mengapa perannya di Timur Tengah semakin menciut sejak era Obama, situasi yang kemudian dipahami sebagai melemahnya cengkraman Amerika atas sekutu-sekutunya di kawasan dan memberi ruang kemunculan seketika dari peristiwa Arab Spring akhir tahun 2010 lalu.
Ketiga, pembelahan dalam tubuh Trans Antlantic Partnership. Di balik berdirinya Uni Eropa tahun 1993, atau tiga tahun setelah runtuhnya Uni Soviet 1990, sebenarnya ada semangat baru yang mulai berkembang di Eropa, yaitu semangat untuk menjadi lebih independen dari sekutu mereka, Amerika Serikat.
Hampir setengah abad dalam masa Perang Dingin (1946-1990) penyebaran pasukan Amerika di dataran Eropa atas nama NATO membuat kawasan itu bukan hanya sepenuhnya ada dalam genggaman Amerika, tapi juga terlalu tidak berdaya untuk membela dirinya sendiri. Lambat laun kita menyaksikan bagaimana kepentingan Eropa semakin terabaikan dan semakin tidak bertemu dengan kepentingan Amerika. Bahkan Inggris yang berada di Uni Eropa tapi lebih dekat ke Amerika akhirnya check out atau lebih dikenal dengan Brexit dari Uni Eropa dalam referendum bulan Juni tahun 2016 lalu.Â