Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Genggam Intregitas, Jadilah Pelajar yang Berbudaya dan Berprestasi

14 April 2018   15:00 Diperbarui: 14 April 2018   15:22 1154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai negara berkembang, Indonesia berusaha memperbaiki sistem yang dirasa kurang tepat dan menghambat kemajuan bangsa. Pendidikan misalnya, salah satu aspek penting ini tidak bisa dilepaskan dari faktor maju atau tidaknya suatu negara. Bahkan pada alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, para pendiri bangsa dengan tegas menuliskan tujuan berdirinya negara Indonesia yang diantaranya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Para pendiri bangsa sadar, betapa pentingnya mencetak generasi-genarasi yang berkompeten untuk membangun Negara Indonesia dalam menghadapi segala tantangan bangsa di masa yang akan datang. Proses mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas bukan perkara yang mudah. Lika-liku pendidikan di Indonesia tidaklah mulus, banyak faktor yang dapat menghambat kemajuan pendidikan.

Intregitas Dipandang Sebelah Mata

Pelajar Indonesia tentunya tidak asing lagi dengan sebutan ujian akhir semester, ujian kenaikan kelas, dan yang sering dijadikan momokketakutan, yakni Ujian Nasional. Tak jarang siswa mendapatkan tuntutan dari orangtua, sekolah, ataupun dari siswa sendiri untuk mendapatkan nilai yang bagus. Tuntutan tersebut rupanya menggoda sebagian siswa untuk melakukan tindakan kecurangan saat pelaksanaan ujian berlangsung. Untuk mencapai tuntutan tersebut, aneka trik dilancarkan. Saling tukar jawaban dengan teman, membawa gawai pintar untuk searching,hingga cara manual seperti membawa catatan yang terkadang sampai disimpan di pakaian dalam! 

Ya, kondisi tersebut benar-benar terjadi pada sebagian pelajar. Saat ujian nasional yang pelaksanaannya diatur oleh pemerintah pusat, kita masih saja mendapati desas-desus adanya soal yang dibocorkan. Kondisi geografi Indonesia yang sangat luas dan terdiri dari pulau-pulau yang terpisah menjadikan sulitnya pengamanan pendistribusian kertas soal ujian ke daerah, disinilah kebocoran soal rawan terjadi. Setelah melihat kurang efektifnya pemakaian kertas untuk ujian nasional, beberapa tahun yang lalu pemerintah mulai mencanangkan progam ujian nasional berbasis komputer atau yang sering disebut UNBK. 

Mengikuti kemajuan zaman, kini bentuk-bentuk kecurangan ujian nasional ikut berevolusi. Dahulu, menanyakan jawaban mungkin sebatas lokal satu kelas, sekarang meluas secara nasional. Padahal sudah tertulis dengan jelas di tata tertib pelaksanaan ujian nasional bahwa siswa dilarang membawa catatan dalam bentuk apapun apalagi alat komunikasi. Melihat kelemahan pada sistem ujian nasional berbasis komputer yang kebanyakan sekolah belum bisa melaksanakan satu sesi, pelajar dengan nyamannya memotret soal yang muncul di komputer yang kemudian dikirimkan ke grup chat nasional menggunakan aplikasi chat ternama untuk ditanyakan jawabannya. 

Beragam ujian tersebut sebenarnya dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami materi yang diajarkan di Sekolah. Apabila siswa tidak jujur dalam mengajarkan soal ujian, bagaimana caranya ujian tersebut yang digadang-gadang sebagai pengukur tingkat kemampuan siswa dapat berjalan dengan semestinya? Di sisi lain, pelajar yang seharusnya ikut berpartisipasi mengisi kemerdekaan dengan berbagai kegiatan positif, malah banyak yang terlibat kasus kriminal. 

Mulai dari contoh besar seperti tawuran antarpelajar, penyalahgunaan narkoba, hamil diluar nikah, hingga masalah yang dianggap sepele seperti menyontek saat ujian sekolah yang sebenarnya memiliki dampak besar bagi perkembangan pelajar. Apa yang masih salah dari calon-calon pemegang estafet bangsa ini?

Makna Pendidikan yang Disalahartikan

Kesadaran pelajar tentang hakikat pendidikan masih kurang. Hal itu dapat dilihat dari salah satu kasus kecil seperti membolos tanpa keterangan saat pelajaran berlangsung. Disinilah pemahaman makna pendidikan dibutuhkan. Sebagian pelajar rupanya menganggap pendidikan hanyalah sebagai alat formalitas agar terlihat sama dengan lingkungannya. 

Akibatnya, banyak pelajar yang bersikap acuh terhadap proses pendidikan itu sendiri. Kesalahpahaman tentang makna pendidikan juga terlihat dari pelajar atau mahasiswa yang memertahankan ego mereka dalam memilih jurusan. Saat pertamakali dihadapkan pada pendaftaran sekolah menengah atas, pelajar dengan egonya mimilih jurusan yang akan ditempuh tanpa memikirkan bakat dan potensi apa yang dimiliki. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun