Mohon tunggu...
Shita Rahmawati Rahutomo
Shita Rahmawati Rahutomo Mohon Tunggu... Penulis - Corporate Communication, Corporate Secretary, Public Relation, ex jurnalis, akademisi, penulis, blogger, reviewer.

a.k.a Shita Rahmawati or Shita Rahmawati Rahutomo, corporate communication, public relation, officer, penulis, gila baca, traveler, blogger, cooking addicted, dreamer, social voluntary, akademisi, BRIN Awardee.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Exhuma, Ritual Pemindahan Kubur yang Seru dan Menegangkan

28 Februari 2024   08:15 Diperbarui: 8 Juni 2024   13:54 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kim Go Eun sebagai dukun. Sumber kibizoo.com

Di Korea Selatan ternyata juga ada tradisi pemindahan kubur seperti di Indonesia. Biasanya pemindahan kubur dibarengi dengan tradisi tertentu yang bertujuan agar arwah orang yang sudah meninggal bisa lebih tenang di alam baka.

Jika di Indonesia pemindahan kubur biasanya didasari atas alih guna lahan untuk keperluan lain, kemungkinan karena pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, atau karena letaknya pinggir sungai dikhawatirkan terbawa arus jika banjir dan alih fungsi kegiatan komersial.

Di sini kita sering mendengar cerita tentang si almarhum yang masih utuh jenazahnya dan berbau wangi, meski sudah terkubur belasan bahkan puluhan tahun sebagai karomah atas perbuatan perbuatan mulianya di masa hidup. Di Korea tradisi pemindahan kubur ini juga ada, dengan berbagai alasan. 

Film ini dimulai dari penggambaran sosok seorang ahli fengshui senior bernama Kim Sang Deok (Choi Min Sik) yang memperhatikan segala hal yang dipercaya akan mempengaruhi suatu tempat yang dibangun entah rumah, gedung bahkan kuburan untuk orang mati yang terkait dengan dunia supranatural.

Lalu dukun muda cantik Hwa im (Kim Go Eun) datang dengan asistennya Bong gil (Lee Do Hyun) yang cakep banget berambut gondrong dan tubuh dipenuhi tato. Entah karena faktor Do hyun.. menurutku tatonya terlihat artistik bikin dia makin cakep bukannya bikin ilfill kalau lihat orang bertato. Keduanya dari gayanya yang milenial terlihat mapan.

Menjadi dukun di era milenial tentu saja Hwa im tetap menikmati dunia modern dalam kehidupan nyata dan hanya bersentuhan dengan hal-hal tradisional saat menjalankan tugas atau melakukan atraksi. Hwa im mengajak kerja sama untuk memindahkan makan buyut seorang kaya raya keturunan Korea yang tinggal di Amerika.

Mereka bersedia membayar $50,000 (sekitar Rp 750 juta ya) untuk pemindahan makam tersebut dengan syarat tanpa membuka makam dan tanpa melaporkan pemindahan makam pada dinsas terkait setempat. Di bagian ini saya salut, betapa tertib administrasinya pemerintahan Korsel bahkan terhadap orang yang sudha meninggal. 

Lee Do hyun cakep banget jadi dukun. Sumber Showbox Ent. 
Lee Do hyun cakep banget jadi dukun. Sumber Showbox Ent. 

Naluri Sang deok mengatakan bahwa kuburan tersebut pasti bermasalah dan bisa menimbulkan kecelakaan baik bagi keluarga maupun pelaku pemindahan. Tapi bujukan Hwa im dan juga kebutuhannya untuk menikahkan anaknya yang sudah hamil duluan (ternyata orang Korsel juga malu kalau menikah kondisi MBA) dengan pacarnya orang Jerman.

Kata temannya yang pengurus mayat, Ko yong geun (Yu Hae Jin) menertawakannya, "Kau ini terlalu kolot karena terlalu sering bergelut dengan kematian. MBA itu sudah biasa. Anak sekarang beda dengan masa kita, dunia terus berubah tapi kau tak mau mengikutinya.". 

Ketika sampai di lokasi pemakaman, Sang Deok masih ingin menolak karena curiga makam tersebut adalah makam yang terkutuk apalagi keluarga terkesan menutupi fakta yang ada.

Hwa im kembali membujuknya, "Ada bayi yang menunggu untuk kau selamatkan. Ayo kita buat ritual, agar arwah penasarannya terkecoh tak berkeliaran mengganggu keturunannya." Luluhlah ia sebagai calon kakek. 

Maka ritual pemindahan makam diselenggarakan dengan upacara yang melibatkan pengorbanan binatang-binatang sebagai perantara ruh agar tak menyerang manusia.

Di upacara inilah akting Go eun sangat layak mendapat pujian. Ekspresi wajah, tatapan mata, gesture hingga gerakan tariannya sangat luwes laksana dukun, termasuk ekspresi saat trash. Suasana berlangsung tegang namun akhirnya pemindahan berhasil meski setelah pemindahan makam cerita seru baru dimulai.

Saya tak akan membocorkannya tapi tragedi demi tragedi terjadi. Menarik bahwa sutradara yang berlaku sebagai penulis juga, Jang Jae hyun merupakan sutradara beberapa film horor terkenal Korea. Sungkem pada caranya mengemas horor ini dalam balutan thriller yang terasa segar, intens dan keluar dari mainstream format.

Jangan membayangkan adegan-adegan jumpscare yang banyak dipakai di film horror Indonesia, atau make up hantu yang mengerikan. Tokoh hantu bahkan dibuat tak terlalu utuh dan rinci, dan hal ini malah makin menimbulkan rasa penasaran dan rasa ingin tahu. Seperti kita melihat sosok dalam mimpi begitu, sekelebat, tak begitu jelas tapi kita paham bentuknya sebagai hantu. 

Kim Go Eun sebagai dukun. Sumber kibizoo.com
Kim Go Eun sebagai dukun. Sumber kibizoo.com

Ketegangan justru dibangun dari pengambilan gambar yang menjadikan mata penonton sebagai kamera, ketika sosok calon korban terlihat dari kaca jendela seperti sosok arwah tersebut telah mengawasi keluarganya untuk datang dan membawa mereka serta. Juga mengajak penonton terlibat berpikir suara di telepon itu suara arwah atau orang yang sebenarnya, mana yang harus dipercayai calon korban.

Bagaimana cara matinya... jadi tak sempat saya menguap karena sangat terlibat di film dan layar Cinepolis yang lebar menguasai pikiran untuk konsentrasi pada film. 

Apakah sudah selesai ketika arwah tertangani..? Belum! 

Kejutan besar bahkan baru dimulai. Cerita yang lebih intense dan melibatkan nasionalisme segala, kembali menyimak sejarah peran Korea dan benang merah yang menghubungkan arwah sang kakek dengan rahasia lebih besar yang terpendam di dalamnya.

Sang Deok yang di awal berberat hati melakukan pekerjaan tersebut justru akhirnya dia yang mendesak anggota timnya untuk menyelesaikan semua teka-teki.

"Ini adalah tanah yang akan ditinggali oleh anak cucu kita. Apa kalian tak bisa membalas jasa akan kebaikan kehidupan yang telah kalian terima?"

Aduh,..aku salut di bagian ini, sungkem buat Pak Sutradara yang menanamkan nasionalisme melalui tayangan budaya kontemporer. Semoga pesannya tertangkap oleh Gen Z yang saat ini mendominasi penduduk Korsel dan juga Indonesia. kamu egois,..jika bersikap masa bodoh terhadap apa yang terjadi di negaramu, kira-kira begitu pesannya. 

Apakah film ini direkomendasikan? Sangat! 

Bahkan di Korsel dalam waktu 3 hari sudah jadi box office dan mengumpulkan 3 juta penonton. Korsel tak main-main dalam mengembangkan industri entertainment-nya. Ayo dong Indonesia buat langkah yang sama. Bang Komeng ayo dorong seni dan budaya sebagai penghasil pundi-pundi devisa. Ini pendapatan yang murni dari kemampuan SDM, harga mahal dan tidak merusak lingkungan.

Sudah saatnya Indonesia beralih menjadi negara yang pendapatannya bukan dari SDA tapi SDM. Menuju The real Indonesia 4.0. bukan hanya dalam slogan tapi dalam realitas hidup.

Kita dorong anak-anak muda mengembangkan teknologi CGI yang super keren, animasi canggih, komputerisasi dan teknologi digital di film sekaligus pengembangan soft skill perbanyak beasiswa bukan hanya untuk riset dan akademik tapi juga untuk pengembangan seni budaya dan soft skill pendukung lainnya. Kesempatan beasiswa untuk belajar akting, penyutradaraan, make up, penulisan, editing, koreografi, manajemen hiburan, strategi pemasaran entertainment, dll.

Masak selamanya Indonesia cuma jadi pasar dan penonton saja. Jangan doong...! Masak bagian kita menafkahi para opa-opa ganteng Korea.. gantianlah artis-artis Indonesia juga yang kita nafkahi dan dapat nafkah dari luar negeri juga.

Menunggu bagaimana seni budaya dan hiburan akan diperhatikan dalam susunan kabinet presiden selanjutnya. jangan cuma makan siang saja yang diurus, ini lebih potensial menghasilkan cuan.

Sumber gambar : Showbox Ent.
Sumber gambar : Showbox Ent.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun