Aku sungguh berusaha...
Mengajari bawah sadarku jika  rindu itu bukan kebutuhan hidup
Yang harus dipenuhi untuk menjaga keberlangsungan usia dan kewarasan
Sudah kulewati putaran demi putaran matahari dan bulan tanpa membuat riak
Yang akan mengundang Tanya atau membuat gaduh lini masa
Dengan segala ekspresi kecengengan tentang cinta dan rindu
Yang sungguh akan bikin malu, karena ini tahun pemilu
Orang bicara tentang poltik dan siasat kekuasaan, bukan rindu
Kau sudah membekap rindumu kuat-kuat
Untuk menyakinkan tak adanya perasaan cengeng itu dalam dirimu,
Karena kau tahu waktumu untuk bermelodrama atas nama cinta sudah usai episodenya.
Kau tahu itu tak layak
Untuk dinikmati khalayak
Lalu kau coba untuk menghukum dirimu dengan melarikan diri berkelana sendiri
Melorongi waktu dan tempat-tempat di mana diam-diam kenangan ikut tergali
Kau merasa bersalah karena bersikap cengeng...tapi kau juga menikmati
Otakmu sudah sepakat untuk membenamkan hati
Agar rasa kehilanganmu tak tumpah ke jalanan ibukota yang sudah padat dengan asap dan keringat,
Kau berpura pura tegar dalam kewarasan yang terjaga dalam dalih kesibukan kerja
Karena saat itulah...rasa sesak menghilang....karena otak sudah dipenuhi tuntutan
Karena kau paham....saat kau merasa tak tahan dan memuntahkannya,
Orang-orang akan lari menghindari karena ketakpantasannya..
Karena rindu tak membantu meringankan beban angsuran bulan ini
Maka waraslahÂ
Rindu adalah hak preogratif para belia, orang kaya atau orang cengeng pemanja perasaan semata
Yang kau pun membencinya
Untuk tak menjadi bagian dari orang yang kau benci
Kesunyian harus dihindari..
Maka benamkan dirimu di antara kerumunan ribuan orang yang bernyanyi.
Agar kau seolah bahagia,..meski kau paham hatimu melara
Dan tetes sedihnya mengalir pelan di antara bulu mata dan eyeliner waterproof yang kau usap diam-diam
Agar tak seorangpun tahu
Karena wajahnya tiba-tiba bertebaran di antara lagu kenangan
Karena raganya sudah tertanam dalam kuburan,Â
meski ribuan chat kau kirimkan..ia takkan bisa membalasnya
Kau paksa otakmu menyembunyikan sayatan basahnya
Yang diam-diam kau selipkan di antara lipatan baju dalam gelap lemari
Atau menelusupkannya sebagai penanda halaman dari buku yang belum selesai kau baca
Tetap saja secara kurang ajar ....tak menyerah ia menggeliat bangun mengganggumu
Menguak paksa menghantui otak...membuatmu menyadari luka kehilangan itu masih menganga
Hingga kau selalu dipaksa dalam dilemma yang menyebalkan antara bahagia dan merana
Pada semua bandara yang mengingatkan chapter pertama pertemuan
Pada alunan Fur Elise...yang lembut namun diam-diam secara menyakitkan menyadarkanmu untuk kembali pada realita
Pada embun... yang dulu setiap pagi dilihat saat membuka jendela
dan lembut es krim langit cumulus yang lekukannya sesak menyimpan kenangan
Kau tahu kan ..aku benci menjadi cengeng
meski kusadari kemudian, ternyata aku bagian dari kecengengan itu
Bahh...!
Jakarta, 15 April 2018