Mohon tunggu...
Shita Rahmawati Rahutomo
Shita Rahmawati Rahutomo Mohon Tunggu... Penulis - Corporate Communication, Corporate Secretary, Public Relation, ex jurnalis, akademisi, penulis, blogger, reviewer.

a.k.a Shita Rahmawati or Shita Rahmawati Rahutomo, corporate communication, public relation, officer, penulis, gila baca, traveler, blogger, cooking addicted, dreamer, social voluntary, akademisi, BRIN Awardee.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mereka yang Merampok Atas Nama Tuhan, Apakah Akan Dibiarkan?

27 Juli 2016   08:07 Diperbarui: 27 Juli 2016   08:31 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karl Marx menuduh agama menjadi candu bagi manusia. Ketika manusia mendapatkan masalah, alih-alih berusaha sekuat tenaga untuk menyelesaikan masalah, banyak orang lari pada Tuhan untuk mengadukan masalah dan mendapat keajaiban penyelesaian secara instan dari Tuhan. Itu sebabnya Karl Marx menolak agama. Begitupun seorang teman yang memilih agnostik, dengan enteng mereka berkata, "Saya tak ingin terjebak pada polemik agama mana yang paling benar. Saya percaya ada kekuatan besar di luar sana yang menciptakan dunia, tapi ia tak menuntutmu melakukan tindakan bodoh atas nama agama." Selama kau baik, berbuat kebenaran, mengikuti hati nurani, maka jiwamu suci."

Bagi orang-orang yang mungkin tak dibesarkan dalam lingkungan religius pemikiran tersebut dianggap benar, tapi bagi sebagian besar rakyat Indonesia yang dibesarkan dalam lingkungan yang agamis, dimana ajaran agama sudah ditancapkan sejak kita baru lahir, menisbikan agama adalah sebuah kemustahilan. Begitupun bagi mereka, anak-anak yang dari kecil telah mendapatkan doktrinasi apa yang dianggap benar dan salah, tentu agama menjadi salah satukotak  yang disediakan dalam kehidupannya dan berporsi besar. Dan sesungguhnya agama, jika dilaksanakan secara benar, ia menjadi way of life, pedoman hidup yang akan menyelamatkanmu di dunia dan akhirat.

Kekuatan agama yang memiliki pengaruh besar bagi manusia, terutama masyarakat belahan timur yang menempatkan agama sebagai bagian tak terpisah dari hidup, membuat beberapa orang melihat besarnya peluang mendulang keuntungan dengan bersenjata agama. Ya...para penjahat yang membawa simbol agama untuk merampok dan membunuh para korbannya, tanpa merasa menjadi korban malah berasa sedang menjalankan misi suci. Apakah ini kebodohan?

Entahlah....

Agama mungkin membuat kita terkadang meminggirkan rasionalitas. sami'na wa ato'na. dengarlah dan taatlah,..menjadi kalimat tak terbantah. Tapi keluguan hati manusia yang dimanfaatkan para peculas-peculas bengis dalam bungkus agama menggunakannya sebagai keuntungan pribadi.

Ingat kasus Adi Bing Slamet dan Eyang Subur? bagaimana lelaki renta itu bisa beristri 8 tanpa ada yang protes dan menghisap harta para pengikutnya hingga habis tak tersisa? Adakah anda memperhatikan orang-orang yang direkrut menjadi "pengantin bom bunuh diri" atas nama jihad dan mati sebagai syuhada? Atau, bagaimana menjelaskan secara ilmiah, bagaimana orang-orang berpendidikan, merelakan dirinya meninggalkan keluarga beserta seluruh tanggungjawabnya terhadap keluarga demi menjadi tentara ISIS, di daerah Timur Tengah yang garang sana? Atau menjelaskan bagaimana seorang ustad melucuti harta jamaahnya begitu selesai pengajian, dan mengatasnamakan sedekah demi kemajuan agama? Sebagai tabungan akhirat? Tapi adakah kita tahu berapa banyak yang diperoleh sang ustad dalam satu kali pengajian dan melucuti harta jamaahnya, karena tak dicatatkan pada pihak berwenang dan semua orang rikuh menanyakan berapa jumlah yang terkumpul dan benar-benar digunakan untuk kepentingan umat, karena akan dianggap suudzon mencurigai orang suci?

Begitu banyak kasus orang berbungkus peci dan sorban, mendirikan tempat ibadah lalu menghimpun orang-orang lugu yang berniat menjadi orang baik, dikorbankan demi ambisi pribadi sang imam. Proses baiat, memungkinkan sang imam menjadikan jamaah menjadi boneka, serdadu, kacung atau robot untuk melaksanakan seluruh perintah sang imam dengan mengatasnamakan Tuhan. Membuang nalar dan mematikan akal sehat, mereka menuntut kepatuhan dan kesetiaan tanpa batas. Sementara Tuhan dalam ayat-ayat sucinya selalu memaksa kita untuk berpikir kritis, bacalah,..dengarkan… …perhatikanlah petunjuk bagi orang-orang yang beriman.

Para imam yang mencatut nama Tuhan ini mematikan nuraninya untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Mereka merampok dengan ayat suci, padahal Tuhan sudah mengingatkan, Dan janganlah kamu menjual ayat-ayatku dengan harga murah...

Saya sedang marah,…marah sekali,…pada orang-orang tak bernurani yang menjadikan ayat-ayat suci untuk merampok mereka yang sedang berputus asa, mereka yang ingin menghapus dosa, mereka yang ingin memperbaiki diri, mereka yang ingin membahagiakan keluarga. Setumpuk janji surga diberikan. Para korban terlena. Membawa serta seluruh anggota keluarga, untuk dibaiat, bersumpah setia pada sang imam dan mematuhi segala perintahnya.

Dengan sesumbar sang imam berkata, Kalau aku perintahkan si A, B, C untuk membawa bom dan meledakkannya sebagai bagian dari perang suci,..mereka pasti akan melakukannya dengan patuh. Mereka sudah siap meninggalkan harta benda dan keluarganya..." Dan kita yang menyadari, akan bergidik ngeri menyadari banyaknya tempat pengajian seperti ini berkembang pesat di Indonesia. 

Pak Presiden, Pak Menteri Agama, jajaran kepolisian, kehakiman dan kejaksaan,..tolonglah kami... untuk menyelamatkan anggota keluarga yang terdoktrinasi.

Seperti lingkaran setan, proses Indoktrinasi, hilangnya akal sehat, brain wash,..mereka lakukan untuk mendapatkan lebih banyak lagi keuntungan pribadi. Sang korban membawa lingkaran pertemanan, persaudaraan untuk ikut serta dalam jamaah, tak sadar mereka memasuki lubang kelam kematian karakter pribadi yang mereka miliki sejak lahir, kematian akal sehat, kematian nurani, kematian tanggungjawab terhadap diri sendiri, keluarga dan sekitar.

Pemerintah,..kemanakah kami harus bernaung dan meminta perlindungan? Ketika mereka yang tersadar dari indoktrinasi dan mulai menggunakan akal sehat ingin keluar dari lingkaran kejahatan ini,…mereka diancam keselamatannya, juga anggota keluarganya. Para imam menggunakan jamaah yang masih dibawah pengaruh brain wash untuk mengawasi, memaksa, mengancam, mengindoktrinasi ulang apara anggota yang mulai menyadari jati dirinya?

Tolonglah kami MUI, tolonglah kami kementrian Agama,  tolonglah kami pak polisi, Kementrian Hukum dan Kejaksaan.... Sampai kapan orang-orang seperti ini membodohi umat?

Kami, keluarga yang sadar bahwa anggota keluarga kami menjadi korban, tak bisa melaporkan kasus ini pada polisi, karena korban belum sepenuhnya sehat nalarnya. Merasa bukan korban kejahatan. Mereka menyerahkan seluruh asset kekayaannya sendiri, tidak dipaksa, selalu itulah dalih yang digunakan sang pemimpin. Tapi sampai kapan kejahatan para imam aliran-aliran yang berkedok agama ini bisa merajalela mencari korban berikutnya dan menghisap habis kekayaan jamaahnya? Apakah kalian tak menyadari aliran-aliran menyimpang ini tumbuh subur di Indonesia? Karena tak ada yang mengawasi.

Para imam ini disembah layaknya raja, bahkan kentut mereka pun dianggap sewangi kesturi? Mereka juga manusia, yang punya ambisi, apalagi jika taka da yang berani mengkritisi.

Kemana kami, yang masih peduli pada keselamatan keluarga kami, meminta keadilan atas kejahatan orang-orang yang merampok atas nama Tuhan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun