[caption caption="Arjun dkk foto centil ala Cherrybelle (Foto by Shita) "]
Perjalanan pulang lebih cepat dan lebih menyenangkan. Jika kemarin sore kami butuh 6 jam menuju Badui dalam dalam keadaan tersiksa, kali ini kami hanya butuh 4,5 jam samapi di pos pertama dengan riang gembira. Di sepanjang jalan, ada beberapa pohon mundu yang sedang berbuah lebat berjatuhan di tanah. Iseng-iseng kami ambili dimakan sepanjang perjalanan sambil mengernyitkan dahi karena asamnya.
Mundu bentuknya seperti duku, tapi ukurannya lebih kecil, bijinya lebih besar dan rasanya asaaaaam sekali. Mungkin ada baiknya pemerintah membantu penduduk diarahkan untuk menanam lebih banyak pohon yang produktif menghasilkan buah dan laku dijual seperti durian, mangga, manggis, atau jeruk Bali di wilayahnya untuk meningkatkan perekonomian warga.
Mereka mungkin tak butuh banyak uang, mereka memang tak butuh smartphone, televisi atau rumah berkeramik, tapi pasti akan membahagiakan saat tiap rumah bisa makan cukup setiap hari, baju bisa berganti-ganti, tubuh sehat dan bahagia. Demi keberlangsungan kehidupan suku Badui. Seperti yang Charles Darwin ungkapkan, mereka yang adaptiflah yang akan selamat proses seleksi alam. Dan kita semua tentu ingin Suku badui tetap bertahan dan lestari, sampai kapanpun selama Indonesia masih berdiri karena mereka bagian dari kita, Indonesia.
[caption caption="Cuaca galau. berubah-ubah terus, jadi pake jas hujan mulu seperti kurang kerjaan hehe (Foto by Shita R)"]
Kami bahkan sempat mengunjungi sebuah situ, yang dikelilingi pohon aren. Karena hujan, airnya jadi hijau buram. Alangkah bagusnya jika para penduduk diarahkan membuat sampan, agar para pengunjung bisa naik di atasnya. Lalau ada sebuah saung, tempat mereka menjual kelapa muda sebagai penawar dahaga. Setidaknya akan memberikan tambahan pendapatan agar tak hanya tergantung dari padi dan jadi porter. Melihat anak-anak kecil sedang bermain, kami makan jeruk Bali yang ditawarkan penduduk saat istirahat, akhirnya sampailah kami di basecamp pertama.
[caption caption="Makan bersama sebelum pulang (foto by Shita R)"]
Ketika semua anggota telah sampai di tempat yang ditentukan, kami menyempatkan diri makan bersama di rumah makan sederhana di luar perkampungan Badui. Para porter kami makan dengan lahap. Senang melihatnya. Lalu foto bersama. Lalu berjanji untuk mengunjungi kami di Jakarta. Itu hal yang berat, karena orang Badui dilarang memakai alas kaki atau naik kendaraan apapun menuju tempat yang dituju. Harus jalan kaki! Kami sehari saja kaki rasanya sudah kaku seperti batu bagaimana dengan mereka? Tapi bukankah petualangan memang selalu menantang nyali siapa saja yang berani melihat dunia luar tak peduli seberapa berat tantangan?
Dan mereka memang melakukannya beberapa bulan kemudian! Sambil berdagang madu yang mereka angkut dengan buntelan kain putih yang dijadikan tas. Mereka punya nyali, punya keinginan, punya keberanian. Alangkah baiknya jika kita semua membantu untuk menjaga keberlangsungannya. Jangan sampai kisah sedih suku Kubu, Anak Dalam, Aborigin , Indian, Ainu terulang pada Suku Badui. Mereka harus dibekali pengetahuan hokum untuk menjaga tanah ulayatnya dari ancaman perusahaan-perusahaan yang tak bernurani. Di sinilah kita harus turut berperan dan peduli. Jangan sampai kita hanya datang ke sana dengan rasa ingin tahu dan hanya meninggalkan kenangan tanpa memberi sedikit peran untuk mereka.
[caption caption="Baju khas Badui tersedia di Galeri Indonesia Wow, ESM Tower"]
Mungkin saatnya Pemerintah Provinsi Banten di bawah Gubernur Rano Karno yang ganteng, mulai mencanangkan satu hari, sebagai hari memakai seragam batik Badui, misalnya agar keberadaan Badui tetap terjaga dan terpelihara, juga sebagai asset pariwisata yang berharga. Dikelola dengan lebih professional.
Mengajak para tetua adat duduk bersama, mempercantik pemukiman, membuat jalan batu sepanjang rute perjalanan untuk memudahkan para wisatawan menuju Badui Dalam, menanami pohon-pohon buah di bukit-bukit yang gundul dan sepanjang pinggir jalan agar teduh dilewati. Mungkin harus diterapkan retribusi masuk yang pendapatan tersebut digunakan untuk menyejahterakan masyarakat Badui baik yang diluar maupun di dalam agar kualitas hidupnya makin membaik.
[caption caption="Foto bersama sebelum pulang (foto by Shita R)"]
Mereka orang-orang yang baik, yang bersahaja dalam sikap dan hidup. Semoga Pemerintah melindungi tanah dan kehidupan mereka. Saya melihatnya di mata Arjun, Romi dan yang lainnya. Saat saya ulurkan sejumlah uang terima kasih atas jasanya membawakan tas backpacker saya yang lumayan berat, Arjun memandang saya tak percaya. “Ini buat saya semua?” Terlihat matanya berbinar bahagia. Saya mengangguk memantapkan hatinya.
“Teteh iklash ngasihnya?” Saya mengangguk lagi. “Beli beras yang banyak ya? Kasih Ibu.”
Ia mengangguk mantap dan tersenyum lebar.
Hati saya langsung meleleh. Begitu sederhana membuatnya bahagia. What a wonderful life.