Mohon tunggu...
Shita Rahmawati Rahutomo
Shita Rahmawati Rahutomo Mohon Tunggu... Penulis - Corporate Communication, Corporate Secretary, Public Relation, ex jurnalis, akademisi, penulis, blogger, reviewer.

a.k.a Shita Rahmawati or Shita Rahmawati Rahutomo, corporate communication, public relation, officer, penulis, gila baca, traveler, blogger, cooking addicted, dreamer, social voluntary, akademisi, BRIN Awardee.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

London Has Fallen: Film Seru dengan Issue Kekinian

8 Maret 2016   08:52 Diperbarui: 4 April 2017   17:33 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="cdn2-www.comingsoon.net"][/caption]

Film action spionase tak pernah gagal menarik jumlah penonton. Bunyi dar der dor sepanjang film mungkin membuat emua orang seperti terpenuhi naluri dasarnya untuk menyakiti atau membunuh. James Bond berseri-seri tak pernah gagal menambah pundi-pundi dolar. London Has fallen, hadir sebagai James Bond baru tanpa mengumbar keseksian wanita muda seksi berbusana minim. Sekilas agent wanita cantik Inggris Jax, ikut mempermanis film sebentar, agar tak terlihat pria terlalu dominan di film ini, tampil bahkan tanpa riasan.

London Has Fallen merupakan sequal dari film sukses "Olympus Has Fallen" tahun 2013, yang menceritakan kisah agent Mike Banning (Gerard Butler) yang berjuang habis-habisan untuk menyelamatkan presidennya yang ganteng (ehem), Benjamin Rush (Aaron Eckhart) dari serangan teroris yang mampu menjebol pertahanan gedung putih, sebagai lambang Amerika Serikat.

London Has Fallen dimulai dari cerita London yang cantik tengah berduka. PM Inggris meninggal akibat komplikasi dari operasi yang dilakukannya. Tentu saja, karena pemimpin negara besar maka, upacara pemakamannya akan diadakan secara besar-besaran karena melibatkan kedatangan kepala negara dari 40 negara di dunia untuk memberikan penghormatan terakhir. London disterilkan. Sebagai sekutu terdekat, tentu saja Presiden Benjamin Rush berniat melayat sekutunya. Mike yang galau karena sebentar lagi menjadi ayah, telah menyiapkan surat pengunduran diri. Bayangkanlah lucunya, ketika agen ini menyiapkan kamar bayinya dengan dilengkapi 6 CCTV dari segala sudut kamar juga alas tempat tidur bayi anti peluru, yang membuat istrinya geleng-geleng kepala.

Perjalanan ke London yang dijadwalkan hanya memakan waktu 3 hari itu menjadi hancur berantakan, karena menjelang pemakaman terjadi serangan teroris besar-besaran yang tujuannya hendak membunuh semua pemimpin besar dunia, terutama Presiden Amerika, yang memaklumkan dirinya sebagai polisi dunia dan memiliki banyak "musuh". Tujuan sang pemimpin teroris adalah membalas dendam kematian putrinya saat pernikahannya akibat serangan Amerika Serikat ke kediaman mereka di Pakistan.

London benar-benar berdarah-darah. Lokasi pemakaman hancur dibom, banyak pemimpin negara jadi korban penembakan termasuk Kanselir Wanita Jerman, PM Kanada, dan sekutu-sekutu Amerika lainnya. Begitupun jembatan London Bridge diserang bom dari segala arah yang membuat Perdana Menteri Jepang yang terjebak dalam kemacetan akhirnya tenggelam masuk ke dalam laut dari mobil Nisannya yang meluncur dari jembatan London Bridge.

Mau tahu kelanjutannya? Tonton sendiri.

Pokoknya ga rugi banget deh nonton film ini. Bagaimana Mike Banning mati-matian berusaha menyelamatkan sang Presiden sebagai bentuk tanggung jawab sebagai pengawal. Alur film ini maju, dengan pergantian gambar yang dinamis, membuat kita tak sempat mengedipkan mata dan visual efek yang diciptakan dramatis sehingga enak dinikmati. Kita jadi tahu, prosedur penyelamatan Presiden dan bisa mewakii perasaan pengawal yang mengorbankan nyawa sebagai tameng keselamatan presiden demi kehormatan negara, saat dua helikopter pendamping menjadi martir saat rudal sudah mengunci helikopter presiden. Keren!

Meski sama-sama film action, London Has Fallen karena menampilkan jagoan manusia beneran, yang dandy, tubuh tidak metokol-metokol macam Rambo, dan memiliki konflik serta perasaan seperti manusia biasa. Beda dengan Transformer, yang riuh rendah namun membuat saya sukses tertidur di bioskop (apalah menariknya melihat kaleng-kaleng bertempur?) Film ini menyuguhkan cerita yang rapi, dengan konflik yang enak untuk dikunyah, emosi yang dilibatkan dan tontonan yang tak menjemukan penontonnya. Satu hal lagi, meski Dell memang terlihat sebagai pengiklan di film ini, namun tidak secara vulgar seperti di film Transformer yang para pengiklan kehadirannya terlalu mencolok mata.

Film ini juga menampilkan hal-hal fenomenal yang sering kita jumpai dalam medsos. Seperti keinginan Amir Barkawi, sang bos teroris untuk mengeksekusi Presiden AS di depan kamera dan disiarkan secara langsung melalui Youtube. "Jika aku tertangkap, bunuhlah aku Mike! Jangan biarkan tubuhku jadi propaganda para baj***** itu! Yah,..betapa seringnya kita melihat video-video para tawanan perang (tentara, politikus, wartawan) yang digorok dan disiarkan di medsos untuk menebar teror. bayangkanlah jika yang jadi korban itu Presiden AS, efeknya pasti besar sekali.

Di film inilah bagaimana hacker digambarkan bisa menjadi aset bangsa yang sangat bernilai. Sang hacker handal teroris berhasil mencuri dengar pembicaraan paling rahasia wakil presiden Amerika Serikat dan pejabat keamanan Inggris. Hacker dengan mudahnya menjebol pertahanan internet bandara, membuat lumpuhnya penerbangan, menonaktifkan operasi kereta bawah tanah, internet dan mematikan listrik kota London dalam sekali "push". Bayangkanlah jika hal ini benar-benar terjadi dalam dunia nyata, betapa kacaunya dunia. Film ini benar-benar membawa nuansa kekinian dalam adegan serunya.

Mesti mudah terbaca endingnya, tapi pembuatan adegan-adegan yang seru ini membuat kita tak ingin beranjak sampai film usai. Meski Mike tergambar sedikit berlebihan saktinya menurut saya, hingga pasukan elite Inggris SAS yang terkenal kehandalannya, terlihat hanya sebagai tempelan film. Yah,...yang bikin film juga Amerika. Dilarang proteslah.

Cuma, saya agak berpikir nih. Kenapa ya,.. yang dipilih jadi kota korban teror itu London? Mungkin karena London penuh bangunan tua yang indah? Agar enak saat jadi latar belakang sebuah cerita? Atau karena jumlah muslim di Inggris meningkat drastis hingga 3 juta saat ini? Termasuk juga konflik yang melibatkan warga London muslim dilarang terbang ke Amerika ketika ingin mengunjungi Disney Land? Ah entahlah. Dan adegan tertembaknya kanselir wanita Jerman, adakah kaitannya dengan kebijakan Angela Merkel yang menerima para pengungsi dari Timur Tengah? Dan Tokoh Amir Barkawi, yang jadi teroris muslim kaya dari pakistan di film ini, mengapalah mengingatkan saya pada sosok Muhammad Al Fayedh, pengusaha muslim Inggris pemilik Harrods.

Amerika memang jagoan bikin film jagoan yang enak ditonton namun tak lupa menyisipkan nilai-nilai propaganda, dan penonton? Nyaman banget menelannya bulat-bulat. Saya ingat, era peran dingin yang jadi musuh dan penjahat pasti orang Rusia. Kini... karena yang sedang dijadikan musuh bersama yang bau-bau muslim (sedih sebenarnya saya karena Islam tak mengajari menyakiti sesama) yang dijadikan tokoh antagonisnya. Banyak sekali film sekarang ini yang diramu dengan tokoh berbau islam begini.

Semoga hal-hal seperti ini tak lama terjadi. tak ada lagi diskriminasi. Apapun ras manusia di muka bumi ini, marilah kita berusaha ,menilainya sama baiknya. Alangkah indahnya dunia nanti ya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun