Mohon tunggu...
Amas Mahmud
Amas Mahmud Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi

Melihat mendengar membaca menulis dan berbicara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Waktu Berganti, Hidup Kita Bermutasi

14 September 2022   09:21 Diperbarui: 15 September 2022   09:35 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya, dirinya sendiri, keluarganya tidak merasakan buah dari perjuangannya itu. Menyedihkan. Karena kita hidup ada batasan waktunya. Semua skenario hidup dapat kita desain. Usaha merealisasikannya bisa dilakukan, tapi tetap ada kadar batasannya.

Kewenangan dan kekuatan manusia, tak akan mampu melebihi otoritas Tuhan. Insya Allah secara menyeluruh kita menjadi orang-orang menang. Orang yang merdeka dari perbudakan dunia. Menjadi manusia yang tidak terjajah atas hawa nafsu duniawi. Berhasil dalam berjuang. Lalu, merayakan dan menikmati hasil perjuangan tersebut.

Biarkan keluarga tercinta, bangga dan bahagia merasakan jerih payah perjuangan kita. Kita tidak meninggalkan beban, bahkan aib bagi keluarga. Ya Allah mudahkan segala nita suci kita semua. Demi keluarga perjuangan ini dilakukan. Kaki ini dilangkahkan, bukan untuk yang lain.

Seluruhnya demi martabat keluarga. Jangan lagi kita seperti tertipu, terbius situasi modernitas. Yang menempatkan kemewahan sebagai segalanya. Kemudian, dari itu semua melahirkan situasi sosial yang tidak berimbang. Kaya dan miskin menjadi alat ukur yang terlampau merendahkan kita semua. 

Diskriminasi dan disparitas dipelihara. Ini adalah gambaran yang menakutkan. Padahal, sebaik-baiknya manusia hanyalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Bukan manusia yang menindas, atau menyombongkan diri bagi yang lain.

Kecemasan yang kadang meluap, melintas pada pikiran kita juga harus diredam. Jangan kecemasan dipelihara. Banyak yang kita amati. Ada yang kita sendiri alami. Dimana hanya karena materi derajat, wibawa, dan harta martabat sesama manusia direndahkan. 

Hingga harga diri seseorang nyaris tak ada nilainya. Malu berkali-kali, berlutut kaku karena pengaruh kekuasaan maupun uang. Hanya lantaran kebutuhan ekonomi kehormatan menjadi hilang. Kita semua tentu berharap kemuliaan dan harga diri keluarga terjaga. Sembari tetap kita mengucapkan syukur, berterima kasih pada siapapun yang telah membantu kita. Yang membuat kita dapat survive.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun