Mohon tunggu...
Amas Mahmud
Amas Mahmud Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi

Melihat mendengar membaca menulis dan berbicara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik, Adab, dan Modernitas

7 Mei 2022   18:48 Diperbarui: 7 Mei 2022   18:54 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bung Amas, gambaran politik (Dokpri)

SECARA teori politik dapat didefinisikan sebagai cara negara diatur, serta cara pemerintah membuat aturan dan hukum. Menurut pendapat para Ahli, interpretasi politik cukup beragam. Umumnya tentang pemerintahan, kebijakan, publik, dan regulasi.

Sebut salah satunya, menurut Gabriel A. Almond, politik dimaknai kegiatan yang berhubungan dengan kendali pembuatan keputusan publik dalam masyarakat tertentu di wilayah tertentu. Di mana kendali ini disokong lewat instrumen yang sifatnya otoritatif dan koersif.

Jadi, yang berkaitan dengan segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain. Itulah politik. Politik akan diterapkan secara keliru, jika tidak dilandasi atas adab atau etika.

Praktek politik di tanah air Indonesia telah menyajikan itu. Saling menunggangi kepentingan. Hasilnya tindakan barbar, buas, dan brutal dilakukan dalam panggung politik. Mulai dari fitnah, sampai saling hakimi kriminalisasi, dan persekusi.

Begitu jauh dari tafsir dan tujuan politik itu sendiri. Atas kesenjangan, kontradiksi tersebut sehingga diperlukan adab dalam praktek politik. Politisi dalam menjalankan nilai-nilai politik yang agung, meski memiliki adab.

Ketika ada diabaikan politisi, menjadi rusaklah tatanan politik. Tak ada lagi rasa hormat. Yang umurnya lebih tua, tak mengayomi yang muda. Begitu juga yang muda tidak menghormati yang usianya lebih tua. Kolaborasi tidak dibangun, melainkan persaingan.

Bukan argumen yang dibangun dalam menarasikan visi bersama. Melainkan sentimen. Merasa paling layak, paling pantas berada di depan. Mau memimpin, tapi tak mau dipimpin. Disinilah ketimpangan makin muncul.

Kenapa demikian, ada dipandang seperti tidak penting oleh generasi politisi saat ini?, karena kehidupan modernitas. Pengaruh globalisasi, yang melahirkan dunia modernitas membuat semua manusia merasa setara.

Mau diutamakan, minta dihargai. Namun enggan memberi rasa hormat buat orang lain. Tidak pandai menilai diri sendiri. Menilai orang lain, ia jagonya. Dunia seperti terbalik. Politisi menjadi congkak.

Merasa paling banyak duit. Punya akses atau relasi yang luas. Merasa paling berpengalaman dari yang lain. Akhirnya, orang lain dianggapnya enteng. Tidak punya kepekaan, sensitifitas sosial, maupun empatinya terhadap sesama tidak dibangun.

Soal modernitas ya. Modernitas menjelaskan tentang fenomen di era modern. Seperti kecanggihan teknologi informasi. Modernitas juga disebut sebagai periode sejarah, perilaku, dan praktik sosial budaya tertentu yang muncul di Eropa pasca-abad pertengahan dan berkembang di seluruh dunia.

Jangan dikesampingkan. Bukan pula dikonfrontasikan antara politik dan adab. Bahkan, untuk membuat distingsi saja tidak tepat rasanya. Karena itu satu paket lengkap. Politik dan adab bagai satu mata koin. Yang satu sisi, dengan sisi seblahnya saling melengkapi.

Percuma para politisi hebat, akademisi yang katanya mahfum teori-teori politik, tapi miskin adab. Mereka yang menempatkan dirinya di atas, memahami politik, lantas mengabaikan adab. Yang didapat hanyalah bencana.

Selain ketimpangan. Akan ditemukan pula resiko-resiko dari sikap tak beradab tersebut. Sebab, sebut saja politisi tanpa ada tidak mau tertib dan patuh pada etika sosial atau etika publik. Membuat dirinya liberal. Semua orang diukur dengan pikirannya sendiri.

Ketika memiliki keinginan menggenggam kekuasaan. Semua cara ditempuhnya. Adab tidak dijadikan barometer. Dalam pikirannya yaitu mendapatkan apa yang ia mau. Meraih nafsu politik. Tanpa mau membuang waktu memikirkan adab.

Modernitas membuat norma dan adab terhempas. Pranata sosial tidak lagi dijadikan patokan. Menjadi relatif dan subyektif di hadapannya. Kondisi kemodernan atau modernitas menunjang, menguatkan pandangan mengabaikan nilai-nilai adab tersebut. Rakyat dituntun ke sana. Dan ruang virtual "digital", menjadi instrumennya.

Kebiasaan rakyat terintegrasi dan diakselerasi menuju ke kamar atau panggung yang namanya politik tanpa adab. Politik diorkestrasi sebagai nyanyian, tontonan bebas nilai. Begitu menyedihkan, dan yang paling pokok berhasil membuat rakyat malu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun