Mohon tunggu...
Amas Mahmud
Amas Mahmud Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi

Melihat mendengar membaca menulis dan berbicara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketum Parpol Seperti Tuhan Bagi Politisi

30 April 2022   17:21 Diperbarui: 30 April 2022   17:43 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


HARUS
jujur kita katakan bahwa rakyat mulai ragu, tidak menaruh harapan lebih pada partai politik (parpol) saat ini. Padahal parpol adalah benteng untuk melawan polarisasi demokrasi. 

Peta jalan dan juga instrumennya yakni melalui kaderisasi atau pelatihan-pelatihan politik. Parpol harus menjadi satu-satunya pintu edukasi paling efektif demokrasi. Elit parpol tidak boleh pasif. Apalagi masa bodoh terhadap kerusakan sistem demokrasi. Rusak dalam prakteknya yang kian parah.

Partai menjadi solusi atas lahirnya kegaduhan demokrasi. Namun sayangnya, harapan itu meredup. Rakyat mulai kehilangan kepercayaan dan juga kehilangan harapan. Mereka malah berfikir parpol telah dengan sengaja melahirkan politisi bermasalah.

Jangan sampai parpol menjadi pemicu gelombang keresahan dan kegaduhan publik. Kondisi seperti itu yang dikhawatirkan. Maka nasib kepunahan parpol akan terjadi. Keistimewaan dan keunggulan parpol tidak diperankan dengan baik. Karena kenapa?, keteladanan elit parpol cenderung berkurang.

Hasilnya, sejumlah politisi amoral, senang bermain politik yang diterjunkan. Rakyat disajikan pilihan memilih politisi yang orientasinya bukan pelayana publik. Melainkan hanya memperkaya diri dan keluarga semata. Sedihnya, kader parpol yang terdidik secara berkala dan disiplin mengikuti jenjang pelatihan, malah dijadikan obyek eksploitasi. Mereka tidak diberi apresiasi.

Tak ada tempat yang proporsional dan strategis bagi mereka. Lagi-lagi terbenturny pada koneksi, terbentur dengan materi. Soal teknis yang menghambat karir kader parpol yang benar-benar kader original. Bukan kader naturalisasi, kader selundupan, dan kader parpol abal-abal.

Kalau saja semua parpol mampu memantapkan kaderisasi, ini luar biasa. Sebuah langkah maju bagi demokrasi kita di Indonesia. Dari proses disiplin menjaga kaderisasi, akan membuahkan hasil kita punya banyak stok kepemimpinan daerah, nasional dan internasional.

Dari percaturan demokrasi yang sengit, keras, dan cenderung destruktif memberi kesan ke publik bahwa pendidikan atau pelatihan parpol belum berjalan optimal. Saling fitnah, hasut sana hasut sini dianggap trik politik yang wajar. Padahal, itu amat memalukan. Parpol harus mempertegas posisi sebagai kanal, kamar, dan wadah yang menghidupkan akal sehat politik.

Tidak sekedar menghidupkan alam pikiran, melainkan juga dalam tataran praksis, aplikatif elit parpol wajib memberi contoh. Tindakan nyata melalui contoh inilah yang akan menjadi acuan rakyat. Bukan sekedar "jualan kecap" omdo, retorika politik yang terlampau tinggi. Tapi realitasnya malah memprihatinkan.

Kalau tidak dilakukan perbaikan dalam alur komunikasi dan tradisi edukasi politik. Maka dipastikan, kedepannya parpol akan bubar. Parpol menjadi ditinggalkan pemilihnya. Rakyat akan bermigrasi pada suatu situasi kehidupan tanpa parpol. Alhasil, kehadiran, pendekatan politisi tidak lagi menjadi magnet di tengah rakyat.

Keretakan parpol dan rakyat menjadi tidak terjalin. Yang ada malah tercipta jarak pemisah. Lalu parpol lambat-laun kehilangan pengaruhnya. Sekarang kekuatan parpol sangat "super power". Bagaimana tidak kuat, Presiden dan wakil rakyat (DPR) bisa mereka dikte. Para politisi lebih takut pada Ketua Umum (Ketum) Partai, ketimbang Tuhan dalam urusan politik.

Dalam nalar politisi, untuk mengamankan segala kepentingannya, mereka lebih takut Ketum Parpol. Tuhan dalam urusan politik, terlebih bagi "politisi pelacur" tidaklah penting. Bagi mereka mengamankan kepentingan dan mendapatkan kekuasaan itu yang utama. Pergerakan otak mereka untuk takut selain Ketum parpol sementara waktu dimatikan.

Mereka yang karakternya seperti itu meyakini nasib, hidup matinya di dalam karir politik ditentukan Ketum parpol. Boleh saja di luar urusan politik para "politisi bandit" itu mengikuti, taat, dan takut terhadap Tuhan. Situasi tersebut dapat kita saksikan dalam panggung politik kita di Indonesia. Betapa loyalitas politisi kepada Ketum parpol begitu tinggi.

Politisi ini lupa bahwa yang membuat mereka ada yakni Tuhan. Untuk eksistensi politik, politisi ada dan dihormati karena ada rakyat. Harusnya pemahaman berlebihan seperti mendewakan "mengkultuskan" Ketum parpol dihilangkan. 

Para politisi mestinya mengistimewakan rakyat. Dalam urusan pengabdian sebagai politisi, tidak etis jika politisi lebih takut Ketum parpol. Kemudian, mengesampingkan kepentingan rakyat.

Kadang sikap politisi itu seperti tidak berimbang. Tidak tepat menempatkan seolah-olah Ketum parpol disewakan, Tuhan dan rakyat diabaikan. Contoh paling riil seperti yang dilakukan para politisi koruptor. Tidak jarang informasi yang kita dengar ialah para oknum Bendahara partai politik bekerja menjadi mesin pencari uang. Mereka diperintah Ketum.

Begitu tidak takutnya politisi jahat ini kepada Tuhan dan rakyat. Sungguh memalukan, tidak punya nurani, dan mencederai akal sehat publik. Ketum parpol begitu dihormati, didewa-dewakan. 

Lantas Tuhan dan rakyat diabaikan. Rakyat tidak dipandang lagi sebagai pemegang kedaulatan. Pantaslah, bencana demokrasi tidak berhenti datang di Indonesia ini. Karena ulah satu-dua oknum bejat itu, membuat rakyat menanggung akibatnya.

Pelaku, terlebih Terpidana korupsi yang adalah politisi telah membuktikan itu. Mereka membuktikan kalau Tuhan tidak mereka takuti. Bahwa sebagian politisi kita lebih takut Ketum parpol. Takut kepentingan pribadi diganggu, ketimbang Tuhan maupun rakyat. 

Mereka menganggap di internal parpol, Ketum itu seperti Nabi, bahkan menyerupai Tuhan. Sungguh luar biasa. Bisa saja politisi kita akan melakukan perbuatan menyekutukan Allah (syirik).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun