HARUS jujur kita katakan bahwa rakyat mulai ragu, tidak menaruh harapan lebih pada partai politik (parpol) saat ini. Padahal parpol adalah benteng untuk melawan polarisasi demokrasi.Â
Peta jalan dan juga instrumennya yakni melalui kaderisasi atau pelatihan-pelatihan politik. Parpol harus menjadi satu-satunya pintu edukasi paling efektif demokrasi. Elit parpol tidak boleh pasif. Apalagi masa bodoh terhadap kerusakan sistem demokrasi. Rusak dalam prakteknya yang kian parah.
Partai menjadi solusi atas lahirnya kegaduhan demokrasi. Namun sayangnya, harapan itu meredup. Rakyat mulai kehilangan kepercayaan dan juga kehilangan harapan. Mereka malah berfikir parpol telah dengan sengaja melahirkan politisi bermasalah.
Jangan sampai parpol menjadi pemicu gelombang keresahan dan kegaduhan publik. Kondisi seperti itu yang dikhawatirkan. Maka nasib kepunahan parpol akan terjadi. Keistimewaan dan keunggulan parpol tidak diperankan dengan baik. Karena kenapa?, keteladanan elit parpol cenderung berkurang.
Hasilnya, sejumlah politisi amoral, senang bermain politik yang diterjunkan. Rakyat disajikan pilihan memilih politisi yang orientasinya bukan pelayana publik. Melainkan hanya memperkaya diri dan keluarga semata. Sedihnya, kader parpol yang terdidik secara berkala dan disiplin mengikuti jenjang pelatihan, malah dijadikan obyek eksploitasi. Mereka tidak diberi apresiasi.
Tak ada tempat yang proporsional dan strategis bagi mereka. Lagi-lagi terbenturny pada koneksi, terbentur dengan materi. Soal teknis yang menghambat karir kader parpol yang benar-benar kader original. Bukan kader naturalisasi, kader selundupan, dan kader parpol abal-abal.
Kalau saja semua parpol mampu memantapkan kaderisasi, ini luar biasa. Sebuah langkah maju bagi demokrasi kita di Indonesia. Dari proses disiplin menjaga kaderisasi, akan membuahkan hasil kita punya banyak stok kepemimpinan daerah, nasional dan internasional.
Dari percaturan demokrasi yang sengit, keras, dan cenderung destruktif memberi kesan ke publik bahwa pendidikan atau pelatihan parpol belum berjalan optimal. Saling fitnah, hasut sana hasut sini dianggap trik politik yang wajar. Padahal, itu amat memalukan. Parpol harus mempertegas posisi sebagai kanal, kamar, dan wadah yang menghidupkan akal sehat politik.
Tidak sekedar menghidupkan alam pikiran, melainkan juga dalam tataran praksis, aplikatif elit parpol wajib memberi contoh. Tindakan nyata melalui contoh inilah yang akan menjadi acuan rakyat. Bukan sekedar "jualan kecap" omdo, retorika politik yang terlampau tinggi. Tapi realitasnya malah memprihatinkan.
Kalau tidak dilakukan perbaikan dalam alur komunikasi dan tradisi edukasi politik. Maka dipastikan, kedepannya parpol akan bubar. Parpol menjadi ditinggalkan pemilihnya. Rakyat akan bermigrasi pada suatu situasi kehidupan tanpa parpol. Alhasil, kehadiran, pendekatan politisi tidak lagi menjadi magnet di tengah rakyat.
Keretakan parpol dan rakyat menjadi tidak terjalin. Yang ada malah tercipta jarak pemisah. Lalu parpol lambat-laun kehilangan pengaruhnya. Sekarang kekuatan parpol sangat "super power". Bagaimana tidak kuat, Presiden dan wakil rakyat (DPR) bisa mereka dikte. Para politisi lebih takut pada Ketua Umum (Ketum) Partai, ketimbang Tuhan dalam urusan politik.