Mohon tunggu...
Amas Mahmud
Amas Mahmud Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi

Melihat mendengar membaca menulis dan berbicara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Esensi Puasa dan Episode Jokowi 3 Periode

2 April 2022   14:39 Diperbarui: 2 April 2022   19:34 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi saat shalat berjamaah (Dok. Tempo.co)


Spirit Jokowi menjadi Presiden 3 periode hanyalah didominasi birahi politik. Esensinya tidak menyentuh kepentengan rakyat. Gemuruh permintaan Penundaan Pemilu 2024 demi rakyat, itu basa-basi politik semata. Vested interest.

Bahkan lebih parah lagi, semua desakan itu adalah settingan politik. Prakondisi yang telah disusun naskah dramanya. Stratak klasik, rakyat umumnya sudah membaca ini.

Konspirasi politik model ini gampang terlacak. Bersabarlah dulu, kita akan memasuki bulan Suci Ramadhan 1443 Hijriah. Biar terlihat toleran, Sholeh dan sholeha, elit politik kita menahan diri untuk sementara.

Dalam Al-qur'an Surat Al-Baqarah, Ayat 183, Allah SWT berfirman "Wahai orang-orang yang beriman. Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa".  Bulan Ramadhan meningkatkan ketakwaan kita. Bukan kegilaan politik.

Sederhananya, berpuasa berarti menahan diri. Tidak aktif. Memilih pasif, terlebih dari hal-hal yang bersifat keduniaan. Di bulan puasa (Ramadhan), secara religius aktivitas, rutinitas, dan intensitas sosial dari umat Islam dikurangi.

Sabtu, 2 April 2022, sebagaimana pengumuman Menteri Agama, Yaqut bahwa jadwal puasa Ramdhan 1443 Hijriah dimulai, Minggu, 3 April 2022. Sabtu, malam ini kita akan makan sahur.

Di bulan Ramadhan kita mengenal istilah shaum "menahan". Shaum maupun shiyam keduanya diartikan puasa. Dalam tafsir dijelaskan spesifik bahwa shaum lebih pada pemaknaan puasa bicara. Garis besarnya, berpuasa merupakan latihan menjadi sabar.

Puasa sebagai sekolah, instrumen atau pesantren pendidikan jasmani dan rohani bagi umat Islam untuk peningkatan kualitas diri. Perubahan-perubahan progresif perlu dilakukan memang.

Umat Islam yang berpuasa diharapkan menjadi La'allakum tattaqun "agar kamu bertaqwa". Lebih disiplin, sabar dan tidak meniru hawanafsu hewani. Puasa mengajarkan kita menahan diri, aktif meningkatkan amal ibadah. Jauhkan diri dari sikap tercela atau mencela orang lain.

Sedangkan shiyam, menekankan pada puasa makan dan minum. Uraian dari shaum atau juga shiyam, kalau kita cermat membacanya keduanya mengarahkan kita untuk berpuasa. Bahkan kita diharapkan menahan diri secara kahfa.

Merujuk pada Firman Allah SWT, QS. Al-Baqarah, Ayat 21, menjelaskan pula terkait posisi manusia dan sang khalik. "Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa".

Selanjutnya. Untuk konteks kepemimpinan, kita perlu membaca tiga pilar kecerdasan manusia. Diantaranya kecerdasan intelektual (Intelligence quotient) atau IQ. Kedua, kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ). Melengkapi kecerdasan tersebut, kaum intelektual juga sering menambahkan dengan kecerdasan transendental (TQ).

Harapan publik, pemimpin kita mesti menerapkan IQ, EQ, SQ, dan TQ secara baik. Harus terintegrasi, terinternalisasi dalam diri umat Islam. Insya Allah, bulan puasa Ramadhan 1443 Hijriah membuat kita semua mengintrospeksi diri. Terlebih pemimpin kita di republik Indonesia tercinta. Bulan puasa mendidik kita untuk bermuhasabah, agar bisa menjadi manusia-manusia unggul.

Perubahan seperti ini yang substantif. Hakikat dari perubahan sosial, menang harus diawali dan dimulai dari perubahan diri pribadi. Puasa mengajarkan kita untuk jujur dan taat pada ketentuan-ketentuan yang berlaku. Baik itu Al-Qur'an, Al-hadis bagi umat Islam maupun konstitusi, atau regulasi negara.

Bulan Ramadhan merefleksikan diri kita untuk menjadi lebih baik. Perbaikan terus-menerus perlu dilakukan. Sehingga kelalaian, kesombongan kita dapat diredam. Sebab sifat manusia selalu meniru dan menyukai hal-hal positif.

 Lantas, Bagaimana dengan Jokowi 3 Periode?

Bisa jadi kerakusan yang merupakan sifat binatang dan setan, dicekoki dalam pikiran Presiden Jokowi. Godaan untuk mempertahankan Presiden menjadi 3 periode atau menambah satu, dua, atau tiga tahun pemimpinan Jokowi selaku Presiden Republik Indonesia.

Sikap monopoli dan serakah, akan menghancurkan manusia. Yakinlah itu. Kita berharap dan turut mendoakan agar Presiden Jokowi serius, sungguh-sungguh, serta jujur menolak wacana Jokowi 3 periode.

Tidak lagi menyiapkan dan menyodorkan alasan apapun. Menolak usulan penambahan masa jabatan bagi Jokowi, kita harapkan dilakukan Jokowi. Skenario pura-pura, dengan alasan jika rakyat menghendaki tidak digunakan lagi.

Karena alasan itu hanya akan membuat rakyat muak. Rakyat pasti tahu, bahwa itu strategi akal-akalan. Jangan sampai Asosiasi Kepala Desa, pemerintah daerah, organisasi pengusaha, hingga dukungan organisasi Cipayung plus teriak perpanjangan masa jabatan Jokowi, lalu Presiden Jokowi menerimanya. Pola-pola seperti itu telah diketahui publik.

Berhentilah menggunakan dalil, demi rakyat untuk menambah masa jabatan Presiden. Kalau hanya teriakan-teriakan kecil yang mengatasnamakan rakyat, pasti banyak. Dan bisa dilakukan kelompok pencari duit. Atau kelompok nasi bungkus, dan kelompok nasi kotak.

Kita mendoakan, agar bulan Ramadhan 1443 Hijriah membuat Jokowi hijrah dari sikap mau memperpanjang masa jabatan. Ke pemikiran dan sikap demokratis, negarawan. Yakni menolak perpanjangan masa jabatan dalam bentuk apapun. Jokowi jangan sampai ikut skema politik LBP cs.

Contoh teladan dari Jokowi sangat diharapkan rakyat. Ketika khilaf, lalu mengikuti bujukan penambahan masa jabatan Presiden, atau memberi ruang Amandemen UUD 1945 untuk Jokowi maju bertarung di Pemilu 2024 lagi. Tolak dan tolak pandangan oligarki totaliter.

Setelah menjalani bulan Ramadhan 1443 Hijriah, Jokowi makin tercerahkan dan mengambil hikmah. Agar tidak terjebak dengan diplomasi politik dan negosiasi yang membuat dirinya mau memperpanjang masa jabatan sebagai Presiden. Walau seluruh Kepala Daerah di Indonesia teriak perpanjangan masa jabatan, jika Jokowi menolaknya tetap saja teriakan dan permintaan mereka tidak ada gunanya.

Semua tergantung Jokowi. Ketika Jokowi ikut-ikutan, memberi alasan ini aspirasi rakyat atau aspirasi dari daerah lalu, menerima usulan itu seolah-olah ini proses demokrasi, maka rakyat pasti memberi vonis bahwa Jokowi rakus. Pasti dituding macam-macam. 

Hal ini tidak dapat terhindari. Sebab rakyat Indonesia merindukan pergantian kepemimpinan secara demokratis dan berkala. Pergantian kepemimpinan yang konstitusional. Solusi kepemimpinan 10 tahun memimpin (2 periode), tidak perlu lagi didugat atau dirombak. 

Biarkan yang telah final mengikat itu dijalankan saja demi rakyat. Tidak perlu lagi membuat alibi, retorika, apologi, dan pembenaran yang membuat sikap kerakusan terlihat demokratis. Sikap negarawan Jokowi sangat dinanti rakyat Indonesia.

Jokowi wajib menahan diri dari segala bujukan untuk memperpanjang masa jabatan Presiden. Begitupun dalam hal menerapkan kejujuran, rakyat Indonesia berharap Jokowi jujur. Bahwa ia benar-benar tidak tertarik, tidak mau dengan usulan, pendapat adanya perpanjangan masa jabatan Presiden tersebut. 

Ungkapan diplomatis tentang ini era demokrasi sehingga semua orang berhak berpendapat, termasuk mengusulkan penundaan Pemilu 2024, membuat rakyat gelisah. Pihak-pihak yang mendapat jatah jabatan, konsesi politik pasti mendorong Jokowi 3 periode.

Sebagian rakyat Indonesia menangkap kalau Jokowi sedang melakukan retorika politik. Lalu berharap atas keinginan dan kedaulatan rakyat, Pemilu 2024 ditunda. Manfaatnya bagi Jokowi adalah masa jabatannya diperpanjang. 

Bulan Ramadhan menjadi momentum pemurnian dari penguasaan hasrat politik yang berlebihan. Jokowi harus memikirkan rakyat, jangan mengikuti ego dan nafsu politik satu dua orang. Berhentilah memaksakan kehendak untuk penundaan Pemilu 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun