Mohon tunggu...
Amas Mahmud
Amas Mahmud Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi

Melihat mendengar membaca menulis dan berbicara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Minyak Goreng, Indonesia Menuju Krisis Pangan

10 Maret 2022   16:22 Diperbarui: 10 Maret 2022   16:28 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret kelangkaan minyak goreng (Dokpri)

Tiba-tiba saja ada kelangkaan minyak goreng (migor) di Indonesia, tepatnya tahun 2022 awal. Konsekuensinya harga migor menjadi mahal. Naiknya harga minyak goreng di Indonesia jadi ironi tersendiri. Posisi Indonesia sebagai penghasil Crude Palm Oil (CPO) terbesar kedua setelah Malaysia, kali ini mengalami goncangan dahsyat. 

Kinerja Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Mendag RI), Muhammad Lutfi tentu tidak lepas dari sorotan publik. Kompas.com, 7 Maret 2022, mempublikasikan bahwa pemerintah sudah memberlakukan Harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng pada 1 Februari 2022. 

Rincian HET minyak goreng tersebut yaitu minyak goreng curah sebesar Rp 11.500 per liter. Minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000 per liter.

Migor termasik kebutuhan pokok manusia. Sudah menjadi tugas pemerintah untuk menyiapkan stok sebanyak-banyaknya, sehingga tidak perlu ada kelangkaan di pasar. Tanda lemah dan tindak mampunya pemerintah bila, salah satu bahan pangan di republik Indonesia tercinta mengalami anjlok.

Potret Indonesia makin memprihatinkan. Presiden Jokowi harus dikuatkan Menterinya. Jangan selalu membuat viral, kontroversi. Setelah Menag Yaqut, kini Mendag Muhammad Lutfi. Sebelumnya ada nama Menko Kemaritiman dan Investa, Luhut Binsar Panjaitan, dan Menteri BUMN, Erick Thohir terseret dalam isu bisnis PCR. Kedua Menteri paling tajir itu membuat publik geram.

Sadar atau tidak, kisruh yang diakibatkan dari kelalaian atau kesengajaan para Menteri pasti bermuara pada kemarahan publik kepada Presiden Jokowi. Kini krisis minyak goreng melanda. Menariknya, fenomena kelangkaan migor lahir bersamaan dengan isu penundaan Pemilu yang dicanangkan dilaksanakan 2024.

Di Malaysia yang juga penghasil CPO terbesar dunia, harga minyak gorengnya tetap murah. Indonesia yang merupakan penghasil minyak sawit terbesar di dunia, bersama Malaysia, harusnya dapat menekan harga migor. Berikan harga yang terjangkau pada masyarakat.

Kontraproduktif, ada keanehan jika diamati. Minyak goreng menjadi instrumen politisasi. Rakyat sulit mendapatkan minyak goreng, tapi politisi malah berkelimpahan minyak goreng. Suatu situasi yang tidak biasanya.

Jangan-jangan politisi, melalui elit partai politik menahan proses distribusi minyak goreng kepada masyarakat. Lantas, mereka disisi lain berpura-pura hadir sebagai penyelamat. Cara yang gampang diprediksi, bahwa situasi kegentingan tersebut sengaja diciptakan. Pemerintah melalui beberapa parpol disinyalir telah berkonspirasi mempolitisasi migor.

Lihat saja, belum lama ini. Sabtu, 12 Februari 2022, di media online TvOnenews.com, disebutkan bahwa DPD PDI Perjuangan Sumatera Utara membagikan 10 Ton minyak goreng kepada warga kurang mampu. Seperti panggung sandiwara kelangkaan migor ini dibuat. Sebuah realitas ganda kita temukan. Rakyat diperhadapkan dengan kekurangan, politisi diberi kelebihan mendapatkan migor. Ada apa ya?.

Selasa, 8 Maret 2022, CNNIndonesia.com juga memberitakan terkait PSI menjual murah ratusan liter minyak goreng. Dilansir dari media iNewsJatim.id, menyebutkan Golkar Jatim membagikan lima ribu minyak goreng gratis untuk pedagang kecil, Senin, 7 Maret 2022.

Sebelumnya, 26 Februari 2022, SumulutPost.Jawapos.com, memberitakan bahwa Partai Demokrat Sumut bagikan minyak goreng gratis kepada masyarakat. Kemudian, Kamis, 17 Februari 2022, Liputan6.com memuat praktek kedermawanan yang dilakukan Mufti Anam, Anggota Komisi VI, DPR RI, membagikan puluhan liter minyak goreng di Pasuruan.

Begitu luar biasa, kesalehan sosial yang diperlihatkan para wakil rakyat. Secara positif, kepedulian dan bantuan untuk rakyat harus diapresiasi. Publik berharap, materi bantuan yang dilurkan itu bukan dari uang korupsi. Bukan pula hasil tipu-tipu politik, membohongi rakyat dengan cara politisasi minyak goreng.

Sebelumnya, media juga menyajikan berita yang berjudul Kemendag curiga warga panic buying, timbun menyak goreng di rumah (baca, CNNIndonesia.com). Berkurangnya migor menggambarkan Mendag masih belum mempunyai kemampuan memadai. Harusnya apapun kendala yang dihadapi, pemerintah tidak harus kehilangan opsi. Tidak boleh kekurangan ide dalam mencari solusi.

Mendag RI Muhammad Lutfi, menyebut pemerintah melakukan standarisasi harga yang sama yakni Rp. 14.000. Kebijakan satu harga inilah dimaksudkan untuk dapat mengendalikan dan mengontrol harga minyak goreng di pasaran. Tidak melambung tinggi, tidak bervariasi. Pemerintah mempu melakukan pengawasan terhadap mekanisme pasar.

Para Menteri, anak buah Presiden Jokowi satu persatu tersandung kasus korupsi. Sebagian yang lainnya, diduga berada dalam arus deras masalah. Selain dinilai bekerja tidak serius, tidak optimal melayani rakyat. Mereka juga disebut tidak becus mewujudkan apa yang menjadi harapan Presiden. Bukan meringankan beban masalah, malah menambah masalah.

Setelah ada kelangkaan migor, pasti ada lagi kejutan yang menyusul. Alhasil, rakyat disuguhi dan disibukkan dengan bermacam masalah yang sengaja dibuat. Pemerintah harusnya mencicil, menuntaskan problem akut yang ada. Jangan menghindar dari masalah, apalagi menambah-nambah masalah baru.

Skenario kelangkaan migor akan memukul posisi Jokowi secara politik. Presiden dianggap tidak punya kemampuan, lalai memperhatikan kebutuhan pokok rakyatnya. Jadi, apapun alasannya minimnya migor diperedaran membuat citra Presiden Jokowi makin memburuk. Pandemi Covid-19 telah membuat rakyat bosan, depresi, dan mudah marah, jangan lagi tekanan tersebut ditambah.

Akan dianggap kewajaran dimana setiap kesusahan yang dihadapi rakyat, ditanggapi pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan yang lebih berdampak politis. Pikiran publik mesti dibiasakan dengan membangunkan kepercayaan dari kerja-kerja pemerintah yang pro pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat kecil. Bukan berkiblat pada kepentingan konglomerat. Rakyat diabaikan hak-haknya.

Kelangkaan migor menjadi alarm bahwa Indonesia akan menuju krisis Pengan. Tidak main-main, pemerintah bisa saja menggunakan alasan situasi pandemi Covid-19. Kemudian, dalam situasi terjepit dibuatlah kisruh, lalu rencana penundaan Pemilu 2024 dilaksanakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun