Sebelumnya, 26 Februari 2022, SumulutPost.Jawapos.com, memberitakan bahwa Partai Demokrat Sumut bagikan minyak goreng gratis kepada masyarakat. Kemudian, Kamis, 17 Februari 2022, Liputan6.com memuat praktek kedermawanan yang dilakukan Mufti Anam, Anggota Komisi VI, DPR RI, membagikan puluhan liter minyak goreng di Pasuruan.
Begitu luar biasa, kesalehan sosial yang diperlihatkan para wakil rakyat. Secara positif, kepedulian dan bantuan untuk rakyat harus diapresiasi. Publik berharap, materi bantuan yang dilurkan itu bukan dari uang korupsi. Bukan pula hasil tipu-tipu politik, membohongi rakyat dengan cara politisasi minyak goreng.
Sebelumnya, media juga menyajikan berita yang berjudul Kemendag curiga warga panic buying, timbun menyak goreng di rumah (baca, CNNIndonesia.com). Berkurangnya migor menggambarkan Mendag masih belum mempunyai kemampuan memadai. Harusnya apapun kendala yang dihadapi, pemerintah tidak harus kehilangan opsi. Tidak boleh kekurangan ide dalam mencari solusi.
Mendag RI Muhammad Lutfi, menyebut pemerintah melakukan standarisasi harga yang sama yakni Rp. 14.000. Kebijakan satu harga inilah dimaksudkan untuk dapat mengendalikan dan mengontrol harga minyak goreng di pasaran. Tidak melambung tinggi, tidak bervariasi. Pemerintah mempu melakukan pengawasan terhadap mekanisme pasar.
Para Menteri, anak buah Presiden Jokowi satu persatu tersandung kasus korupsi. Sebagian yang lainnya, diduga berada dalam arus deras masalah. Selain dinilai bekerja tidak serius, tidak optimal melayani rakyat. Mereka juga disebut tidak becus mewujudkan apa yang menjadi harapan Presiden. Bukan meringankan beban masalah, malah menambah masalah.
Setelah ada kelangkaan migor, pasti ada lagi kejutan yang menyusul. Alhasil, rakyat disuguhi dan disibukkan dengan bermacam masalah yang sengaja dibuat. Pemerintah harusnya mencicil, menuntaskan problem akut yang ada. Jangan menghindar dari masalah, apalagi menambah-nambah masalah baru.
Skenario kelangkaan migor akan memukul posisi Jokowi secara politik. Presiden dianggap tidak punya kemampuan, lalai memperhatikan kebutuhan pokok rakyatnya. Jadi, apapun alasannya minimnya migor diperedaran membuat citra Presiden Jokowi makin memburuk. Pandemi Covid-19 telah membuat rakyat bosan, depresi, dan mudah marah, jangan lagi tekanan tersebut ditambah.
Akan dianggap kewajaran dimana setiap kesusahan yang dihadapi rakyat, ditanggapi pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan yang lebih berdampak politis. Pikiran publik mesti dibiasakan dengan membangunkan kepercayaan dari kerja-kerja pemerintah yang pro pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat kecil. Bukan berkiblat pada kepentingan konglomerat. Rakyat diabaikan hak-haknya.
Kelangkaan migor menjadi alarm bahwa Indonesia akan menuju krisis Pengan. Tidak main-main, pemerintah bisa saja menggunakan alasan situasi pandemi Covid-19. Kemudian, dalam situasi terjepit dibuatlah kisruh, lalu rencana penundaan Pemilu 2024 dilaksanakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H