Mohon tunggu...
Amas Mahmud
Amas Mahmud Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi

Melihat mendengar membaca menulis dan berbicara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kontroversi Kebebasan Berdemokrasi

8 Februari 2022   07:21 Diperbarui: 8 Februari 2022   08:29 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


DEMOKRASI
yang induk dan denyut kehidupannya dari rakyat, sepertinya telah kehilangan orientasi. Offside atau memang dibawah lari kaum kapitalis, pemodal rakus, serta penguasa tak bernurani.

Lihat saja, demokrasi yang harusnya menyumbangkan dan menghadirkan kesejahteraan, keadilan sosial dan persatuan, malah masih jauh panggang dari api. Dihampir seluruh belahan dunia, demokrasi menjadi andalan.

Harapannya tidak lain, tidak bukan ialah adanya distribusi kesejahteraan yang merata pada rakyat. Nasib demokrasi sebetulnya berada di tangan penguasa. Sejatinya, manfaat demokrasi dikelola untuk kemaslahatan rakyat. Bukan sebaliknya membawa mudharat.

Tapi jadi berbahaya, seketika demokrasi dicengkraman penguasa rakus. Sudah pasti kebebasan dihimpit. Yang ada hanyalah otoritarianisme. Ngakunya demokratis, malah prakteknya anti kebebasan berpendapat.

Belum lagi jika penguasa itu bersekongkol dengan bandit. Makin parah lagi jika lahirnya kompromi pemerintah dengan pengusaha yang dibekingi oknum pejabat negara korup. Kepentingan rakyat akhirnya tidak terurus. Inilah rangkaian kontroversi dari praktek berdemokrasi.

Penguasa harus mengerti bahwa demokrasi dikelola secara transparan untuk rakyat. Janganlah demokrasi dicengkram. Karena itu membawa petaka yang berujung pada konflik sosial, berujung pula pada disintegrasi bangsa.

Publik tentu terharu sedih, bila demokrasi dijadikan sekedar jargon. Demokrasi diposisikan serupa dekorasi yang hanya membawa unsur estetik. Tapi esensinya tidak dirasakan rakyat.

Mau dibumbui dengan retorika politik apapun, esensi demokrasi yaitu untuk perbaikan kesejahteraan rakyat. Bukan lagi teriakan pendemo Covid-19 yang bergelombang itu. Berlevel-level lalu kemudian pemerintah menerapkan bermacam praktek pengetatan sosial.

Harus ada solusi yang terbaik bagi rakyat. Bantu ekonomi rakyat, bukan Himbauan, Surat Edaran, Instruksi, dan argumentasi pemerintah. PCR diperjual-belikan, vaksinasi Covid-19 meluas sampai ke anak-anak.

Kepercayaan rakyat mestinya dibangun lagi. Jangan sampai makin parah, meningkat ketidakpercayaan rakyat pada pemerintah. Jika itu terjadi, maka demokrasi yang diagung-agungkan ini gagal total. Kesejahteraan, keadilan, ketuhanan, dan kemanusiaan itulah demokrasi seutuhnya.

Sejumlah kontroversi demokrasi dalam praktek berpolitik telah menjadi sampah dan beban tersendiri bagi rakyat. Pemerintah segeralah memperbaiki itu. Sampah, juga beban yang dimaksud menungkungi kebebasan rakyat diantaranya berupa perilaku money politic.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun