Mohon tunggu...
Amas Mahmud
Amas Mahmud Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi

Melihat mendengar membaca menulis dan berbicara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Telisik, Hentikan Kecurangan Pemilu 2024 dari Hulu

4 Februari 2022   08:09 Diperbarui: 4 Februari 2022   10:50 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Didesain rapi, agar kerja-kerja Wakil Rakyat bersama Presiden (Mendagri) yang melahirkan KPU, Bawaslu tetap terlihat berwibawa. Dianggap sebagai orang suci atau malaikat. Sederhanya, Komisioner KPU dan Bawaslu bukan orang-orang terbaik. Melainkan mereka yang beruntung saja.

Cara terbaik menghentikan adanya kecurangan Pemilu perlu dilakukan secara dini. Dan melalui antisipasi disaat penentuan Tim Seleksi KPU dan Bawaslu. Konstruksinya dalam skala nasional maupun daerah, Tim Seleksi KPU maupun Bawaslu menjadi rebutan.

Dari sanalah peluang menitipkan orang di lembaga Penyelenggara Pemilu dilakukan. Publik tahu betul bahwa Tim Seleksi merupakan individu-individu berintegritas, independen dan profesional. Sedihnya, sebagian besar hanyalah titipan yang dijadikan budak.

Lihat saja nanti, jika Tim Seleksi dikuasai Ormas tertentu atau Parpol tertentu, produknya tidak akan lari dari situ. Praktek tendensius ini bukan barang baru di Indonesia. Telah mengakar, itu sebabnya menjadi kesusahan kita melahirkan demokrasi berkualitas kalau sistem dan aktor-aktor yang diberi kepercayaan menjadi Tim Seleksi sampai dengan Penyelenggara Pemilu bermental KKN.

Situasi saling mengamankan kepentingan inilah yang membuat kepemimpinan publik nantinya juga terlahir dengan penuh kecurangan. Tidak steril, tidak alamiah dari proses demokratisasi kepemimpinan itu lahir. Malah proses pelaksanaan demokrasi nanti hanyalah menjadi sesuatu yang formalitas semata. Sedangkan hasilnya sudah merupan by setting atau by skenario.

Modal untuk menang menjadi anggota KPU dan Bawaslu bukan pure kualitas diri, pengalaman, integritas. Melainkan gerbong organisasi, relasi, dan uang (materi). Dari satu tahapan ke tahapan seleksi lainnya juga berlangsung penuh perjuangan begosiasi. Pendekatan informal sangat menentukan. Praktek culas itu percaya atau tidak akan sangat terasa.

Tidak sekedar spekulasi, pada Pemilu 2019 saya pernah menjadi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) sebagai Ketua. Lembaga adhoc, satu level dibawah KPU Kota/Kabupaten. Sekelas adhoc saja proses seleksinya penuh dugaan kecurangan. Karena praktek tadi, mengamankan gerbong dan kepentingan parsial masing-masing pihak.

Politik balas budi dijalankan. Misalkan saja, oknum anggota KPU yang aktif bekerja mungkin karena pernah dibantu Tim Seleksi atau donatur tertentu. Lalu, setelah itu titipan mereka akan dikawal si oknum KPU tersebut. Ruang konsesi politik terlihat disini, begitu miris.

Praktek buruk yang marak harus dihilangkan Presiden dan lembaga DPR (Komisi II DPR). Serius, hidup dan matinya demokrasi kita ditentukan disini. Rusak atau diselamatkan, diubah menjadi baik. Diberi penguatan, kesempatan itu terletak dalam seleksi anggota KPU dan Bawaslu yang tidak lain menjadi momentum bagi parpol serta stakeholder Pemilu untuk merundingkan kepentingannya.

Dalam seleksi KPU dan Bawaslu, sudah pasti parti politik ikut bermain. Begitupun, Ormas, juga kepentingan kekuasaan (pemerintah). Kesepakatan politik akan dibangun. Karena Penyelenggara Pemilu tidak lain adalah miniatur parpol, miniatur Ormas, miniatur kepentingan representatif, dan miniatur negara.

Manakala seluruh Penyelenggara Pemilu adalah bandit dan mafia, percayalah rekayasa besar-besaran dalam Pemilu kita di tahun 2024 akan terjadi. Resikonya, rakyat saling bunuh-bunuhan karena ulah Penyelenggara Pemilu yang curang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun