Mohon tunggu...
Amas Mahmud
Amas Mahmud Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi

Melihat mendengar membaca menulis dan berbicara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Anomali Politik dan Habitus Politisi

31 Januari 2022   11:58 Diperbarui: 4 Februari 2022   13:01 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PANGGUNG politik kita di tanah air dipenuhi warna-warni. Tidak homogen, melainkan heterogen. Kombinasi dari etika politik dan perilaku ''kanibal'', binatang yang dipadukan. Buktinya, ada politisi berperilaku layaknya binatang.

Merampas, membabat, mengambil sesuatu yang bukan haknya. Perilaku korupsi itulah cermin dari sikap kebinatangan politisi. Di Indonesia, cukup banyak. Tentu ada pula politisi yang menerapkan nilai-nilai etika politik.

Mereka mengerti tentang baik dan buruk. Lalu, benar dan salah. Tapi tidak semua yang melaksanakannya. Sikap rakus yang membuat politisi (Anggota DPR dan pimpinan Eksekutif) dipenjara. Ada pula pandangan buruk yang dipelihara. Dimana mereka para pencuri atau yang diperhalus dengan istilah koruptor itu bangga saat tampil di media massa.

Mindset dan nalar sehat publik seperti dibalik. Ulah politisi pencuri, penjahat inilah yang membuat lahirnya distrust terhadap politisi lainnya. Mirisnya, perilaku memalukan (pencuri uang rakyat) masih ditorerir partai politik.

Kondisi lapangan membeberkan itu. Bahwa tidak sedikit para politisi yang divonis bersalah. Ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, Mahkamah Agung, Kejaksaan, dan Lembaga penegak hukum lainnya, tapi setelah dibebaskan malah diberi lagi kesempatan mencalonkan diri.

Baik sebagai calon Kepala Daerah dan Calon Anggota Legislatif (Caleg). Semestinya, demi pendidikan politik, mereka yang telah bermasalah hukum tidak lagi diakomodir, dimajukan sebagai calon pemimpin publik. Jika mau dilibatkan, cukup saja sebagai pemikir (konseptor).

Biarkan mereka berkontribusi dibalik layar. Hal itu dimaksudkan agar meminimalisir dan menjegal anggapan, serangan publik kepada partai politik tertentu. Bagaimanapun rakyat sudah sangat waras berpolitik. Jangan sampai karena nila setitik merusak susu sebelanga.

Faktanya, anomali politik dan politisi berubah menjadi habitus yang menjijikan. Kemudian, dari ''kebudayaan'' itulah membuat reputasi politik, perjuangan mulia para politisi direndahkan publik. Tidak mendatangkan simpati dan dukungan rakyat.

Kebaikan yang dilakukan politisi dicurigai, bahkan dilawan rakyat. Resistensi dari rakyat akan terus mencuat manakala keburukan terus diproduksi para elit partai politik. Ketika elit politik itu tegas, mengatur alur perkaderan partai politik, kepercayaan (trust) publik akan meningkat.

Akan hilang kekhawatiran, kecurigaan, dan ketakutan rakyat terhadap politisi yang korup. Sebagai representasi rakyat biasa, kita berharap perbaikan serius dilakukan. Agar demokrasi makin berkualitas. Para politisi makin hebat, kaderisasi politik kian mantap dan matang.

Habitus atau kebiasaan dan perilaku politisi, sejatinya memberi solusi. Menjadi sumber inspirasi, bukan melahirkan masalah. Apalagi bertugas mempolarisasi tatanan sosial rakyat. Terjadinya anomali politik yang menyeret, bahkan yang dilakukan politisi merupakan bencana.

Sesuatu yang memalukan. Sistem demokrasi di Indonesia yang belum baik, seharusnya diperbaiki politisi. Dengan praktek kejujuran, keadilan, etika moral, saling hormat menghormati, toleran, solider, dan gotong royong. Bukan makin merusak demokrasi.

Merujuk pada pemikiran Antropolog Indonesia, Koentjaraningrat, disebut kebudayaan sebagai seluruh sistem gagasan, dan rasa, tindakan serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya dengan cara belajar.

Perilaku buruk politisi yang doyan korupsi dapatkan dikategorikan kebudayaan?. Sebuah kebudayaan baru yang amoral. Bagi saya, semua tindakan yang dilakukan berulang-ulang dapat dikategorikan kebudayaan. Sekalipun itu perilaku curang, mencuri (korupsi). Potret kebudayaan yang buruk. Sejatinya politisi menunjukkan karya positif.

Ramai-ramainya memproduksi karya nyata presitisius yang membanggakan dirinya, partai politiknya dan keluarganya. Jangan berbondong-bondong melakukan korupsi berjamaah. Wahai politisi jahat, janganlah meninggalkan warisan buruk dalam berpolitik.

Korupsi merupakan penyakit membahayakan jiwa. Jangan karena termotivasi menjadi kaya raya. Lantas mencuri uang dan hak-hak rakyat. Menyalahgunakan kekuasaan untuk memonopoli kekayaan merupakan perbuatan terkutuk yang dimurkai Allah SWT.

Kenapa dimurkai Allah SWT?, karena korupsi itu bagian dari perilaku boros. Sang khalik tidak menyukai sesuatu yang berlebihan. Mencuri hak rakyat, sama seperti menindas rakyat. Dari uang ratusan Miliar, Triliunan yang dijarah koruptor itu terdapat hak-hak rakyat. Kalian membunuh rakyat secara kejam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun