Mohon tunggu...
Ai Maryati Solihah
Ai Maryati Solihah Mohon Tunggu... Human Resources - seorang Ibu dengan dua orang anak

Mengaji, mendidik, berdiskusi dan memasak indahnya dunia bila ada hamparan bunga tulip dan anak-anak bermain dengan riang gembira mari kita isi hidup ini dengan dzikir, fikir dan amal soleh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menelisik Panti Pijat Plus dalam Kerangka Perdagangan Anak

24 September 2018   13:11 Diperbarui: 24 September 2018   17:07 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam satu minggu di bulan September setidaknya ada 5 anak usia 16 sd 18 tahun, yang diduga dieksploitasi secara seksual melalui motif Terapis pijat plus ini. 

Yang pertama pada Rabu 12/9/2018 korban  akan diterbangkan ke Bali untuk dipekerjakan disebuah SPA dan panti pijat, namun pengakuan pelaku, anak-anak ditampung di sebuah Apartemen di Bandung dan disuruh melayani hidung belang yang sudah dicarikan oleh mucikari yang masuk dalam jaringan penempatan Spa dan Panti Pijat di Bali tersebut.  Polres Bandara Soeta berhasil menggagalkan pengiriman korban dan kini telah mengamankan 3 anak di bawah umur.

Kasus berikutnya, yang berhasil diungkap Polresta Surabaya pada  tanggal 14/9/2018 di minggu yang sama. Ada dua anak yang dipekerjakan oleh sepasang suami istri untuk melayani terapis pijat namun juga ada plus-plusnya. Tempat pijatnya berada di dalam rumah pasutri tersebut yang juga merangkap mencarikan pria hidung belang untuk dilayani oleh anak-anak tersebut. Terbukti Polisi menemukan alat kontrasepsi di kamar-kamar yang sudah disediakan.

Dari dua peristiwa tersebut aksi berjalan melalui dua pendekatan, yakni offline dan online. Para mucikari awalnya merekrut dengan cara menjajakan mereka pada media daring dengan menggunakan iklan membutuhkan tenaga terapi, kemudian ditindaklanjuti dengan wechat, beetalk dan media sosial lainnya untuk semakin melancarkan aksinya. 

Sehingga keluhan anak yang awalnya ragu karena tidak punya KTP dan identitas secara formal berhasil diatasi melalui sindikat ini. Mereka juga memiliki metode yang canggih dalam memalsukan surat-surat keterangan identitas, hingga berhasil mengelabui petugas Bandara dan sudah bisa boarding di pesawat. Hal ini menegaskan betapa perdagangan orang memiliki jaringan kuat dalam langkah-langkah sehingga perencanaan berjalan matang.

Bagaimana menghentikannya? 

Mencari lowongan pekerjaan adalah alasan klise sekaligus real dilakukan oleh remaja pada usia ini. Bisa jadi mereka korban DO, putus sekolah, atau bahkan memang tidak melanjutkan sekolah. 

Keterbatasan secara ekonomi memantik langkah pencarian kerja tanpa harus dipikirkan lagi konsekwensinya. Hal ini menjadi latar belakang migrasi perdagangan orang dapat merekrut banyak sekali korban-korbannya yang usia belia. 

Selain itu, dalam beberapa temuan KPAI, anak-anak ini diajak oleh teman sendiri yang nota bene usia anak yang dipasang mucikarinya. Kemudian, kemudahan transaksi secara elektronik memberikan fasilitas yang memudahkan anak tersebut langsung mengakses pelanggan atau para mucikari yang juga menggunakan media online.

Dalam kasus terapis plus ini, bermula dari adanya pemasangan iklan di media online yang memasang akan menggajinya sampai 10 juta perbulan. Hal itu sangat menggiurkan dan menjadi janji manis bagi para job seeker yang rentan ini. Akhirnya pilihan mengikuti ajakan iklan, kemudian menyanggupi transaksi seksual sebelum pemberangkatan mereka lewati demi untuk mengejar iming-iming tersebut.

Pihak yang paling prihatin dalam kasus ini jelas keluarga. Mereka kehilangan anak yang seharusnya masih dilindungi dan dipenuhi hak-haknya. Dalam beberapa kasus memang biasanya terjadi disharmonisasi keluarga yang mengakibatkan anak lari dari rumah dan mencari kesenangan di luar sana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun