Pola modernisasi menampakkan wajah ganda, pendekatan ekonomi menampakan perubahan fisik dan kemakmuran, sedangkan pendekatan politik menekankan proses fairness dalam dinamika kekuasaan, dan yang harus dibenahi dari ini semua adalah konsolidasi peradaban sosial untuk membangun bangsa yang luhur, bermartabat dan berlandaskan nilai-nilai pancasila dan UUD 1945.
Nilai agama dalam hal ini Islam rahmatan lil alamin, dan kearifan budaya lokal menjadi kesatuan dalam pembangunan sosial sebagai upaya membangun kultur keindonesiaan, karakter dan kepribadian bhineka tunggal ika ditengah keroposnya konsolidasi ekonomi dan politik.
Pembangunan sosial harus mengintegrasikan pada penghormatan HAM, partisipasi publik, nilai keterbukaan, keterlibatan arus bawah dan persamaan dihadapan hukum sehingga kehidupan dapat berjalan dengan saling menghormati perbedaan dan kemajemukan.
Pendekatan pembangunan sosial memberikan nutrisi pada perubahan sosial ke arah yang lebih baik. Peran masyarakat sipil menjadi kunci utama perubahan tersebut. dalam perubahan sosial, minimal kita mengenal 3 pendekatan teori perubahan sosial yakni Struktural fungsional, managerial Konflik dan anti Hegemonik.
Perubahan struktural fungsional menekankan pada kebutuhan sistem fungsional yang harus bertemu untuk mempertahankan kelangsungan dan struktur yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan tersebut. Fungsionalisme melihat masyarakat dan pranata sosial saling bergantung satu sama lain dan bekerja sama. dalam hal ini para pemikir seperti Max Weber dan Talcott Parson.
Pendekatan managerial konflik sesungguhnya berawal dari ketidakpuasan terhadap alienasi sebagai basis pemikiran Marxisme klasik. bahwa perubahan sosial bukanlah satu-satunya perjuangan kelas, melainkan energi perjuangan (revolusi) untuk menemukan perubahan dalam seluruh aspek yang jauh lebih baik harusnya diwujudkan, seperti pendekatan turun kejalan merupakan syah dalam kerangka demokrasi.
Pendekatan anti Hegemonik yang disuarakan Gramsci, menjadi alternatif gerakan sosial anti reduksionis yang disuarakan kaum marxis karena baginya hegemoni dapat lahir dari seluruh aspek, bukan hanya ekonomi dan strukturnya. disinilah perubahan sosial memerlukan pendidikan kritis dan nilai-nilai transformatif.
Masyarakat sipil dan kelompok non partisan yang didalamnya mahasiswa harus menjadi kawah candradimuka bagi perubagahn tersebut. Sebagai contoh jika persemaian Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)masih merupakan  bagian persemaian nilai Islam rahmatan Lil alamin dan beragam masyarakat sipil di Indonesia yang melihat kegelisahan dalam peta pembangunan saat ini yang masih perlu ditata dan kelola, sudah saatnya peran kesejarahan itu dilakukan.
Bentuk pendampingan dan advokasi merupakan gerakan pemberdayaan yang mampu mengangkat partisipasi masyarakat untuk membangun masyarakat yang berdaya sebagai elan vital civil society di Indonesia.