Mohon tunggu...
Ai Maryati Solihah
Ai Maryati Solihah Mohon Tunggu... Human Resources - seorang Ibu dengan dua orang anak

Mengaji, mendidik, berdiskusi dan memasak indahnya dunia bila ada hamparan bunga tulip dan anak-anak bermain dengan riang gembira mari kita isi hidup ini dengan dzikir, fikir dan amal soleh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wajah Ganda Dunia Daring untuk Anak

13 April 2018   17:03 Diperbarui: 13 April 2018   17:16 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak Indonesia kini menempati angka 83,9 juta jiwa dari data BPS tahun 2017. Angka ini menjadi kelompok besar yang begitu rentan dieksploitasi baik untuk kepentingan ekonomi dan secara seksual. 

Eksploitasi berarti " pemanfaatan untuk keuntungan sendiri, penghisapan, pemerasan atas diri orang lain yang merupakan tindakan tidak terpuji". Adapun yang dimaksud dengan eksploitasi anak oleh orang tua atau pihak lainnya dalam UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yakni menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan eksploitasi ekonomi atau seksual terhadap anak.

Bentuk-bentuk eksploitasi dijelaskan dalam bentuk eksploitasi secara fisik, yakni penyalahgunaan tenaga anak untuk dipekerjakan demi keuntungan orang tuanya atau orang lain. Hal ini sangat menghambat tumbuh kembang dan psikologis anak, karena biasanya anak memiliki dampak yang langsung apakah ia terluka, sakit, jatuh sakit atau menderita sakit. 

Dalam Revisinya UU perlindungan anak mengatakan bahwa inilah yang disebut eksploitasi secara ekonomi, motif orang tua atau orang lain di sekitar mendapat limpahan materi dari anak.

Berikutnya eksploitasi sosial yakni segala sesuatu yang dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan emosional anak berupa kata-kata yang mengancam, menakut-nakuti, menghina, penolakan, menarik diri, menghindari anak, tidak memperdulikan perasaan anak bahkan bisa juga memberikan hukuman yang ekstrim pada anak, missal mengurung anak, mengikat anak, dan lain-lain. 

Dan yang paling sering kita lihat adalah eksploitasi secara seksual, yakni keterlibatan anak dalam kegiatan seksual yang tidak dipahaminya, dapat juga berupa perlakuan tidak senonoh dari orang lain, kegiatan yang menjurus pada pornografi, perkataan porno, menelanjangi anak, membuat anak malu, prostitusi anak, menggunakan anak untuk bisnis prostitusi.

Bagaimana memperlakukan Anak Dalam Dunia Daring

Dalam rangka mengisi pesatnya era digital diperlukan kearifan dan kecakapan skill dalam mengelola penggunaan media sedini mungkin. Orang tua sebagai pengguna utama media social perlu berhati-hati dan memiliki prinsip fungsional (untuk menunjang kebutuhan) dalam menggunakan media. 

Fenomena memedsoskan anak sejak kecil harus diimbangi oleh pola pengasuhan yang maksimal, jika tidak maksimal sebaiknya tidak sekali-kali mengantar anak-anak pada perkenalan dunia maya yang sangat luas jangkauannya. Selanjutnya, membangun dan menciptakan literasi digital untuk kepentingan terbaik bagi anak. Banyak sekali tayangan dan konten edukasi anak di dalam media yang dapat diberikan kepada anak dari pada memberikan kebebasan anak untuk membuka you tobe atau bermain internet secara bebas.

Beberapa pendekatan bijak bermedsos untuk anak-anak justru dengan membatasi penggunaan media social bagi anak. Bagi anak-anak yang sudah terbiasa menggunakan medsos orang tua perlu menerapkan pembatasan waktu, pencabutan jam internet sampai pendisiplinan menggunakan waktu. Hal ini untuk mencegah anak-anak menjadi kelompok yang terpisah dengan dunia nyata. Dunia maya telah merampas kehangatan keluarga, bahkan kreativitas yang sesungguhnya sedang berkembang pada pribadi anak.

Selanjutnya memberikan edukasi. Bahwa literasi digital banyak kita temukan pada konten yang sesuai untuk perkembangan anak, misalnya kartun karakter Indonesia, pembelajaran sekolah sesuai tingkatannya, game dan hiburan yang sesuai tanpa adanya kekhawatiran masuknya konten pornografi atau kekerasan. Sudah seyogyanya orang tua mendampingi anak-anak dalam menggunakan media. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun