Mohon tunggu...
Ai Maryati Solihah
Ai Maryati Solihah Mohon Tunggu... Human Resources - seorang Ibu dengan dua orang anak

Mengaji, mendidik, berdiskusi dan memasak indahnya dunia bila ada hamparan bunga tulip dan anak-anak bermain dengan riang gembira mari kita isi hidup ini dengan dzikir, fikir dan amal soleh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Marak Kawin Siri, Pendidikan Kesehatan Reproduksi Kemana?

28 September 2017   22:20 Diperbarui: 29 September 2017   12:53 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ekspoitasi seksual  dalam fenomena Kawin Siri.Com jelas terlihat. Dengan menggunakan kalimat Lelang Keperawanan, komplotan ini hendak memperjual belikan tubuh perempuan yang sangat privat menjadi milik publik . Kelompok yang paling rentan disasar adalah perempuan dan anak-anak. Perhatian publik dikecoh dengan menggunakan kedok agama sebagai alat legitimasi terselenggaranya perkawinan tersebut, seolah hal itu dapat dibenarkan secara syar'i.

Padahal seluruh agama di muka bumi ini tidak pernah menuntun umat untuk menyelenggarakan perkawinan yang melahirkan kesengsaraan. Perkawinan bertujuan sakinah, mawaddah dan warohmah yakni menyempurnakan ibadah, memperoleh ketenangan lahir bathin dan membangun generasi/keturunan. Berbalik 100% dengan kawin siri dan kawin kontrak yang bertentangan dengan UU perkawinan No 01 tahun 1974 yang wajib tercatat secara administratif. Kawin siri akan lebih menyengsarakan perempuan dan anak-anaknya dengan tidak mendapatkan hak-hak sebagai istri dari suami dan waris bagi keturunannya. Sehingga peluang tidak bisa diselamatkan saat ditinggalkan oleh pasangan.

Kecaman dari masalah ini harus menjadi momentum bagi perbaikan pendidikan baik formal dan non formal. Pendidikan yang dimaksud adalah seperangkat pengetahuan yang mampu memberi pemahaman pada pentingnya menjaga reproduksi dan tubuh. Dapat kita amati situs tersebut menyasar anak usia 14 tahun ke atas yang secara reproduktif organ tubuhnya belum memiliki kematangan untuk menjalankan fungsi refroduksi.  Dapat kita bayangkan tumbuh kembang anak yang menjadi prinsip Hak anak tercerabut dengan sangat biadab.

Dalam konvensi hak anak (KHA) yang sudah diratifikasi di Indonesia menjadi keputusan presiden Nomor 36 tahun 1990 mengamanahkan 4 prinsip umum perlindungan hak anak, yakni (1) Hak hidup (2) Tumbuh Kembang (3) Kepentingan terbaik bagi anak (4) Hak anak berpartisipasi secara maksimal. Hak dasar inilah yang harus benar-benar kita lindungi untuk anak Indonesia.

Pendidikan kesehatan reproduksi dapat menjadi pengetahuan awal bagi seluruh anak dalam memahami pentingnya merawat serta menjaga tubuh mereka dari maraknya peluang-peluang eksploitasi seksual dan dunia prostitusi yang semakin mutakhir modusnya.

Pada pelaksanaannya pendidikan kesehatan reproduksi dapat diberikan menjadi mata pelajaran di setiap satuan pendidikan sesuai dengan tingkatannya. Seperti Kurtilas sekolah SD, pada tema ke satu dinyatakan tentang Diriku. Disana anak-anak sudah dikenalkan tentang anggota tubuh dan bagaimana merawat dan menjaganya. Setelah itu pendidikan kespro dapat ditingkatkan pada satuan pendidikan tingkat dasar mencakup apakah reproduksi itu? Bagaimana tubuh mulai dinyatakan siap melakukan reproduksi, meliputi menstruasi, hamil, melahirkan bahkan menyusui. Untuk laki-laki dapat dikenalkan bagaimana mimpi Jima bisa menjadi pertanda akil baligh atau puberitas dimulai.

Dalam menjelaskan kesiapan aktivitas seksual setiap orang hendaknya menggunakan metodologi perumpamaan yang mampu menjelaskan akibat-akibat adanya persenggamaan, awal mula kehamilan, jika terjadi paksaan akan mengakibatkan kerusakan bahkan kemandulan untuk mewaspadai adanya paksaan dan kehidupan pergaulan bebas yang sering kali marak dikalangan remaja.

Sekolah dapat menjadi pintu masuk bagi terselenggaranya pendidikan kespro dalam menangkal situasi sosial yang sudah sedemikian lekat dengan praktik-praktik eksploitasi seksual namun menggunakan modus-modus yang sangat apik dan nyaris tidak dikenali.

Trend Ekspolitasi Seksual

Pada tahun 2016 KPAI menerima pengaduan sebanyak  112 kasus tentang prostitusi online, kini sudah menginjak 86 kasus, angka tertinggi dalam jumlah perdagangan orang dalam klaster lainnya, termasuk eksploitasi seks komersial anak (ESKA). Ini menandakan pengguna internet dan dunia maya merupakan pasar baru yang strategis dalam menyelenggarakan industri haram tersebut. 

Perdagangan orang yang memiliki pola rekrutment menggunakan calo kemudian pemalsuan dokument dan upaya-upaya pemindahan ke tempat penampungan kini telah bergeser pada praktik registrasi online, kemudian memberikan sejumlah konten porno dengan penawaran harganya sendiri kemudian tinggal bertemu dan transaksi. Sangat simple dan nyaris sulit dilacak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun