UU perkawinan dinyatakan berlaku pada tanggal 1 Oktober 1974, sebelum itu sudah ada berbagai macam hukum perkawinan yang berlaku. Dijelaskan dalam sub bab selanjutnya antara lain :
- Hukum Perkawinan Adat
Hukum perkawinan adat hanya berlaku bagi orang-orang indonesia asli. Menurut hukum adat, perkawinan bukan saja merupakan soal yang mengenai orang-orang yang bersangkutan (sebagai suami istri), melainkan juga merupakan kepentingan seluruh keluarga dan bahkan masyarakat adatpun ikut berkepentingan dalam soal perkawinan itu.
- Hukum Perkawinan Islam
Hukum perkawinan Islam berlaku bagi orang-orang indonesi asli yang beragama islam. Prinsip-prinsip perkawinan islam terkandung di dalam ajaran hukum Allah dan Sunnah.
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek atau BW)
Berlaku bagi orang-orang keturunan Eropa, Cina (Tionghoa) dan Timur Asing.
- Hukum Perkawinan menurut Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (HOCI)
Berlaku bagi orang-orang Indonesia asli (Jawa, Minahasa, dan Ambon) yang beragama Kristen
- Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de Gemengde Huwelijken).
Peraturan ini dibuat untuk mengatasi terjadinya banyak perkawinan antara orang-orang yang tunduk pada hukum-hukum yang berlainan.
Sub bab selanjutnya dalam hukum perkawinan yaitu UU peerkawinan Nomor 1 tahun 1974, akan saya rangkumkan sedikit inti dari sub bab ini. Pada sub bab ini dijelaskan lagi sejarah perkembangan UU tentang perkawinan mulai dari RUU di tahun 1958-1959 sampai diresmikannya UU tahun 1974 tentang perkawinan.
Selanjutnya penulis menguraikan sub bab tentang Pencatatan perkawinan yang diatur dalam pasal 5 KHI, yang berisi agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat islam, maka perkawinan harus dicatatkan. Kemudian dijelaskan lebih lanjut mengenai pencatatan pernikahan dalam Pasal 6 KHI, yang berbunyi "setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah." Pasal ini berkaitan dengan PP nomor 9 Â tahun 1975 yang bmerupakan peraturan pelaksanaan dari UU perkawinan. 37 Tahun 1975 yang merupakan Peraturan Pelaksanaan dari UU Perkawinan. Fungsi pencatatan perkawinan terdapat dalam penjelasan umum UU Perkawinan: "Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akta yang juga dimuat dalam daftar pencatatan".Â
Kemudian dijelaskan juga dalam sub bab ini mengenai akibat hukum dari perkawinan yang tidak dicatat. Akibatnya, dilihat dari aspek yuridis, perkawinan tersebut tidak diakui pemerintah, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum (no legal force). Oleh karena itu, perkawinan tersebut tidak dilindungi oleh hukum, dan bahkan dianggap tidak pernah ada. bab
Perkawinan menjadi bab yang kedua dalam buku ini, dibagi menjadi beberapa sub pokok bahasan yaitu : persiapan perkawinan, tujuan pernikahan, jenis pernikahan, rukun dan syarat sah perkawinan, pencegahan perkawinan, perjanjian dalam perkawinan, akad nikah, sah dan batalnya perkawinan, sighat akad, wali nikah, dan saksi nikah. Bebebrapa sub pokok bahasan tersebut sudah disinggung pada bab sebelumnya, namun dalam bab ini diperinci lagi inti pembahasannya.
Bab ketiga dalam buku ini menjelaskan tentang hak dan kewajiban suami dan istri, yang diuraikan menjadi beberapa sub pokok bahasan, disini penulis langsung menguraikan per sub pokoko bahasan antara lain :
- Hak dan kewajiban suami dalam  rumah tangga, Hak dan kewajibann suami diuraikan lagi oleh penulis menjadi a. hak istri menerima mahar, b. hak istri digauli dengan baik, c. hak istri dalam masa iddah, d. hak hadhanah
- Sebab-sebab yang mewajibkan nafkah
- Sebab keturunan
- Sebab pernikahan
- Sebab milik
- Hak dan kewajiban istri dalam rumah tangga
Hak-hak istri di dalam rumah tangga terdiri dari hak-hak kebendaan, yaitu mahar dan nafkah. Selain itu, terdapat pula hak-hak bukan kebendaan, misalnya seorang suami harus bersikap adil terhadap istri-istrinya (dalam perkawinan poligami), tidak berbuat yang merugikan istri, menggauli istri dengan makruf, dan sebagainya.
- Macam-macam nafkah
Penulis menjelaskan nafkah, beliau membagi menjadi Nafkah Maskanah (tempat tinggal), dan nafkah kiswah (pakaian).
- Hak dan kewajiban suami istri dalam UU perkawinan dan KHI
Diatur dalam satu bab, yaitu bab VI. Hak dan kewajiban suami istri yang diatur didalam UU Perkawinan dan KHI pada dasarnya sudah sangat lengkap. Materi yang termuat didalam UU Perkawinan dan KHI secara esensial telah sejalan dengan apa yang digariskan dalam kitab-kitab fiqh. Hak istri adalah kewajiban suami, dan hak suami merupakan kewajiban istri. Melalui pemaparan pasal-pasal yang terdapat didalam UU
- Perkawinan dan KHI mengenai hak dan kewajiban suami istri maka hak-hak dalam perkawinan dapat dibagi menjadi tiga , yaitu hak istri yang menjadi kewajiban suami, hak suami yang menjadi kewajiban istri, dan hak bersama.
Bab selanjutnya penulis menguraikan tentang putusnya perkawinan. Putusnya perkawinan dalam ketentuan Pasal 38 UU Perkawinan terjadi karena: a) Kematian, b) Perceraian, dan c) Atas Putusan Pengadilan. Dijelaskan juga dalam bab ini mengenai macam-macam bentuk perceraian. Perceraian dibagi menjadi 8 yaitu :
- Talak
Secara harfiyah Thalaq itu berarti melepaskan dan atau membebaskan. Apabila dihubungkan dengan putusnya perkawinan dan menurut syariat, maka talak dapat diartikan dengan melepaskan isteri atau membebaskannya dari ikatan perkawinan atau menceraikannya.
- Fasakh
Menurut istilah ilmu fiqh diartikan sebagai pembatalan/pemutusan nikah dengan keputusan hakim/muhakkam. Hasballah Thaib menyatakan bahwa fasakh ialah perceraian dengan merusak atau merombak hubungan nikah antara suami dengan isteri
- Khulu'
Khulu' dalam bahasa Arab berarti menghilangkan atau menanggalkan. Dalam makna syariat, khulu' diartikan perpisahan wanita dengan ganti dan dengan kata-kata khusus. Khulu' hukumnya diperbolehkan jika diperlukan
- Ila
Menurut syariat, ila' adalah sumpah suami yang sah talaknya, bahwa dirinya tidak akan mencampuri isterinya tanpa batas waktu atau lebih dari empat bulan.
- Syiqaq
Syiqaq adalah sebagai salah satu bentuk pemutusan hubungan perkawinan yang dapat digunakan oleh suami dan isteri untuk melakukan perceraian.
- Lian
Li'an adalah ucapan tertentu yang digunakan untuk menuduh isteri yang telah melakukan perbuatan yang mengotori dirinya (berzina) alasan suami untuk menolak anak.
- Zhihar
Zhihar adalah ucapan suami terhadap isterinya yang berisi menyamakan punggung isterinya dengan punggung ibunya atau menyamakan tubuh atau bagian tubuh isterinya dengan orang lain yang haram bagi suaminya itu
- Taklik talak
Menurut Hilman Hadikusuma taklik talak berasal ialah ucapan suami yang disampaikan (dibacakan) ketika selesai ijab kabul antara suami dengan wali dari isteri pada upacara akad nikah.
Masih dalam bab putusnya perkawinan, dijelaskan oleh penulis tata cara melakukan perceraian. Dalam sistem hukum perkawinan nasional menganut asas mempersulit terjadinya perceraian. Oleh karena itu untuk mengantisipasi tingginya angka perceraian dengan sewenang-wenang maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam mengatur tatacara melakukan perceraian yang harus ditempuh suami isteri yang ingin bercerai. Penulis juga menguraikan syarat sah perceraian dan juga akibat hukum dari perceraian.
Bab selanjutnya penulis menjelaskan tentang perceraian berdasarkan hukum perkawinan nasional. Di dalamnya dijelaskan jenis cerai, bahwa jenis cerai dibagi menjadi cerai talak dan cerai gugat. Kemudian penulis menjelaskan perceraian yang terjadi diluar prosedur hukum perkawinan nasional dan juga akibat hukumnya.
Dalam buku ini diuraikan aspek yang ada dalam hukum keluarga, seperti perkawinan campuran, izin kawin, dispensasi kawin, dan wali adhal, juga nikah siri. Pembatalan perkawinan dan juga penjelasan harta bersama dijelaskan secara  rinci oleh penulis sebagai acuan untuk mengajar mata kuliah hukum perkawinan. Studi kasus tentang perkawinan, permaslahan kontemporer perkawinan  juga dicantumkan dalam buku ini. Akan tetapi, buku ini masih perlu pembaruan dalam bebeberapa hal, salah satunya dengan perubahan undang undang perkawinan tahun 2019 tentang batas usia pernikahan di Indonesia.
Demikian sedikit ulasan tentang buku ajar Hukum Perkawinan inii, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan atau pendapat yang kurang berkenan bagi para pembaca, saya secara pribadi mohon maaf yang sebesar-besarnya.