Dalam kasus pencurian komoditas yang marak di tempat saya, para pelaku sering kali adalah orang-orang yang dulunya juga merupakan korban dari ketidakadilan ekonomi. Mereka adalah korban dari sistem yang gagal menyediakan pendidikan yang layak dan akses terhadap pekerjaan yang bermartabat. Namun, karena tekanan ekonomi dan dorongan kecanduan, mereka akhirnya berubah menjadi pelaku yang merugikan orang lain.
Teori ini sejalan dengan fenomena yang terjadi di masyarakat kita. Lingkungan yang penuh dengan kemiskinan, kurangnya kesempatan, dan ketidakadilan membuat seseorang yang awalnya baik-baik saja dapat berubah menjadi pelaku kriminal. Ini adalah efek dari tekanan lingkungan, di mana seseorang merasa tidak punya pilihan lain selain mengikuti jalan yang salah.
Gambler's Fallacy: Sesat Pikir yang Memerangkap Para Penjudi
Salah satu hal yang memperburuk situasi para penjudi, terutama yang terjebak dalam kemiskinan struktural, adalah Gambler's Fallacy atau kesalahan logika penjudi. Gambler's Fallacy adalah keyakinan irasional bahwa setelah mengalami serangkaian kekalahan, seorang penjudi merasa "berhak" untuk menang di kesempatan berikutnya. Keyakinan ini mendorong para penjudi untuk terus mempertaruhkan uang mereka meskipun statistik sebenarnya menunjukkan bahwa hasil perjudian bersifat acak dan tidak bergantung pada hasil-hasil sebelumnya.
Dalam konteks judi online, banyak penjudi dari kelompok ekonomi menengah ke bawah yang mempercayai bahwa mereka pada akhirnya akan menang besar jika terus bermain. Namun, yang sering terjadi adalah sebaliknya mereka malah kehilangan lebih banyak uang, yang mengarah pada kemiskinan yang semakin dalam.
Berdasarkan laporan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lebih dari 85% pelaku judi online mengalami kerugian finansial, bahkan sebagian besar melakukan transaksi kecil di bawah Rp 200.000. Meskipun nominalnya terlihat tidak terlalu besar, namun karena siklus perjudian terus berulang, jumlah kerugian secara akumulatif menjadi sangat signifikan. Banyak pelaku judi yang akhirnya terjerat utang besar hanya untuk terus bermain, dengan harapan kemenangan akan mengembalikan kerugian mereka sebelumnya.
Menurut laporan dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), terdapat peningkatan tajam dalam aktivitas perjudian online, terutama selama pandemi, dengan jumlah situs judi yang diakses masyarakat meningkat drastis. Fenomena ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada ekonomi lokal. Uang yang seharusnya berputar di dalam masyarakat untuk mendukung bisnis-bisnis kecil dan kebutuhan rumah tangga, justru mengalir keluar menuju platform judi online yang sering kali berbasis di luar negeri.
Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa transaksi keuangan yang keluar dari akun-akun lokal ke situs judi online mencapai miliaran rupiah setiap tahunnya, dan mayoritas pengguna melakukan transaksi di bawah Rp 200.000 per kali taruhan dengan mayoritas pelaku berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah. Meski kecil, jumlah ini jika diakumulasikan secara kolektif menjadi sangat besar, melemahkan daya beli masyarakat dan memperburuk perputaran ekonomi di tingkat lokal. Hal ini menyebabkan banyak komunitas mengalami penurunan aktivitas ekonomi, karena dana yang seharusnya berkontribusi pada konsumsi lokal justru terkuras ke platform perjudian ilegal.
Disorganisasi Sosial: Kegagalan Fungsi Sosial di Masyarakat
Teori Disorganisasi Sosial dari Clifford Shaw dan Henry McKay juga relevan dalam menjelaskan fenomena ini. Disorganisasi sosial terjadi ketika lembaga-lembaga sosial seperti keluarga, sekolah, dan komunitas tidak lagi berfungsi dengan baik dalam mengendalikan perilaku individu. Di banyak daerah yang mengalami kemiskinan struktural, kita melihat bahwa institusi sosial ini tidak mampu lagi menjalankan perannya. Keluarga-keluarga terpecah, pendidikan rendah, dan kontrol sosial menjadi lemah.
Ketika masyarakat tidak lagi memiliki mekanisme pengendalian sosial yang kuat, perilaku menyimpang seperti pencurian dan kecanduan judi menjadi semakin marak. Lingkungan yang tidak stabil ini memperparah kemiskinan yang sudah ada, menciptakan siklus tanpa akhir di mana masyarakat terus terperosok ke dalam kondisi yang semakin buruk. Ketidakmampuan institusi sosial untuk menjalankan perannya ini menyebabkan masyarakat semakin rentan terhadap pengaruh negatif, seperti kecanduan judi online dan narkoba.