Mohon tunggu...
Rahmawati Aisyah
Rahmawati Aisyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi Pendidikan Biologi di Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Limbah Padi sebagai Bahan Bakar Alternatif, Bisakah?

10 Juni 2023   08:23 Diperbarui: 10 Juni 2023   08:32 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia sebagai negara agraris menjadikan nasi sebagai makanan pokoknya. Bayangkan saja konsumsi pada rumah tangga pada tahun 2019 ialah 20, 68 juta per tahun atau sekitar 77,5 kg per kapita per tahun (BPS, 2019). Beras yang kita makan sehari-hari tentunya sudah melewati banyak proses untuk siap dikonsumsi. Salah satu prosesnya adalah melalui proses penggilingan. Proses penggilingan ini meninggalkan banyak limbah padi, salah satunya adalah temukut yang masih memiliki potensi untuk dimanfaatkan. 

Apa itu Temukut? 

Temukut adalah produk sampingan yang tidak terpakai dari pengolahan padi. Temukut terdiri dari bibit padi, bekatul, dan beras pecah (Tan et al, 2015). Temukut ini memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, protein dan serat yang rendah. Tingginya ketersediaan temukut hasil dari proses penggilingan padi dan tingginya kandungan karbohidrat, temukut dapat dijadikan sebagai bahan baku utama energi alternatif pembuatan bioetanol.

Lalu, Apa itu Bioetanol? 

Bioetanol adalah bahan bakar nabati yang diproduksi melalui fermentasi material yang berasal dari tanaman atau limbah. Produksi bioetanol telah berkembang pesat sebagai sumber energi alternatif untuk bahan bakar fosil yang terbatas dan untuk mengatasi masalah lingkungan seperti perubahan iklim. Berbagai jenis bahan baku dapat digunakan untuk produksi bioetanol, termasuk jagung, tebu, gandum, barley, beras, sorgum, switchgrass, dan biomassa kayu. Namun, salah satu dampak dari pemanfaatan tanaman pangan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol adalah persaingan produksi pangan dan pakan yang pada akhirnya akan mempengaruhi keberlanjutan tanaman yang digunakan. Oleh karena itu, solusi alternatif untuk menggantikan bahan baku pembuatan bioetanol ini sangat penting. Bahan baku alternatif yang bersumber dari limbah pertanian seperti temukut dapat dipertimbangkan.

Bagaimana mekanisme bioteknologi memanfaatkan mikroorganisme untuk pembuatan bioetanol dari temukut? 

Produksi bioetanol ini melibatkan proses perubahan karbohidrat kompleks (selulosa, hemiselulosa, dan pati) menjadi gula sederhana melalui hidrolisis. Gula sederhana kemudian difermentasi menggunakan mikroorganisme seperti ragi atau bakteri untuk menghasilkan etanol dan karbon dioksida. 

Temukut dapat dijadikan sebagai bahan baku potensial untuk produksi bioetanol karena kandungan karbohidratnya yang tinggi. Temukut memiliki kandungan selulosa sebesar 38,9% dan hemiselulosa sebesar 19,5%, yang mengindikasikan potensinya untuk produksi bioetanol (Kumar dkk., 2017). Temukut dapat secara efektif dikonversi menjadi bioetanol melalui kombinasi hidrolisis asam dan fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae. Penelitian oleh Li dkk. (2017) juga mempelajari potensi temukut untuk produksi bioetanol melalui sakarifikasi dan fermentasi simultan (SSF) menggunakan Saccharomyces cerevisiae. Para peneliti menemukan bahwa SSF pada beras Brewer menghasilkan rendemen bioetanol sebesar 81,4%, yang mengindikasikan potensinya sebagai bahan baku untuk produksi bioetanol.

Pada umumnya, mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi gula sederhana menjadi bioetanol adalah adalah ragi Saccharomyces cerevisiae, biasa digunakan dalam industri makanan dan pembuatan minuman beralkohol. Saccharomyces cerevisiae menghasilkan hasil etanol yang lebih tinggi dibandingkan dengan spesies ragi lainnya dalam produksi bioetanol dari jerami padi (Jing et al, 2021). Namun, seiring dengan berkembangnya bioteknologi, peneliti mencoba untuk menggunakan bakteri. Bakteri yang digunakan adalah Zymomonas mobilis. Bakteri ini memiliki kemampuan untuk memfermentasi glukosa dan fruktosa secara lebih efisien dibandingkan S. cerevisiae, pertumbuhan yang lebih cepat, dan memiliki toleransi yang tinggi terhadap etanol sehingga menghasilkan etanol yang lebih tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Ma'As dkk. (2020) mencoba membandingkan hasil produksi etanol dengan Saccharomyces cerevisiae dan Zymomonas mobilis. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hasil laju produksi optimal pembuatan bioetanol adalah fermentasi temukut adalah dengan menggunakan Zymomonas mobilis. Penggunaan Zymomonas mobilis dapat mengoptimalkan hasil bioetanol mencapai 92,0%, yang mengindikasikan bahwa proses tersebut sangat efisien dan memiliki tingkat produktivitas yang tinggi dalam mengubah gula yang tersedia menjadi etanol. Hasil yang optimal tersebut dikarenakan bakteri memiliki kemampuan untuk mengkonsumsi glukosa yang tersedia dengan cepat dan mengubahnya menjadi etanol lebih efisien dibandingkan dengan S. cerevisiae. 

Bagaimana tantangan pengembangan temukut sebagai energi alternatif di masa mendatang? 

Potensi temukut sebagai solusi pengganti bahan baku pangan pembuatan bioetanol memanglah tinggi. Solusi tersebut juga menunjukan penggunaan limbah yang berkelanjutan. Dengan cara tersebut, limbah dapat digunakan secara efisien untuk menghasilkan bioetanol dan total limbah yang dihasilkan selama pemrosesan beras berkurang dan mendukung  tujuan berkelanjutan di sektor pertanian. 

Dalam perjalanan menuju masa depan yang berkelanjutan, tantangan energi menjadi salah satu isu utama yang harus kita atasi. Dengan meningkatnya kesadaran akan dampak negatif yang ditimbulkan oleh bahan bakar fosil, pencarian solusi alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi telah menjadi prioritas. Salah satu inovasi menjanjikan adalah pengembangan teknologi temukut sebagai energi alternatif yang berpotensi mengubah lanskap energi global.

Namun, seperti halnya dalam setiap perjalanan yang revolusioner, pengembangan temukut juga dihadapkan pada berbagai tantangan yang menantang. Pertama, masalah keberlanjutan sumber daya menjadi pertimbangan utama. Meskipun temukut dipercaya sebagai sumber energi yang melimpah, namun ada kekhawatiran bahwa peningkatan penggunaan temukut dapat menyebabkan degradasi lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang bijaksana dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya temukut dengan mempertimbangkan dampak ekologis jangka panjang.

Selain itu, tantangan teknologi juga menjadi kendala dalam pengembangan temukut. Saat ini, efisiensi konversi temukut ke energi masih rendah, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan efisiensi ini. Selain itu, infrastruktur yang diperlukan untuk mengumpulkan, mengolah, dan mendistribusikan temukut juga perlu dikembangkan secara signifikan agar dapat mengakomodasi permintaan energi masa depan. Investasi yang besar diperlukan untuk membangun fasilitas produksi dan jaringan distribusi yang dapat menangani volume temukut yang lebih besar.

Selanjutnya, tantangan sosial dan politik juga harus ditangani dalam pengembangan temukut sebagai energi alternatif. Perubahan paradigma dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan membutuhkan dukungan penuh dari masyarakat dan pemerintah. Penolakan atau ketidakpercayaan terhadap teknologi temukut bisa menjadi hambatan utama dalam mengadopsi solusi energi yang berkelanjutan. Oleh karena itu, pendidikan dan kesadaran publik tentang manfaat dan potensi temukut sangat penting untuk mengatasi tantangan ini.

Namun, meskipun banyak tantangan yang harus diatasi, potensi temukut sebagai energi alternatif sangat menjanjikan. Keberlanjutan sumber daya yang melimpah, potensi konversi yang tinggi, dan dampak lingkungan yang lebih rendah menjadikan temukut sebagai pilihan yang menarik di masa mendatang. Dalam rangka mencapai visi energi bersih global, kerjasama antara ilmuwan, insinyur, pemerintah, dan masyarakat sangat penting. Dengan mengatasi tantangan ini secara kolaboratif, kita dapat membuka jalan bagi pengembangan temukut sebagai salah satu pilar utama energi alternatif di masa depan.

Referensi

Badan Pusat Statistik (BPS). 2019. Konsumsi Bahan Pokok 2019. Diakses Online 09 Juni 2023.https://www.bps.go.id/publication/2021/11/25/68b1b04ce68c7d6a1c564165/konsumsi-bahanpokok-2019.html  

Jing, Y., Cai, X., Wu, Y., Wu, H., & Huang, H. (2021). Ethanol production from rice straw by simultaneous saccharification and fermentation using Saccharomyces cerevisiae. Renewable Energy, 175, 927-935. DOI: 10.1016/j.renene.2021.04.036

Kumar, P., Barrett, D. M., Delwiche, M. J., & Stroeve, P. (2017). Methods for Pretreatment of Lignocellulosic Biomass for Efficient Hydrolysis and Biofuel Production. Industrial & Engineering Chemistry Research, 56(23), 6715-6731. DOI: 10.1021/acs.iecr.7b01309

Li, M., Fang, Z., Yang, Y., Wang, K., & Jiang, J. (2017). Bioethanol production from brewers' rice based on simultaneous saccharification and fermentation (SSF) using Saccharomyces cerevisiae. Energy Conversion and Management, 148, 1357-1362. DOI: 10.1016/j.enconman.2017.06.064

Ma'As, M. F., Ghazali, H. M., & Chieng, S. (2020). Bioethanol production from Brewer's rice by Saccharomyces cerevisiae and Zymomonas mobilis: evaluation of process kinetics and performance. Energy Sources, Part A: Recovery, Utilization and Environmental Effects. https://doi.org/10.1080/15567036.2020.1815901 

Tan, B. L., M. E. Norhaizan, I. Hairuszah, H. Hazilawati, and K. Roselina. 2015. Brewers' rice: A by-product from rice processing provides natural hepatorenal protection in azoxymethane-induced oxidative stress in rats. Oxidative Medicine and Cellular Longevity 2015:1--10. doi:10.1155/2015/539798 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun