Dalam praktiknya, si tuan Toka mulai melakukan jurus-jurus jitunya seperti membakar linggis dan Batu asah.Â
Ataupun juga dengan merokok secara non-stop dengan tembakau yang sudah dijampi-jampi, kemudian mengepulkan asapnya ke arah di mana langit mulai tampak gelap atau mau turun hujan.Â
Ataupun juga dengan cara membakar garam kasar pada tungku api yang sudah disediakan secara terus-terusan.
Alhasil, selama kurang lebih tiga hari yang lalu hingga hari ini, cuaca lumayan sedikit agak cerah. Yakni; mulai dari pagi hari sampai sekitar pukul 13.00 siang.
Ini merupakan 'fakta' yang berbeda dari sebelumnya, di mana matahari tidak pernah nongol sama sekali dari permukaannya.
Melihat situasi ini, tak ayal masyarakat pun mulai bereuforia dan mengapresiasi si tuan Toka atau Pawang dalam berbagai bentuk seperti, menyediakan lauk nasi yang hampir mencakupi 4 sehat 5 sempurna untuknya, berupa daging atau ikan yang sangat khusus untuknya. Stok rokok yang selalu stabil hingga jatah padi disiapkan secara khusus untuknya. Sangat istimewa, bukan.
Akan tetapi bila aksinya tidak 'berhasil' sama sekali, bersiap-siap si tuan Toka untuk mencurigai, kalau-kalau saja ada yang tengah melanggar syarat atau aturan mutlak yang sudah ditentukan dari awal.Â
Jadi, demikianlah fenomena aksi Pawang Hujan atau 'Toka Usang' di Manggarai khususnya menjelang musim mengetam padi saat ini, dengan hujan sebagai penantangnya.Â
Sekalipun zaman terus berubah berikut dengan peradaban manusia hingga di era modern yang penuh dengan pengaruh sains, ilmu pengetahuan, filsafat dan teknologi yang mengedepankan sisi rasionalitas dan bukti empiris, masyarakat kampung pun tetap pada kebajikan budayanya seperti 'Toka Usang' salah satunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H