Keempat, Pemahaman keliru terhadap ajaran agama, sehingga timbul anggapan bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan.
Lalu bentuk-bentuknya pun beragam yakni;
Pertama, berupa kekerasan fisik seperti tamparan keras, menjambak atau menebas dengan senjata tajam, membakar hidup-hidup dan lain sebagainya.
Kedua, kekerasan psikis, berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial dan lain sebagainya.
Ketiga, Kekerasan seksual berat seperti:
Pelecehan seksual dengan melakukan hubungan intim secara pemaksaan atau melakukan pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
KDRT Dalam Konteks Di Kampung
Sebagaimana dari uraian di atas bahwa KDRT telah menjadi fenomena sosial yang paling krusial terjadi dalam lingkup masyarakat khususnya di dalam keluarga.
Ia tidak mengenal sekat-sekat kemajuan dan peradaban.Â
Malah semakin majunya sebuah peradaban, tingkat KDRT pun semakin kompleks untuk dihentikan. Bagaikan duri dalam daging.
Dalam konteks kehidupan masyarakat khususnya yang masih kuat melekat dalam praktek-praktek budaya, seperti halnya pada keseluruhan masyarakat yang tersebar di pulau Flores-NTT, fenomena KDRT sering kali mewarnai keseharian hidup masyarakat khususnya dalam kehidupan berumah tangga.
Dilansir dari ombudsman.go.id, data kasus kekerasan pada perempuan dan anak di Nusa Tenggara Timur tergolong tinggi. Terhitung sejak Januari - Juli 2023, tercatat lebih dari 200 kasus diterima dan dilayani Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) NTT.