Berdasarkan pola makannya, spesies ini memiliki siklus diurnal yang memungkinkannya untuk mengosongkan saluran pencernaan secara rutin. Siklus diurnal tersebut ditunjukkan yaitu bahwa pada malam hari sistem pencernaannya terisi penuh (setelah memangsa) dan pada sore di keesokan harinya sistem pencernaan kembali kosong sehingga harus mencari mangsa lagi. Pada saat fase remaja (juvenile), spesies akan cenderung lebih banyak memakan krustasea kecil (microcrustacea) dan setelah dewasa nantinya ia akan berganti pola makan yaitu menambahkan ikan-ikan besar pula sebagai sumber utama makanannya (piscivory).
Sumber makanan atau mangsanyaÂ
        Spesies pada famili Stomiidae umumnya lebih sering memangsa organisme berukuran besar dan menjadikannya sebagai sumber makanannya. Sedikit berbeda dari spesies pada familinya, spesies M. niger ternyata tidak hanya memakan mangsa berukuran besar namun juga seringkali memangsa sebagian besar kopepoda (zooplankton). Pada suatu penelitian yang telah dilakukan terhadap perilaku makan spesies ini dikatakan bahwa sebesar 9-47% biomassa spesies berasal dari pemangsaan terhadap kopepoda tersebut. Kopepoda yang dimakan oleh spesies M. niger ini merupakan kopepoda yang mampu bermigrasi secara vertikal sehingga mampu mencapai kedalaman tinggi dimana spesies M. niger berada, baik kopepoda dewasa maupun hampir dewasa (near-adult). Akan tetapi, yang perlu digarisbawahi disini yaitu bahwa kopepoda bukan merupakan sumber makanan utama bagi spesies, melainkan mangsa yang berukuran lebih besar yang menjadi sumber makanannya.
       Meskipun begitu, kopepoda sebagai sumber makanannya ini juga memiliki peran yang sangat penting. Peran penting tersebut yaitu sebagai sumber makanan sekunder bagi spesies untuk menjaga kalori tubuhnya sehingga mampu bertahan pada kedalaman tertentu sebelum akhirnya ia memangsa organisme yang lebih besar. Selain itu juga peran lainnya yaitu untuk kebutuhan fotosensitizer yang dimiliki spesies yang mana hal ini untuk ketajaman penglihatannya. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa kopepoda ini seperti camilan untuknya sebelum akhirnya ia memakan mangsa yang lebih besar.
Penglihatan dan bioluminesensi
       Berdasarkan penglihatannya, spesies memiliki mata dengan absorbansi puncak pada gelombang 425 – 460 nm. Tidak hanya mampu melihat cahaya dengan gelombang panjang, namun hal tersebut juga memungkinkan penglihatannya tajam dan kontras. Spesies juga mampu melakukan penglihatan secara binokuler sehingga memungkinkannya untuk melihat objek secara 3 dimensi. Selain itu, tidak hanya untuk meningkatkan sensitivitas terhadap gelombang panjang, tapetum (membran pada mata)  spesies M. niger ini yang berbasis astaxanthin juga mampu mencegah efek berbahaya (sitotoksisitas) yang terlibat pada fotosensitisasi pigmen penglihatan.
      Sementara itu, dekat mata spesies terdapat organ tambahan yang disebut sebagai fotofor yang mampu menghasilkan gelombang panjang sehingga pendaran cahaya (bioluminesensi) akan terlihat. Fotofor tersebut terdiri atas fotosensitizer retina yang berasal dari bakterioklorofil. Fotosensitizer tersebut merupakan molekul yang memungkinkan dihasilkannya pendaran cahaya dan membantu sensitivitas penglihatan spesies terhadap gelombang panjang.  Bioluminesensi berwarna merah dengan panjang gelombang >700nm dihasilkan oleh spesies yaitu untuk deteksi mangsa dan komunikasi intraspesifik (antara individu yang sama). Kombinasi sistem bioluminesensi dan penglihatan gelombang panjang menjadi karakter unik dari spesies ini. Sensitivitas penglihatan spesies M. niger ini didukung dengan mengonsumsi kopepoda tersebut.
Fotosensitizer retina (pigmen fotofor)
      Spesies laut dalam umumnya memiliki pigmen penglihatan tertentu terhadap gelombang panjang, namun tidak untuk M. niger. Spesies ini tidak memiliki pigmen penglihatan pada spesies laut dalam pada umumnya, melainkan digantikan oleh fotosensitizer yang menyerupai bakterioklorofil. Pigmen tersebut merupakan produk modifikasi dari klorofil yang didapatkan dari makanan spesies. Hal tersebut yaitu tepatnya didapatkan dari kopepoda yang dikonsumsi oleh spesies, dimana kopepoda terlebih dahulu telah memakan fitoplankton sebelum akhirnya dimangsa oleh M. niger. Maka dari itu, kopepoda adalah vektor yang menyediakan fotosensitizer yang tidak dapat disintesis oleh M. niger sehingga bioluminesensi dapat dihasilkan.
      Hingga saat ini tidak ada bukti bahwa bioluminesensi yang dihasilkan tersebut karena adanya gen tertentu yang terlibat dalam sintesis bakterioklorofi khusus untuk retina spesies, dan tidak ada bukti pula bahwa ada bakteri endosimbiotik pada mata spesies yang mungkin menyediakan bakterioklorofil tersebut. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa bioluminesensi dihasilkan murni karena sumber makanan spesies tersebut.